Suara.com - Putra Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Kaesang Pangarep kembali menjadi sorotan, setelah dirinya mengenakan rompi bertuliskan “Putra Mulyono”. Pakaian itu digunakan ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut saat blusukan di Kabupaten Tangerang, Banten pada Selasa (24/9/2024).
Berdasarkan foto yang beredar, kalimat 'Putra Mulyono' dituliskan dengan warna merah muda di bagian belakang rompi hitam yang dikenakan Kaesang. Di atas tulisannya terdapat siluet yang mirip sosok Jokowi dalam posisi duduk.
Sontak rompi yang digunakan Kaesang menarik perhatian masyarakat di media sosial, mengingat nama 'Mulyono' digunakan untuk mengkritik keluarga Jokowi di tengah isu dinasti politik.
Nama 'Mulyono' khususnya digunakan untuk mengkritik Kaesang atas dugaan gratifikasi yang menyeret namanya. Kaesang diduga mendapatkan fasilitas jet bersama sang istri saat bepergian ke Amerika Serikat dari seorang pengusaha asal Singapura.
Nama Mulyono merujuk kepada Jokowi. Pada sebuah wawancara Jokowi mengakui, namanya waktu kecil adalah “Mulyono”, tapi karena sakit-sakitan berganti menjadi Joko Widodo. Narasi yang beredar di media sosial, “Mulyono” digunakan agar Jokowi segera lengser dari jabatannya. Mengingat pernyataan Jokowi yang menganggap nama Mulyono adalah sebuah kesialan.
Mengakomodir kritikan ke bentuk tulisan di pakaian, sebenarnya bukan kali pertama dilakukan oleh anak-anak Jokowi. Gibran Rakabuming Raka juga pernah menggunakan jaket bertuliskan “Samsul” pada masa kampanye pemilihan presiden 2024 lalu.
“Samsul” adalah kependekan dari asam sulfat. Nama “Samsul” menjadi olok-olokan yang ditujukan kepada Gibran, karena pernyatannya menyebut asam sulfat salah satu jenis nutrisi yang dibutuhkan oleh ibu hamil, padahal yang benar adalah asam folat.
Kaesang juga pernah memproduksi kaos dan topi bertuliskan 'Kolektor Kecebong.' Kecebong merujuk kepada Jokowi, yang diketahui memiliki hobi memelihara kodok. Pada pilpres 2019, sebutan “cebong” digunakan untuk menyerang kelompok pendukung Jokowi di media sosial.
Tak hanya dalam bentuk pakaian, kata atau kalimat kritikan yang ditujukan kepada Jokowi dan keluarganya juga diakomodir dalam bentuk konten di media sosial Kaesang dan Gibran seperti meme dan video.
Upaya Kembalikan Muka
Melihat pola keluarga Jokowi menghadapi kritik, lantas menjadi pertanyataan pesan apa yang sebenarnya yang ingin mereka sampaikan? Khususnya Kaesang yang sedang diterpa perkara dugaan gratifikasi.
Pengamat komunikasi politik Universitas Diponegoro Triyono Lukmantoro menyebut cara yang digunakan Kaesang adalah bagian dari komunikasi politik. Menurutnya, teknik tersebut digunakan Kaesang untuk kembali ke panggung politik, setelah diterpa kasus dugaan gratifikasi.
"Kaesang menurut saya, ini sudah mencoba untuk kembali ke dunia politik. Dan dia, tanpa harus misalnya terlalu kehilangan muka atau terlalu dipermalukan," kata Triyono kepada Suara.com, Kamis (26/9/2024).
Kaesang sebagaimana diketahui menjadi samsak kritikan di media sosial. Buntut pesawat jet pribadi yang dia gunakan bersama istrinya, Erina Gudono ke Amerika Serikat. Tak hanya itu aktivitas mereka selama di negeri Paman Sam tak luput dari kritikan pengguna media sosial, seperti Erina yang mengunggah foto kue seharga Rp 400 ribu, dan berbelanja perlengkapan bayi di salah satu toko yang tergolong mewah.
Seperti menyiram bensin ke dalam api, gaya hidup mewah yang ditampilkan Kaesang dan Erina terjadi di tengah upaya DPR menganulir putusan MK, salah satunya batas usia calon gubernur dan wakil gubernur lewat revisi Undang-Undang Pilkada. Narasi di publik, upaya revisi itu disebut-sebut untuk tetap meloloskan Kaesang sebagai calon wakil gubernur di Jawa Tengah.
Belakangan Kaesang juga dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan gratifikasi karena statusnya sebagai anak presiden dan adik dari mantan Wali Kota Solo, sekaligus wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Atas sejumlah rangkaian tersebut, Kaesang disebut Triyono dalam keadaan tersudut. Karena situasi tersebut tidak menguntungkannya sebagai ketua umum partai politik. Alhasil, alih-alih melawan kritikan publik, Kaesang memilih mengikuti arus, yakni mengakomodir kritikan dari publik lewat rompi yang dikenakannya bertuliskan 'Putra Mulyono.'
"Kalau selama ini mereka hanya diam saja, pasti akan dianggap benar semua opini publik tadi. Tapi yang terjadi adalah mereka tidak melakukan pembalasan, mereka tidak bersikap difensif atau bertahan, mereka juga katakanlah tidak pasif, tapi dengan cara antara pasif dan aktif," jelasnya.
Triyono menganologikan sikap yang ditunjukkan Kaesang seperti dalam sebuah pertandingan tinju. Untuk meredam serangan lawan yang datang bertubi-tubi, salah satunya cara menghindar dengan merangkul lawan di atas ring.
"Kalau sudah merangkul, maka otomatis petinju yang tadi menghajar dia tidak bisa menghajar lagi," ujarnya.
Pada posisi ini, Kaesang mengembalikan penilaian terhadapnya sebagai ketua umum partai dan anak Jokowi kepada publik.Meskipun di media sosial publik merespons dengan sentimen negatif seperti komentar yang menyebut Kaesang tak tahu malu.
"Jadi setidaknya ini adalah untuk mengurangi kecanggungan, kekakuan, rasa tidak nyaman, rasa tidak enak. Karena sorotannya luar biasa. Walaupun kita bisa berdebat apakah itu benar atau tidak," ujar Triyono.
Melawan Sebelum Diserang
Dosen Desain Produk Mode Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta (FSR IKJ) Adlien Fadlia menelisik makna dari tulisan dan warna yang digunakan dalam tulisan 'Putra Mulyono' di rompi hitam yang dikenakan Kaesang.
Menurutnya warna merah jambu yang mencolok pada tulisan “Putra Mulyono” ingin menunjukkan dirinya sebagai putra Presiden Jokowi dalam situasi yang terpojok atau terzalimi.
"Sikap provokasi dan sarkastik dimunculkan untuk memberikan pesan kepada masyarakat bahwa yang datang ini adalah sosok anak yang terdzolimi dan teraniaya," kata Adlien kepada Suara.com.
Dengan begitu, publik yang mungkin akan melabrak Gibran saat kunjungannya ke Kabupaten Tangerang bisa jadi mengurungkan niatnya. Dapat diartikan Kaesang dalam keadaan melawan sebelum mendapatkan serangan.
"Ini merupakan senjata untuk menembak langsung pikiran agar tidak terarah ke sana. Membungkam mulut orang, supaya tak jadi berkomentar," pungkasnya.
Invited Behavior
Pola-pola komunikasi politik yang ditunjukan keluarga Jokowi sebenarnya bukan suatu hal yang baru. Untuk menjelaskan, dalam ilmu psikologi politik tedapat istilah yang disebut invited behavior atau dalam bahasa Indonesia perilaku yang mengundang.
Associate Professor of Political Science at Queens College New York, Michael Alan Krasner dalam artikelnya 'The New American Electoral Politics' yang dipublikasi dalam buku 'The Psychology of Political Communicator' (Ofer Feldman dan Sonja Zmerli;2019) menjelaskan, invited behavior mengacu pada proses ketika pemimpin politik mengeksploitasi norma-norma sosial yang ada untuk mendapatkan dukungan.
"Contohnya termasuk isyarat tepuk tangan dalam pidato dan (dalam politik Amerika) menceritakan lelucon (mengundang tawa), mengulurkan tangan (mengundang jabat tangan) atau kedua tangan untuk menggendong bayi (mengundang kepercayaan), atau mengakui pelanggaran (mengundang pengampunan)," tulis Krasner yang dikutip Suara.com.
Dalam artikelnya, Krasner mencontohkan gaya komunikasi politik yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat John F Kennedy. Kennedy pernah diterpa isu yang menyebut kemenangannya sebagai presiden karena ayahnya membeli suara pada Pemilu.
Menanggapi isu itu, pada kesempatannya di atas panggung tahun 1958, Kennedy berpura-pura membacakan telegram dari ayahnya yang berbunyi, 'Jack sayang, jangan membeli satu suara pun lebih dari yang diperlukan. Saya akan terkutuk jika saya harus membayar untuk tanah longsor.'
Pesan yang disampaikannya itu mendapatkan sambutan tepuk tangan gelak tawa dari audiens yang hadir, begitu juga para jurnalis yang menyaksikannya.
"Alih-alih menjadi anak manja dan tidak layak dari seorang oligarki ambisius, Kennedy mengubah dirinya menjadi pemimpin yang mampu mengatasi ancaman dengan menunjukkan keanggunannya di bawah tekanan," sebut Krasner.
Dari penjelasan Krasner, terdapat kemiripan yang dilakukan Kennedy dengan Kaesang. Kennedy menanggapi isu atau kritikan terhadapnya dengan menjadikannya sebagai lelucon.
Sementara Kaesang mengekpolitasi nilai-nilai ketidakpatutan yang ditujukan kepadanya dalam bentuk tulisan di rompinya berbunyi 'Putra Mulyono.' Ketidakpatutan itu seperti dirinya yang diduga melakukan gratifikasi, dan disebut sebagai bagian dari upaya dinasti politik yang sedang dibangun oleh Jokowi di akhir masa jabatannya.
Jumlah kelas menengah tersebut menurun drastis bila dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 57,33 juta orang atau setara 21,45 persen dari total penduduk.
Setelah dua bulan 'melenggang bebas', anak pemilik toko roti di Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur itu akhirnya ditangkap atas kasus penganiayaan.
Tak berhenti sampai cerita penganiayaan, netizen pun mengorek latar belakang Lady Aurellia.
Pilkada yang dipilih lewat DPRD, menurut Hamzah merupakan langkah mundur demokrasi.
"Kalau pengadilan tidak bisa memberikan efek jera terhadap para pemilik lembaga pendidikan itu, saya khawatir ini akan terus berulang terjadi," ujar Lia.
Ketika Prabowo menjabat Menhan, beberapa prajurit TNI eks Tim Mawar mendapat posisi strategis
Ide ini dilontarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra.