Suara.com - GERAK lincah dan ekspresif penari Joged Bumbung yang diiringi gamelan Bali selalu membuat suasana pentas menjadi meriah. Penari dengan riasan dan warna kostum yang mencolok ini memang kerap dihadirkan dalam acara kemasyarakatan atau hiburan di Pulau Dewata.
Tak jarang parade Joged Bumbung ini juga mengisi acara dari kalangan pengusaha maupun pejabat di Bali guna menampakkan ciri budaya lokal dan menjadi tayangan hiburan yang kerap viral di media sosial. Namun belakangan ini, tarian yang sejatinya berasal dari budaya adiluhung ini malah viral karena mempertontonkan aksi erotis dan cenderung porno.
Joged Bumbung sejatinya sudah dikenal sejak lama, tepatnya tarian ini muncul sejak 1946 di Kabupaten Buleleng.
Melansir jurnal 'Makna Tarian Joged Bumbung Sebagai Identitas Baru Masyarakat Suku Bali di Desa Kerta Buana, Kabupaten Kutai Kartanegara' karya Ni Luh Wilatri Puspa Dewi, seni budaya asal Bali ini dulunya dikenal sebagai tari pergaulan yang diciptakan oleh para petani untuk hiburan di kala istirahat. Tarian ini lalu pertama dipentaskan saat musim panen di Desa Lokapaksa.
Diiringi seperangkat gamelan dari bambu yang dikenal dengan sebutan ting klik, mereka mengisi waktu luang di tengah keletihan mengolah lahan sawah.
Penari utama Joged Bumbung adalah seorang wanita. Kemudian pada bagian tertentu diikuti oleh penari lain atau pengibing dari kalangan penonton (biasanya pria) yang mendapat selendang ikut menari secara bergantian.
Tari Joged Bumbung ini mulai mengalami pergeseran makna kala terjadi krisis moneter pada 1998. Saat itu, seka dan sanggar joged harus berinovasi guna mendongkrak pasar hiburan. Imbasnya, makna tari joged bumbung yang semula merupakan tari pergaulan atau persahabatan masyarakat menjadi tari erotis yang menjadi daya tarik utama penonton.
Pelecehan Seksual
Tarian ini belakangan ini ramai diperbincangkan di media sosial karena terjadi pelecehan seksual terhadap sang penari oleh seorang pria pengibing pada acara tigang sasih atau tiga bulanan pada 4 Juni 2024.
Dalam sebuah video viral tersebut, penari berkebaya merah terlihat dicium dari belakang secara spontan. Ciuman itu terlihat mengubah ekspresi penari yang mulanya tersenyum menjadi kesal. Namun karena profesionalitas, ia tetap lanjut menari.
Pada video lain tampak pula pengibing yang berniat menyawer penari dengan mulutnya yang kemudian ditolak sang penari. Setelah ditolak, pengibing itu malah tampak kesal dan mengembalikan selendang secara kasar.
Dan ternyata di TikTok @elisabrgf4, akun yang menyebarkan konten tersebut ada banyak video serupa. Dalam video lainnya tampak cuplikan Joged Bumbung serupa yang mempertontonkan adegan yang menjurus ke vulgar. Bahkan penonton dan pengibingnya ada yang masih anak-anak.
Fenomena Tari Joged Bumbung yang vulgar ini sebenarnya sudah terjadi lama. Meskipun sejumlah pengamat menyebut Joged Bumbung bukanlah Joged Jaruh (porno). Tapi nyatanya kebanyakan orang hanya tahu bahwa itu Joged Bumbung.
Parahnya lagi, konten Tari Joged di Bali dengan unsur erotis lebih ramai dibahas dibandingkan dengan Tari Joged Bumbung tanpa unsur erotis. Tak pelak, hal ini menjadi citra buruk bagi seni budaya asli Bali tersebut. Padahal tarian ini sedang diusulkan menjadi warisan budaya tak benda ke UNESCO.
Banyak pejabat dan budayawan yang resah akan hal ini hingga akhirnya Dinas Kebudayaan Provinsi Bali bersama Majelis Kebudayaan menyusun peraturan resmi hingga pakem menari yang benar supaya tidak keluar dari norma-norma yang berlaku. Baik dari gerak tari hingga tata busana.
Tak sampai di situ, aktivis, ormas dan pemerintah pun sempat berusaha menghapus situs-situs Joged Bumbung porno di internet. Kendati sampai saat ini tayangan Joged Bumbung vulgar masih banyak beredar di media sosial berbasis video.
Algoritma Medsos Jadi Penyebab
Dosen Ilmu Komunikasi dari Universitas Udayana, Ni Made Ras Amanda Gelgel berpendapat, ramainya Joget Bumbung vulgar disebabkan oleh perilaku warganet dan algoritma media sosial itu sendiri.
“Kita bisa lihat bahwa Tari Joged Bumbung ini memang lebih banyak viral yang ada unsur erotisnya, itu tidak dapat dipungkiri lagi,” kata Amanda kepada Suara.com, Jumat (27/9/2024).
Menurut Amanda, algoritma media sosial bekerja dengan melihat interaksi pengguna terhadap suatu konten. Semakin banyak ada pengguna yang menyukai, membagikan, atau berkomentar maka algoritma akan semakin memperlihatkan konten tersebut kepada lebih banyak pengguna.
Hal yang sama juga terjadi pada konten Tari Joged dengan unsur erotis. Menurut Amanda, adanya unsur erotis memang selalu menarik perhatian warganet. Sehingga algoritma menilai konten Joged Erotis mendapat banyak interaksi, terlepas dari isi kontennya.
“Sedangkan kerja algoritma media sosial tidak melihat apakah isinya positif atau negatif. Tetapi apabila konten tersebut banyak ditonton atau di-like, konten serupa akan lebih banyak naik,” tuturnya. Hal inilah yang membuat
konten tersebut cepat viral.
Amanda juga menilai jika konten Joged erotis dapat memberikan citra buruk bagi Tari Joged Bumbung di mata warganet.
“Tentu saja (memberikan citra buruk) tetapi siapa yang kemudian menyebarluaskan kan tidak jauh dari masyarakat juga,” imbuh Amanda.
Amanda menilai jika citra tersebut dapat diperbaiki jika dapat memberikan konten yang dapat ‘melawan’ konten yang memberikan citra negatif itu. Dalam hal ini, citra Tari Joged Bumbung bisa diperbaiki dengan melibatkan kreativitas untuk mengedukasi soal makna Tari Joged yang sebenarnya.
Dia mencontohkan dengan memproduksi konten dengan melibatkan budayawan atau dengan menceritakan kisah yang menarik. Konten tersebut juga harus melibatkan periset agar mengetahui bentuk yang tepat agar mendapat perhatian warganet.
“Sesuatu bisa dilawan dengan hal yang citranya positif juga,” ujarnya.
“Perbanyak misalnya budayawan yang menjelaskan apa itu joged yang sebenarnya. Diberikan kisah-kisah agar tidak ada misinformasi bahwa Joged Bumbung adalah erotis,” tuturnya.
Kontributor : Putu Yonata Udawananda
"Kalau misalkan ada dana lebih atau emang duitnya nggak kepakai, ya gua mengalokasikan untuk investasi," ujar Sonia.
Dosen Unhas diskors 2 semester usai lecehkan mahasiswi bimbingan skripsi. Korban trauma, Satgas PPKS dinilai tak berpihak, bukti CCTV ungkap kebenaran.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti berencana dalam beberapa kesempatan menyampaikan rencana penggantian kurikulum Merdeka.
Bahkan sebagian dari kalangan ibu rumah tangga mengalihkan belanja kebutuhan pokok mereka, dari yang biasa beli ayam potong kini diganti beli tahu atau tempe.
Tragedi itu tak hanya merenggut nyawa Raden. Sebanyak 13 warga lainnya menjadi korban, beberapa menderita luka berat hingga harus dirawat intensif di rumah sakit.
Orang yang kecanduan judi online seperti halnya orang dengan kecanduan narkotika.
Kericuhan yang telah terjadi bukan sekadar permasalahan hukum an sich maupun problem sosial-kemasyarakatan belaka, tapi dampak buruk dari penetapan PIK 2 sebagai PSN.