Sensasi atau Seni? Dilema Joged Bumbung di Era Digital
Home > Detail

Sensasi atau Seni? Dilema Joged Bumbung di Era Digital

Erick Tanjung | Eviera Paramita Sandi

Senin, 30 September 2024 | 16:07 WIB

Suara.com - GERAK lincah dan ekspresif penari Joged Bumbung yang diiringi gamelan Bali selalu membuat suasana pentas menjadi meriah. Penari dengan riasan dan warna kostum yang mencolok ini memang kerap dihadirkan dalam acara kemasyarakatan atau hiburan di Pulau Dewata.

Tak jarang parade Joged Bumbung ini juga mengisi acara dari kalangan pengusaha maupun pejabat di Bali guna menampakkan ciri budaya lokal dan menjadi tayangan hiburan yang kerap viral di media sosial. Namun belakangan ini, tarian yang sejatinya berasal dari budaya adiluhung ini malah viral karena mempertontonkan aksi erotis dan cenderung porno.

Joged Bumbung sejatinya sudah dikenal sejak lama, tepatnya tarian ini muncul sejak 1946 di Kabupaten Buleleng.

Melansir jurnal 'Makna Tarian Joged Bumbung Sebagai Identitas Baru Masyarakat Suku Bali di Desa Kerta Buana, Kabupaten Kutai Kartanegara' karya Ni Luh Wilatri Puspa Dewi, seni budaya asal Bali ini dulunya dikenal sebagai tari pergaulan yang diciptakan oleh para petani untuk hiburan di kala istirahat. Tarian ini lalu pertama dipentaskan saat musim panen di Desa Lokapaksa.

Diiringi seperangkat gamelan dari bambu yang dikenal dengan sebutan ting klik, mereka mengisi waktu luang di tengah keletihan mengolah lahan sawah.

Kasus Tari Joged Bumbung yang dipentaskan tapi menampilkan unsur pornoaksi pada sebuah acara amal di Desa Les, Kabupaten Buleleng. [Facebook]
Kasus Tari Joged Bumbung yang dipentaskan tapi menampilkan unsur pornoaksi pada sebuah acara amal di Desa Les, Kabupaten Buleleng. [Facebook]

Penari utama Joged Bumbung adalah seorang wanita. Kemudian pada bagian tertentu diikuti oleh penari lain atau pengibing dari kalangan penonton (biasanya pria) yang mendapat selendang ikut menari secara bergantian.

Tari Joged Bumbung ini mulai mengalami pergeseran makna kala terjadi krisis moneter pada 1998. Saat itu, seka dan sanggar joged harus berinovasi guna mendongkrak pasar hiburan. Imbasnya, makna tari joged bumbung yang semula merupakan tari pergaulan atau persahabatan masyarakat menjadi tari erotis yang menjadi daya tarik utama penonton.

Pelecehan Seksual

Tarian ini belakangan ini ramai diperbincangkan di media sosial karena terjadi pelecehan seksual terhadap sang penari oleh seorang pria pengibing pada acara tigang sasih atau tiga bulanan pada 4 Juni 2024.

Dalam sebuah video viral tersebut, penari berkebaya merah terlihat dicium dari belakang secara spontan. Ciuman itu terlihat mengubah ekspresi penari yang mulanya tersenyum menjadi kesal. Namun karena profesionalitas, ia tetap lanjut menari.

Pada video lain tampak pula pengibing yang berniat menyawer penari dengan mulutnya yang kemudian ditolak sang penari. Setelah ditolak, pengibing itu malah tampak kesal dan mengembalikan selendang secara kasar.

Dan ternyata di TikTok @elisabrgf4, akun yang menyebarkan konten tersebut ada banyak video serupa. Dalam video lainnya tampak cuplikan Joged Bumbung serupa yang mempertontonkan adegan yang menjurus ke vulgar. Bahkan penonton dan pengibingnya ada yang masih anak-anak.

Fenomena Tari Joged Bumbung yang vulgar ini sebenarnya sudah terjadi lama. Meskipun sejumlah pengamat menyebut Joged Bumbung bukanlah Joged Jaruh (porno). Tapi nyatanya kebanyakan orang hanya tahu bahwa itu Joged Bumbung.

Parahnya lagi, konten Tari Joged di Bali dengan unsur erotis lebih ramai dibahas dibandingkan dengan Tari Joged Bumbung tanpa unsur erotis. Tak pelak, hal ini menjadi citra buruk bagi seni budaya asli Bali tersebut. Padahal tarian ini sedang diusulkan menjadi warisan budaya tak benda ke UNESCO.

Banyak pejabat dan budayawan yang resah akan hal ini hingga akhirnya Dinas Kebudayaan Provinsi Bali bersama Majelis Kebudayaan menyusun peraturan resmi hingga pakem menari yang benar supaya tidak keluar dari norma-norma yang berlaku. Baik dari gerak tari hingga tata busana.

Tak sampai di situ, aktivis, ormas dan pemerintah pun sempat berusaha menghapus situs-situs Joged Bumbung porno di internet. Kendati sampai saat ini tayangan Joged Bumbung vulgar masih banyak beredar di media sosial berbasis video.

Algoritma Medsos Jadi Penyebab

Dosen Ilmu Komunikasi dari Universitas Udayana, Ni Made Ras Amanda Gelgel berpendapat, ramainya Joget Bumbung vulgar disebabkan oleh perilaku warganet dan algoritma media sosial itu sendiri.

“Kita bisa lihat bahwa Tari Joged Bumbung ini memang lebih banyak viral yang ada unsur erotisnya, itu tidak dapat dipungkiri lagi,” kata Amanda kepada Suara.com, Jumat (27/9/2024).

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Udayana, Ni Made Ras Amanda Gelgel. [Kontri/Putu Yonata Udawananda]
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Udayana, Ni Made Ras Amanda Gelgel. [Kontri/Putu Yonata Udawananda]

Menurut Amanda, algoritma media sosial bekerja dengan melihat interaksi pengguna terhadap suatu konten. Semakin banyak ada pengguna yang menyukai, membagikan, atau berkomentar maka algoritma akan semakin memperlihatkan konten tersebut kepada lebih banyak pengguna.

Hal yang sama juga terjadi pada konten Tari Joged dengan unsur erotis. Menurut Amanda, adanya unsur erotis memang selalu menarik perhatian warganet. Sehingga algoritma menilai konten Joged Erotis mendapat banyak interaksi, terlepas dari isi kontennya.

“Sedangkan kerja algoritma media sosial tidak melihat apakah isinya positif atau negatif. Tetapi apabila konten tersebut banyak ditonton atau di-like, konten serupa akan lebih banyak naik,” tuturnya. Hal inilah yang membuat
konten tersebut cepat viral.

Amanda juga menilai jika konten Joged erotis dapat memberikan citra buruk bagi Tari Joged Bumbung di mata warganet.

“Tentu saja (memberikan citra buruk) tetapi siapa yang kemudian menyebarluaskan kan tidak jauh dari masyarakat juga,” imbuh Amanda.

Amanda menilai jika citra tersebut dapat diperbaiki jika dapat memberikan konten yang dapat ‘melawan’ konten yang memberikan citra negatif itu. Dalam hal ini, citra Tari Joged Bumbung bisa diperbaiki dengan melibatkan kreativitas untuk mengedukasi soal makna Tari Joged yang sebenarnya.

Dia mencontohkan dengan memproduksi konten dengan melibatkan budayawan atau dengan menceritakan kisah yang menarik. Konten tersebut juga harus melibatkan periset agar mengetahui bentuk yang tepat agar mendapat perhatian warganet.

“Sesuatu bisa dilawan dengan hal yang citranya positif juga,” ujarnya.

“Perbanyak misalnya budayawan yang menjelaskan apa itu joged yang sebenarnya. Diberikan kisah-kisah agar tidak ada misinformasi bahwa Joged Bumbung adalah erotis,” tuturnya.

Kontributor : Putu Yonata Udawananda


Terkait

Kampus Thailand yang Beri Gelar Honoris Causa kepada Raffi Ahmad Ada di Bekasi, Benarkah?
Senin, 30 September 2024 | 14:00 WIB

Kampus Thailand yang Beri Gelar Honoris Causa kepada Raffi Ahmad Ada di Bekasi, Benarkah?

Kantor UIPM di Indonesia sendiri terletak di Plaza Summarecon Bekasi, Marga Mulya, Bekasi Utara, Kota Bekasi.

Singgung Kematian Eril untuk Cari Simpati, Ridwan Kamil ke Denis Malhotra: Fitnah Tak Bisa Kami Terima
Senin, 30 September 2024 | 08:54 WIB

Singgung Kematian Eril untuk Cari Simpati, Ridwan Kamil ke Denis Malhotra: Fitnah Tak Bisa Kami Terima

Denis justru menyinggung rencana dari sosok yang akrab disapa Kang Eemil itu sembari menyinggung kematian Eril.

Momen Haru Pria Bertemu Sang Ibu Usai 16 Tahun Berpisah
Senin, 30 September 2024 | 07:15 WIB

Momen Haru Pria Bertemu Sang Ibu Usai 16 Tahun Berpisah

Video viral pria bertemu sang ibu setelah 16 tahun berpisah itu dibagikan dalam unggahan akun TikTok @duniapunyacerita_.

Terbaru
Review Final Destination: Bloodlines, Penantian 14 Tahun yang Worth It
nonfiksi

Review Final Destination: Bloodlines, Penantian 14 Tahun yang Worth It

Sabtu, 17 Mei 2025 | 07:20 WIB

Sebagai film keenam dalam seri Final Destination, Bloodlines menempuh jalur yang cukup berani.

Sekda DKI Dilaporkan Dugaan Angkat Keluarga Jadi Pejabat, Kenapa Pasal Nepotisme Jarang Ditegakkan? polemik

Sekda DKI Dilaporkan Dugaan Angkat Keluarga Jadi Pejabat, Kenapa Pasal Nepotisme Jarang Ditegakkan?

Jum'at, 16 Mei 2025 | 15:44 WIB

Kasus nepotisme jamak ditemui di Indonesia, tapi hampir tak pernah masuk dalam proses penyidikan

Jemaah Tercecer di Tanah Suci: Masalah Baru di Balik Sistem Multisyarikah? polemik

Jemaah Tercecer di Tanah Suci: Masalah Baru di Balik Sistem Multisyarikah?

Jum'at, 16 Mei 2025 | 09:46 WIB

Salah satunya dengan melakukan identifikasi berbasis data terkait jemaah terdampak.

Solusi Ajaib Pemerintah, Anak Keracunan MBG Tapi Wacananya Malah Dibuatkan Asuransi polemik

Solusi Ajaib Pemerintah, Anak Keracunan MBG Tapi Wacananya Malah Dibuatkan Asuransi

Kamis, 15 Mei 2025 | 15:18 WIB

BGN mewacanakan asuransi bagi penerima program MBG usai kasus keracunan. Kritik bermunculan menilai asuransi penerima manfaat MBG beban anggaran.

Negara Boncos, Apakah Legalisasi Judi Kasino Bisa jadi Solusi? polemik

Negara Boncos, Apakah Legalisasi Judi Kasino Bisa jadi Solusi?

Kamis, 15 Mei 2025 | 09:04 WIB

Galih mencontohkan langkah Uni Emirat Arab yang berencana membangun kasino, meski negara tersebut berbasis Islam.

Wacana Dokter Umum Dilatih Operasi Caesar: Solusi Krisis Dokter Spesialis atau Ancaman Bahaya Baru? polemik

Wacana Dokter Umum Dilatih Operasi Caesar: Solusi Krisis Dokter Spesialis atau Ancaman Bahaya Baru?

Rabu, 14 Mei 2025 | 15:34 WIB

Menurutnya, pelatihan ini bisa menjadi solusi atas minimnya dokter spesialis kandungan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Ledakan Amunisi Milik TNI: Mengapa Kasus Terus Berulang? polemik

Ledakan Amunisi Milik TNI: Mengapa Kasus Terus Berulang?

Rabu, 14 Mei 2025 | 13:57 WIB

Sebanyak 13 orang tewas, sembilan warga sipil dan empat anggota TNI.