Suara.com - Penggunaan gas air mata oleh polisi Indonesia ternyata bermasalah. Selain kerap ditembakkan ke demonstran atau warga di wilayah konflik, pengadaan senjata yang dibeli dari uang pajak rakyat itu pun diduga dikorupsi. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menemukan dugaan rasuah senilai Rp26,5 miliar dalam proyek bernama 'Pepper Projectile Launcher' tahun 2022-2023 di Polri. Mereka juga mencurigai kongkalikong pejabat Polri dengan PT Tri Manunggal Daya Cipta (TMDC) sebagai perusahaan pemenang tender.
RINI KUSTIAWATI tengah duduk santai di beranda rumahnya Asrama Polri, Cipinang, Pulogadung, Jakarta Timur ketika Tim Klub Jurnalis Investigasi (KJI) menemuinya pada Selasa, 1 Oktober 2024. Ia merupakan putri keempat Siti Romlah, salah satu nama yang pernah tercatat sebagai Direktur Utama dan Komisaris PT TMDC.
Untuk diketahui, sejak September 2024, Suara.com bersama Jaring.id, Tempo, Narasi TV, Liputan6 SCTV, dan Project Multatuli yang tergabung dalam KJI melakukan paper trail atau pelacakan dokumen guna mencari nama-nama yang pernah tercatat sebagai direksi di PT TMDC.
Hasil penelusuran menemukan bukti-bukti yang semakin memperkuat dugaan korupsi dan adanya hubungan antara pejabat Polri dengan PT TMDC.
Berdasarkan pelacakan dokumen publik melalui Administrasi Hukum Umum atau AHU, PT TMDC didirikan pada 1986 dengan modal awal sebesar Rp12,5 juta. Tiga nama tercantum sebagai pemegang saham awal: Siti Romlah, Chong Arnessen Bastian, dan Ridwan Arifin Praha Surya.
Dalam dokumen tersebut, Siti Romlah tercatat memiliki 60 lembar saham senilai Rp6 juta. Sementara Chong Arnessen Bastian yang tercantum sebagai Direktur PT TMDC memiliki 55 lembar saham seharga Rp5,5 juta. Sedangkan Ridwan Arifin Praha Surya (Komisaris PT TMDC) tercatat memiliki 10 lembar saham sebesar Rp1 juta.
"Dulu ibu memang rekanan Pak Suwito Latifah," ungkap Rini.
Merujuk dokumen AHU yang diperbarui pada 2022, Suwito Latifah tercatat sebagai Direktur PT TMDC. Ia menguasai 99 ribu lembar saham senilai Rp9,9 miliar. Nama Suwito Latifah pertama kali tercatat sebagai Komisaris PT TMDC pada Februari 2007.
Pada 2007, Suwito Latifah memiliki 60 lembar saham seharga Rp6 juta. Saham tersebut sebelumnya diduga dimiliki oleh Siti Romlah.Kala itu, Siti Romlah masih tercatat sebagai Direktur Utama PT TMDC. Namun kepemilikan sahamnya berubah.
Ia tercatat hanya memilik 10 lembar saham senilai Rp1 juta. Sedangkan Ridwan Arifin Praha Surya yang sebelumnya tercatat memilik 10 lembar saham senilai Rp1 juta di tahun itu tidak lagi tercantum sebagai Komisaris PT TMDC.
Rini mengungkapkan, setelah bapaknya meninggal dunia pada 1983, sang ibu—Siti Romlah—diajak Suwito Latifah sebagai rekan bisnis. Suwito meminjam nama ibunya sebagai pemilik saham di PT TMDC.
"Tapi cuma namanya saja dipinjam. Setiap bulan ibu saya dapat, istilahnya, honor dari Pak Suwito."
Suami Siti Romlah bernama Yaya Kuswaya. Ia anggota Polri berpangkat Letnan Kolonel atau AKBP. Yaya telah meninggal 1983, sedangkan Siti Romlah meninggal pada 2014.
Berdasar dokumen AHU, Siti Romlah pada 2014 tercatat sebagai Komisaris PT TMDC dengan kepemilikan 11 ribu lembar saham senilai Rp1,1 miliar. Selang setahun, 2015, nama Siti Romlah digantikan seseorang bernama Sonny Wibowo dengan catatan kepemilikan 11 ribu lembar saham senilai Rp1,1 miliar.
Rini menyebut Yaya dan Siti Romlah memiliki lima orang anak. Empat di antaranya laki-laki dan ia anak perempuan satu-satunya. Keempat saudara Rini tak ada yang menjadi polisi.
Setelah Siti Romlah meninggal, Rini mengakui tak pernah berkomunikasi dengan Suwito Latifah. Ia juga tak tahu kegiatan usaha PT TMDC. Sebab yang memiliki hubungan dengan dengan Suwito Latifah ialah ibunya.
Namun, berdasarkan cerita yang didengar Rini dari ibunya semasa hidup, Suwito Latifah memiliki hubungan dekat dengan sejumlah 'orang penting', selain juga disebut-sebut kerap menjalin kerja sama dengan kepolisian.
"Katanya sih proyeknya pengadaan semacam baju-baju Polri. Terus apa lagi begitu, pokoknya banyak sih yang dipegang," ujar Rini.
Selain Siti Romlah, Tim KJI juga sempat menemui Tony. Dalam dokumen AHU yang diperbarui pada 2022, pria tersebut tercantum sebagai Komisaris PT TMDC dengan kepemilikan 11 ribu lembar saham atau senilai Rp1,1 miliar.
Ditemui di kediamannya di kawasan Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Tony kaget dan tampak ketakutan saat ditanyakan seputar PT TMDC. Ia mengklaim sama sekali tidak mengetahui perusahaan itu. Apalagi memiliki saham sebesar itu.
Ia mengaku sehari-hari hanya seorang pedagang empek-empek. "Saya enggak mengerti apa-apa dan saya tidak punya perusahaan,” kata dia.
Jejak Mobil Berpelat Dinas Polri
RUMAH nomor 25 berlantai dua berkelir krem dan cokelat di Jalan Pluit Barat VIII, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara itu tampak sepi. Sudah tiga tahun Suwito Latifah dikabarkan tidak lagi tinggal di sana.
Dua warga setempat menyebut Suwito Latifah telah pindah ke Pantai Indah Kapuk (PIK). Namun mereka membenarkan kerap melihat mobil berpelat dinas Polri di rumah milik Suwito Latifah tersebut.
"Memang kadang-kadang dia sering datang dengan mobil berpelat polisi. Saya pernah lihat kalau itu," ungkap warga setempat yang minta namanya disamarkan.
Walakin begitu, Dito—nama samaran—tidak tahu siapa yang menggunakan mobil berpelat dinas Polri tersebut. Tapi yang ia tahu Suwito Latifah seorang warga sipil, bukan polisi.
"Saya enggak tahu siapa yang pakai mobil itu, tapi kadang-kadang ada di situ (di rumah Suwito Latifah)," tuturnya.
Pengakuan Dito semakin menguatkan temuan KJI. Berdasar hasil penelusuran melalui Google Street View terlihat mobil Pajero Sport hitam bernomor dinas Polri terparkir di depan rumah Suwito Latifah pada 2018.
Selain itu, hasil penelusuran Tim KJI melalui Google Street View juga menemukan mobil Pajero Sport hitam berpelat nomor dinas Polri yang sama teronggok dalam kantor PT TMDC pada 2018.
Tim KJI sudah tiga kali berupaya menemui Suwito Latifah. Selain mendatangi langsung kediamannya, tim juga mendatangi langsung Kantor PT TMDC di Jalan Muara Karang, Penjaringan, Jakarta Utara. Namun Suwito Latifah tak bisa ditemui.
Berdasar pantauan Tim KJI, pagar Kantor PT TMDC selalu tertutup rapat. Terlihat beberapa orang sesekali keluar masuk kantor tersebut.
Tim KJI lalu menemui salah seorang perempuan yang keluar dari Kantor PT TMDC untuk menanyakan kegiatan perusahaan dan Suwito Latifah. Perempuan bernama Yuli itu menyebut, "Perusahaan sudah tidak lagi beraktivitas dan Suwito Latifah tak pernah datang ke kantor."
Pengakuan Yuli, di dalam Kantor PT TMDC hanya ada bosnya yang disapa Cici Evi. Nama tersebut diduga merujuk ke sosok istri Suwito Latifah bernama Evy Chandra.
Tim KJI sempat berupaya meminta Yuli untuk menyampaikan maksud wawancara kepada Evy, tapi sang bos menolak.
Tim akhirnya menitipkan surat permohonan wawancara untuk Suwito Latifah kepada Yuli. Hingga artikel ini diterbitkan, surat permohonan wawancara tersebut tak kunjung dibalas.
Dugaan Korupsi
INDONESIA CORRUPTION WATCH atau ICW bersama belasan lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian, telah melaporkan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan 'Pepper Projectile Launcher' tahun anggaran 2022-2023 di Polri ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal September 2024.
Menurut hasil kajian ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian, ditemukan dugaan korupsi senilai Rp26,5 miliar.
Rinciannya, terdapat potensi dana pengadaan Pepper Projectile Launcher tahun 2022 senilai Rp49,86 miliar yang dijadikan bancakan. Sementara tahun 2023, besaran anggaran proyek tersebut yang diduga dikorupsi sebanyak Rp49,92 miliar. Kedua proyek pengadaan itu dimenangkan PT TMDC.
Temuan ini bermula ketika ICW melakukan penelusuran terhadap 45 paket pengadaan terkait gas air mata di Polri. Awalnya, terdapat nilai harga yang tidak masuk akal dalam pengadaan gas air mata pada 2022.
Dalam dokumen pengadaan itu tertulis Polri membeli 187 paket Papper Projectile Launcher merek Byrna seharga Rp49,86 miliar. Hasil kajian ICW, bila dihitung secara sederhana, harga setiap paketnya hanya berkisar Rp266,6 juta. Nilai tersebut dianggap terlalu mahal. Sebab berdasar penelusuran pada laman resmi Byrna, harga satuan Pepper Projectile Launcher tersebut cuma Rp6,92 juta.
ICW bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian sempat mengirim surat permohonan kepada Polri untuk membuka detail dokumen pengadaan Pepper Projectile Launcher 2022. Tapi permohonan tersebut ditolak, dengan alasan dokumen tersebut termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan.
Tanggal 14 Juli 2023, Polri melalui Kepala Biro Penerangan Masyarakat atau Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan memberikan klarifikasi atas temuan ICW tersebut.
Perwira tinggi Polri yang kekinian menjabat Wakapolda Lampung itu mengklaim terjadi kesalahan input angka dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Menurutnya jumlah Pepper Projectile Launcher merek Byrna yang dibeli Polri sebenarnya sebanyak 1.857 unit.
Ramadhan kemudian merincikan apa saja item yang didapat dari total anggaran sebesar Rp49,86 miliar. Sebanyak Rp17,56 miliar di antaranya dipergunakan untuk membeli 1.857 unit Pepper Projectile Launcher.
Sedangkan sisanya sebesar Rp32,29 miliar dipergunakan untuk membeli alat atau komponen pendukung berupa; 2 unit extra magazine, kantong, holder, 55 unit amunisi bubuk lada, dan 55 unit amunisi bubuk lada berikut gas air mata.
Ramadhan juga menjelaskan spesifikasi produk yang dibeli dari PT TMDC tersebut. Senjata utamanya Polri membeli tipe Byrna LE Launcher-Universal Kit. Sementara alat pendukungnya meliputi: Byrna 10CT 12 gram CO2 cartridges berikut oiler cartridges, Byrna 7-round magazine, Byrna Pepper and Max Projectiles, serta holster dan magazine pouch.
Koordinator ICW, Wana Alamsyah menilai penjelasan Polri justru semakin memperkuat adanya dugaan penggelembungan harga di balik pengadaan Pepper Projectile Launcher tahun 2022. Walakin nilainya tidak sebesar temuan awal ICW.
Wana menjelaskan dari hasil penelusuran ICW pada laman resmi Byrna Technologies, misalnya untuk harga satuan senjata jenis Byrna LE Launcher-Universal Kit itu dijual seharga $479,99 atau setara Rp6,9 juta jika dikonversi ke rupiah dengan kurs Februari 2022. Hasil penghitungan ICW setidaknya ada selisih harga yang dibeli Polri sekitar Rp2,5 juta perunitnya.
Penggelembungan harga ini menurutnya juga terjadi pada alat atau komponen pendukung senjata jenis Byrna LE Launcher-Universal Kit yang dibeli di PT TMDC.
Setidaknya, hasil penghitungan ICW yang merujuk laman resmi Byrna Technologies, untuk pembelian 1.857 paket Byrna LE Launcher-Universal Kit berikut alat atau komponen pendukung seharusnya hanya berkisar Rp38,97 miliar atau lebih murah sekitar Rp10,8 miliar dari biaya yang dikeluarkan Polri sebesar Rp49,86 miliar.
Dugaan penggelembungan harga terkait pembelian paket Pepper Projectile Launcher berikut alat dan komponen pendukungnya ini juga ditemukan ICW pada pengadaan tahun 2023 dengan nilai anggaran yang dikeluarkan Polri sebesar 49,92 miliar.
Memakai motode yang sama, ICW menemukan indikasi penggelembungan harga sebesar Rp15,62 miliar dari pembelian 1.564 paket Pepper Projectile Launcher berikut alat atau komponen pendukungnya tersebut di PT TMDC.
Wana menjelaskan hasil penghitungan ICW ini sudah termasuk biaya tambahan seperti administrasi 5 persen, ongkos kirim 5 persen, dan keuntungan 10 persen. Jika dijumlahkan, dugaan penggelembungan harga terkait pengadaan Pepper Projectile Launcher tahun 2022-2023 di Polri ini mencapai sekitar Rp26,5 miliar.
"Kalau mereka beli borongan, asumsi harganya akan lebih turun. Artinya, dugaan penggelembungannya bisa jadi lebih besar," jelas Wana kepada Tim KJI.
Selain penggelembungan harga, ICW juga menemukan adanya dugaan persekongkolan tender di balik proyek pengadaan gas air mata ini. Spesifikasi terkait pengadaan Pepper Projectile Launcher tahun anggaran 2022-2023 ini diduga sengaja diarahkan pada produk yang dijual Byrna.
Berdasar hasil analisis ICW, Wana menyebut dua anggota Polri berinisial YS dan RS selaku Pejabat Pembuat Komitmen atau PPK diduga melakukan persekongkolan tender saat proses perencanaan. Mereka diduga dengan sengaja dan sadar mencantumkan nama tender yang hanya dapat disuplai oleh PT TMDC.
PT TMDC merupakan satu-satunya perusahaan pemegang lisensi Byrna di Indonesia. Hal ini terbukti di mana dalam dalam dua kali paket pengadaan Pepper Projectile Launcher pada 2022 dan 2023 di Polri dari total 13 peserta tender hanya PT TMDC satu-satunya peserta yang mampu mengajukan penawaran harga. Padahal ada perusahaan luar negeri selain Byrna, yakni Sabre yang juga memiliki produk serupa.
"Indikasi persekongkolan tender tersebut patut diduga terjadi pada saat perencanaan. Salah satu bentuknya yaitu; pencantuman spesifikasi teknis, jumlah, mutu, dan atau waktu penyerahan barang yang akan ditawarkan atau waktu penyerahan barang yang hanya dapat disuplai oleh satu pelaku usaha tertentu," ungkap Wana.
Tim KJI, di lain sisi, juga menemukan adanya kejanggalan terkait pembaruan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dalam akta perusahaan PT TMDC.
Perusahaan yang sebelumnya salah satunya bergerak di bidang garmen tersebut, memasukkan klasifikasi sebagai perusahaan penyediaan senjata dan amunisi dengan kode KBLI 25200 pada 7 September 2021 atau tiga bulan sebelum paket pengadaan Pepper Projectile Launcher 2022 Polri diumumkan pada 28 Desember 2021.
Wana menduga temuan Tim KJI ini semakin menguatkan dugaan adanya relasi antara PT TMDC dengan pejabat Polri. Sebab, perusahaan itu memiliki akses terlebih dahulu untuk mengetahui proyek pengadaan di Polri meski belum diumumkan secara resmi.
Temuan Tim KJI terkait Siti Romlah dan Tony menurut Wana juga semakin memperkuat adanya dugaan korupsi terkait pengadaan Pepper Projectile Launcher tahun 2022-2023 di Polri.
Ia menduga ada upaya untuk menutupi para penerima manfaat dari bisnis PT TMDC yang diduga memiliki relasi dengan pejabat Polri tersebut. Praktik semacam ini jamak dilakukan dalam proses-proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Ini semakin jelas dengan bukti pernyataan anak Siti Romlah. Kalau Tony masih perdebatan. Karena bisa jadi dia dibayar atau dikondisikan untuk tidak mengaku dengan sejumlah insentif," tutur Wana.
Karena itu, dia berharap tidak hanya KPK yang terlibat langsung dalam upaya pengungkapan kasus ini, tapi juga Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau LKPP juga dinilai perlu menindaklanjuti temuan tersebut.
Tim KJI telah berupaya meminta Polri untuk membuka detail dokumen terkait pengadaan Pepper Projectile Launcher tahun 2022-2023. Sekaligus menyampaikan permohonan wawancara terkait adanya dugaan korupsi dan relasi antara PT TMDC dengan pejabat Polri di balik proyek pengadaan gas air mata tersebut. Namun hingga berita ini diterbitkan, surat permohonan yang ditujukan kepada Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho itu tak kunjung dibalas.
Sementara Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko sempat membantah adanya dugaan korupsi terkait pengadaan Pepper Projectile Launcher ini.
Bantahan tersebut disampaikannya pada 3 September 2024 atau sehari setelah ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melaporkan kasus ini ke KPK.
“Kami memastikan bahwa pengadaan dilakukan sesuai prosedur yang berlaku,” kata Trunoyudo.
Sedangkan juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengakui belum mengetahui sejauh mana perkembangan kasus ini. Sebab setiap laporan atau aduan dari masyarakat yang masuk ke KPK sampai dengan tahap penyelidikan bersifat rahasia.
"Bila ingin mengetahui sudah sampai mana laporan yang masuk, pelapor bisa menghubungi sendiri ke bagian penelaah di Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat melalui bukti lapor yang sudah diberikan," kata Tessa.
----------------------------------------------------------
Tim Suara.com:
Reporter: Muhammad Yasir
Ilustrator: Ema Rohimah & Iqbal
Penyunting Awal: Erick Tanjung
Penyunting Akhir: Reza Gunadha
Prabowo juga menyebut rakyat menuntut TNI-Polri untuk memberikan pengabdian dan dedikasi setinggi-tingginya.
Rekonsiliasi jenazah merupakan salah satu fase dalam proses identifikasi korban bencana atau disaster victim identification (DVI0.
"Pangkat yang saudara sandang, bintang yang saudara sandang, bintang yang ada di pundakmu itu adalah artinya adalah penghormatan dari rakyat," ujar Prabowo.
Para petugas TNI dan Polri disebutnya harus memberikan pengabdian setinggi-tingginya kepada rakyat.
Tanpa sepatah kata, When the Past Was Around mampu menyampaikan emosi yang mendalam dan kisah yang menyentuh hati.
Lagu "Jika" ciptaan Melly Goeslaw membuka tahun 2025 dengan dinyanyikan ulang alias remake oleh Danilla Riyadi dan Hindia.
Sudah tidak ada alasan bagi pejabat untuk tidak menggunakan transportasi umum.
Presiden Prabowo instruksikan efisiensi APBN 2025 hingga Rp306,6 triliun untuk program prioritas, terutama Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ditargetkan 82,9 juta penerima.
Agra menilai penerbitan sertifikat di atas laut adalah skandal terstruktur yang melibatkan pejabat di level bawah, kementerian hingga presiden Jokowi.
Karena tidak ada kepastian penempatan, tak sedikit guru swasta yang lulus PPP akhirnya beralih profesi menjadi pengemudi ojek online hingga pedagang es teh keliling.
Jika memang Presiden berani harusnya Perpres ini diarahkan untuk menindak korporasi skala besar yang selama ini merusak lingkungan dan merugikan negara," ujar Uli.