Dari Surga Menjadi Perkara: Sisi Gelap Booming Pariwisata Bali

Dari Surga Menjadi Perkara: Sisi Gelap Booming Pariwisata Bali


Suara.com - Bali sudah lama terkenal sebagai daerah pariwisata di Indonesia. Pulau dengan luas 5,780 km persegi ini menjadi surga bagi wisatawan baik domestik maupun internasional. Salah satu tempat yang menjadi daya tarik wisawatan adalah kawasan Bali Selatan.

Sejak dulu, kawasan Bali Selatan menjadi magnet para warga negara asing (WNA) untuk menghabiskan waktu dan uangnya saat berlibur ke Pulau Dewata. Banjirnya turis asing ini justru menimbulkan masalah tersendiri. 

Pasalnya, wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut kini membuat peradaban sendiri seperti adanya kampung Rusia, New Mokswa di daerah Canggu, yang mendapat sorotan tajam dari masyarakat.

Ramainya bule asal Rusia terjadi sejak bergulirnya perang antara Rusia dan Ukraina. Data Dinas Pariwisata Bali pada tahun 2023 lalu mencatat sebanyak 22.104 warga negara Rusia datang ke Bali. Jumlah ini menjadikan turis Rusia terbanyak kedua setelah Australia yang berkunjung ke Bali.

Bali memang gencar mempromosikan pariwisatanya hingga ke luar negeri, terutama pascapandemi Covid-19. Pemerintah Indonesia membuka pintu selebar-lebarnya dengan memperbanyak negara masuk dalam daftar Visa On Arrival (VOA) yang membuat turis dari berbagai negara lebih mudah masuk ke Pulau Dewata.

Namun, hal ini malah jadi pisau bermata dua. Bali memang dikunjungi banyak turis namun turis yang datang tak semuanya berkualitas hingga Bali kini banyak disebut dijual terlalu murah. Disebut murah karena selain biaya hidup relatif rendah, juga karena mudahnya para bule berinvestasi di Bali.

Warga Negara Asing di Pantai Sanur, Denpasar, Bali. [Suara.com/Eviera Paramita Sandi]
Warga Negara Asing di Pantai Karang, Denpasar, Bali. [Suara.com/Eviera Paramita Sandi]

Berdasarkan data Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali selama Januari hingga  Agustus 2024, sebanyak 157 WNA dideportasi dari Bali yang tersebar di tiga kantor Imigrasi yakni Singaraja, Ngurah Rai dan Denpasar.

Sementara 194 WNA lainnya menunggu dideportasi sehingga masih mendekam di Rudenim Denpasar. Penyebab mereka dideportasi yakni menyalahgunakan izin tinggal, melewati izin tinggal dan terjerat kasus kriminal.

Masyarakat resah melihat perilaku para turis mancanegara yang melanggar hukum maupun melanggar adat istiadat di Bali.

Contohnya beberapa waktu lalu ditemukan adanya laboratoruium narkoba di Bali yang dijalankan turis Ukraina dan Rusia di Canggu.

Lalu ada praktik prostisusi di hotel oleh WNA, bisnis persewaan motor dan mobil, persewaan villa, membuat ritual aneh, hingga berlaku kriminal di jalanan seperti ugal-ugalan, merampas mobil taksi online hingga merusak adat di Bali dengan memanjat tugu pelinggih milik warga dan masih banyak lagi.

Bali seolah menjelma menjadi tempat berbisnis yang terkesan bebas dan tak terarah bagi wisatawan. Dalam kasus prostitusi WNA misalnya, seorang perempuan asal Rusia, berinisial AA (32) dideportasi dari Indonesia ke negaranya. AA menyalahgunakan izin tinggal keimigrasian, dengan bekerja menjajakan diri sebagai pekerja seks komersial (PSK).

Menurut keterangan Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gede Dudy Duwita, WNA itu datang menggunakan visa bisnis dan memperpajangnya menggunakan izin investor.

“Yang bersangkutan pertama kali tiba di Indonesia pada tanggal 23 Desember 2020 menggunakan visa bisnis. Lalu memperpanjang masa tinggalnya dengan visa Izin Tinggal Terbatas (ITAS) berstatus investor hingga 2025," ujar Dudy, Jumat (6/9/2024).

Ia menggunakan modus berlibur sambil bekerja sebagai manajer di sebuah toko online kosmetik. Ia pun mendapatkan gaji dengan mata uang Rusia. Namun ternyata dia terlibat dalam aktivitas prostitusi di sebuah vila, kawasan Seminyak, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, bersama seorang WNA lainnya. Penghasilannya mencapai Rp15-20 juta meski tak menentu.

Kasus berikutnya, seorang WNA Rusia bernama Mikhail Kabulov ditangkap warga pada (2/9/2024) di Blahbatuh, Gianyar, karena hendak merampas mobil taksi online di siang bolong. Belakangan ia dinyatakan seorang yang mengalami depresi.

"Dia sudah masuk ke Indonesia pada Mei 2023, berarti sudah cukup lama di Bali. Kami masih selidiki juga ini," kata Kasat Reskrim Polres Gianyar AKP M Gananta.

Kepala Kantor Imigrasi (Kakanim) Kelas I TPI Denpasar Ridha Sah Putra mengungkapkan Kabulov mengantongi Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas) Investor. Kitas Investor milik Kabulov berlaku hingga 2025. Ia disebut mengajukan izin usaha dengan klasifikasi rendah di Bali kendati tak dijelaskan secara spesifik jenis usaha yang dijalankan bule Rusia itu.

"Kami belum cek. Cuma di klasifikasinya itu (jenis usaha Kabulov) kategori rendah, tapi tidak UMKM," ujar Ridha.

Penegakan Hukum Amburadul

Menurut Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, Bali, Prof Dr Drs I Putu Anom, B.Sc, Mpar ulah wisatawan asing yang meresahkan di Bali ini akibat penegakan hukum di Bali yang amburadul.

“Penegakan hukum ini yang tidak beres di Bali ini. Amburadul ini. Wisatawan sebenarnya tidak boleh berbisnis apalagi kalau visanya turis. Inilah yang terjadi. Yang kedua, banyak yang bekalnya hampir habis dan akhirnya overstay,” ujarnya kepada Suara.com, Selasa (10/9/2024).

Inilah yang menjadi celah para turis luar negeri bisa berbisnis illegal di Bali. Keadaan ini berulang, hingga akhirnya bisnis-bisnis di sektor UMKM yang seharusnya dikerjakan warga lokal malah ikut dimainkan oleh WNA. Apalagi keberadaan WNA tersebut di Bali semakin sulit terdeteksi karena mereka membaur dengan warga lokal.

Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, Bali, Prof Dr Drs I Putu Anom, B.Sc, Mpar. [ISTIMEWA]
Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, Bali, Prof Dr Drs I Putu Anom, B.Sc, Mpar. [ISTIMEWA]

Padahal menurutnya, jika dirunut dari kedatangan wisatawan asing di bandara, datanya sudah terekam.

“Zaman digital sekarang ini kan seharusnya visa sudah terekam saat check in, pada waktu di bandara seharusnya imigrasi sudah punya data kapan datang dan berakhir. Itupun bisa di-connect ke akomodasi. Pemilik hotel juga harus tahu itu. Namun mereka ini kadang ada juga yang tinggal di vila ilegal atau rumah penduduk akhirnya tidak ada yang mengontrol itu,” katanya.

“Itulah kelemahan pemerintah desa kami juga seperti itu, adat dan dinas ini kurang kontrol, agak lemah kita. Makanya sampai ada pabrik narkoba, itukan tidak ada yang tahu dulu,” tambahnya lagi.

Bila ditarik ke masa lampau, masyarakat Bali dengan keramahtamahannya memang selalu membuat wisatawan nyaman untuk tinggal berbaur bersama warga lokal. Namun semakin ke sini, banyak warga lokal resah akan kelakukan wisatawan yang sebenarnya adalah oknum nakal.

“Kami memang mengembangkan pariwisata budaya namun jangan sampai jadi pariwisata buaya,” terangnya.

Persaingan Merusak Bali

Anom menyebut ini adalah dampak dari media sosial. Dimana masyarakat atau warganet turut mengawasi keberadaan wisman ini dan menjadikannya bisa dilihat oleh publik sehingga terkesan marak. Namun menurutnya ada yang sengaja dilakukan untuk melecehkan budaya Bali dan budaya Hindu.

“Ada yang viral seperti kencing atau telanjang di gunung. Di media sosial ada yang sengaja begitu. Zaman media sosial sekarang, kalau dulu kan tidak ketahuan. Sekarang apapun pergerakannya sedikit pun ketahuan,” ujarnya. 

Menurutnya juga, saat ini sebenarnya masyarakat lokal sudah sangat terganggu oleh ulah negatif turis-turis ini. Banyak turis yang stres di Bali dan ada kecurigaan memang sengaja berbuat ulah karena ingin merusak Bali.

“Bali ini sering mendapat the best tourist destination di dunia. Ini kan bisa saja persaingan begitu. Ini bukan saja pesaing destinasi di Indonesia tapi juga di dunia. Saya pikir ini sengaja untuk dirusak itu. Makanya perlu pengawasan dan regulasi yang ketat,” katanya.

Menurut Anom, penanganan dari pemerintah lambat dari segi wisatawan dan banyak masalah lain. Belum lagi masalah Pembangunan sarana, ada kelemahan dalam segi perizinan hingga banyak yang melanggar.

“Karena sekarang perizinan bukan mencari izin lingkungan atau tetangga seperti itu. Tapi izinnya bisa online, tahu-tahu dapat dan langsung membangun. Nah kalau sudah dapat mau diapakan lagi," ucapnya.

Anom meyakini bahwa Bali yang notabene pulau kecil ini masih bergantung kepada sektor pariwisata hingga puluhan bahkan mungkin 100 tahun ke depan.

“Bagi kami, kami spesialnya di situ (pariwisata) kami tidak punya sumber daya alam lain seperti pulau lain. Hanya ada pariwisata dan kerajinan yang industri kecil, pertanian juga tidak begitu luas karena luas Bali hanya 5 ribu 7 ratus kilometer persegi yang sama dengan luas kabupaten di wilayah lain. Hasil tambang juga tidak ada,” jelasnya.

Dengan pariwisata yang sudah sejak dulu dijalankan, bidang ini diandalkan untuk dapat menyerap hasil pertanian dan lainnya. Oleh sebab itu kuncinya Bali harus memperbaiki kualitas pariwisata dan pengawasan ketat terhadap wisatawan yang masuk ke Bali termasuk ke wilayah Indonesia.