Suara.com - Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 di Lampung mendapat sorotan tajam dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Salah satu hal yang mendapat tinta tebal dari lembaga penegak HAM ini adalah terjaminnya hak konstitusional kelompok rentan di wilayah Register 45 Mesuji.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayat menyebut warga yang menetap di Kawasan hutan register di Mesuji termasuk dalam kelompok rentan pada Pilkada 2024.
“Mereka termasuk sebagai penduduk rentan kehilangan hak pilihnya karena statusnya yang tidak diakui oleh pemerintah setempat,” ujar Anis Hidayah saat menggelar konferensi pers di Lampung, pada Jumat (6/9/2024).
Hingga saat ini kata Anis, belum ada solusi dari Pemerintah Kabupaten Mesuji dan penyelenggara pemilu untuk memfasilitasi pemilih yang tinggal di Kawasan hutan register.
Ia memberikan contoh mengenai tidak adanya tempat pemungutan suara (TPS) di daerah register dan tidak terpenuhinya hak informasi bagi warga register mengenai Pilkada 2024.
Syahrul Sidin, warga Desa Moromoro, Register 45, mengamini apa yang dikemukakan Komnas HAM. Menurut dia, warga desanya tidak mendapat informasi apapun mengenai Pilkada 2024 ini.
Misal kata dia mengenai daftar pemilih tetap (DPT). Syahrul mengatakan, pihak penyelenggara pemilu tidak pernah memberikan informasi apapun mengenai pendataan pemilih.
“Kita inisiatif sendiri mengecek nama kita ada tidak di DPT online,” ujar pria yang juga Ketua Persatuan Petani Moromoro Way Serdang (PPMWS) ini.
Tidak didatanya warga Moromoro terkait dengan status mereka yang selama ini dianggap ilegal oleh pemerintah karena menempati kawasan hutan register. Pemerintah daerah tidak mau mengeluarkan dokumen kependudukan bagi warga register.
Walau begitu, Syahrul mengaku dirinya dan warga Moro-moro yang memenuhi syarat sebagai pemilih sudah terdaftar di DPT Pilkada 2024. Hanya saja, alamat yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP) elektronik mereka bukan di Register 45.
Syahrul mengatakan, mereka memiliki KTP elektronik dengan alamat ‘menumpang’ di desa induk yang resmi tercatat di pemerintah. Sehingga untuk mencoblos, mereka harus pergi ke desa induk di luar Register 45 yang jaraknya sangat jauh. Untuk itu Syahrul berharap KPU memfasilitasi TPS di desanya.
Ketua KPU Mesuji, Ali Yasir, mengatakan, pihaknya melakukan pendataan mata pilih berdasarkan KTP elektronik yang bersumber dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Sehingga bagi warga Register 45 yang mempunyai KTP elektronik Mesuji, Ali memastikan akan masuk dalam DPT.
Namun menurutnya, ada juga sebagian warga Register 45 yang memiliki KTP elektronik di luar wilayah Mesuji sehingga tidak dilakukan pendataan.
“Bagi warga register yang tidak punya KTP elektronik Kabupaten Mesuji sampai saat ini kami belum ada aturan terbaru untuk melakukan pendataan,” ujar Ali Yasir kepada Suara.com, Sabtu (8/9/2024).
Ia menyarankan warga Register 45 yang tidak memiliki KTP elektronik Mesuji untuk mengecek kembali administrasi kependudukannya di daerah asalnya.
Diskriminasi
Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung (FISIP Unila) Dodi Faedlulloh menilai penyangkalan hak pilih warga Register 45 bertentangan dengan prinsip non-diskriminasi dan hak partisipasi politik yang dijamin oleh HAM.
Ia mengatakan, kelompok rentan tetap memiliki hak dasar yang harus dilindungi, termasuk hak pilih dalam Pemilu dan Pilkada.
“Jika mereka kehilangan hak pilih hanya karena dianggap tidak memiliki status kependudukan resmi, ini bisa dilihat sebagai bentuk diskriminasi struktural yang akan memperparah marginalisasi mereka,” tutur dia kepada Suara.com, Sabtu (8/9/2024).
Dodi berpendapat Komnas HAM sudah tepat menyoroti hak pilih warga Register 45 karena tindakan pemerintah yang tidak mengakui hak pilih warga ini berpotensi mengabaikan prinsip non-diskriminasi.
Menurut dia, pemerintah perlu mencari solusi yang adil dan tentunya berbasis HAM, seperti memberikan rekognisi legal kepada warga yang tinggal di Register 45 Mesuji, agar mereka dapat menjalankan hak-hak dasar mereka, termasuk hak untuk memilih.
Sekilas Tentang Register 45
Hutan Register 45 adalah hutan milik negara seluas 43.100 hektare yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan. Pemerintah lalu memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) kepada PT Silva Inhutani Lampung (PT SIL).
Awalnya hutan Register 45 adalah tanah adat milik masyarat adat Kampung Talang Batu. Lalu pada tahun 1940, masyarakat adat Kampung Talang Batu menyerahkan tanah adatnya seluas 33.500 hektare kepada Pemerintah Kolonial Belanda yang diwakili Residen Lampung saat itu Bahoesin Gelar Tuan Pesirah untuk dijadikan rimba larangan atau hutan negara.
Kemudian Residen Lampung mengeluarkan Besluit Residen Distrik Lampung No. 249 tanggal 12 April 1940 yang mensahkan tanah adat seluas 33.500 Ha menjadi kawasan hutan rimba larangan.
Setelah Proklamasi RI, kawasan hutan rimba larangan milik masyarakat adat Kampung Talang Batu itu diambil alih oleh Pemerintah RI yang kini dikenal dengan nama Hutan Produksi Sungai Buaya Register 45.
Kemudian Kementerian Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan No. 688/Kpts - I I / 1991 tanggal 7 Oktober 1991 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (SEMENTARA) kepada PT. SILVA LAMPUNG ABADI atas areal seluas +32.600 di Hutan Register 45.
PT Silva Lampung Abadi lalu membuat perusahaan patungan dengan BUMN PT Inhutani yang dinamakan PT Silva Inhutani Lampung (PT SIL).
Setelah itu Kementerian Kehutanan mengeluarkan surat keputusan No.93/Kpts - I I / 1997 tanggal 17 Februari 1997 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Atas Areal Hutan Seluas + 43.100 Ha kepada PT SIL.
Pada tahun 1989 terjadi perpindahan masal masyarakat dari beberapa daerah di sekitar seperti Provinsi Lampung, Provinsi Sumatera Selatan dan lain-lain ke dalam kawasan Hutan Register 45.
Perpindahan awal masyarakat ke hutan register 45 hanya beberapa orang saja. Di sana mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Hal ini menjadikan daya tarik masyarakat lain untuk berpindah ke hutan Register 45.
Seiring berjalan waktu daerah Register 45 ini sudah dipenuhi oleh masyarakat yang bermigrasi ke hutan tersebut.
Warga Register 45 sendiri masuk ke dalam wilayah Kecamatan Simpang pematang dan Way Serdang, Kabupaten Mesuji.
Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2020, jumlah penduduk di Register 45 sebanyak 15 ribu jiwa.
Keberadaan masyarakat di dalam Hutan Register 45 ini menimbulkan konflik agraria berkepanjangan antara warga dengan PT SIL.
Konfik berlarut-larut yang terjadi di kawasan Register 45 Mesuji sangat keras bahkan sampai memakan korban jiwa.
“Ini adalah konflik panjang dan ada beberapa catatan sejarah berdarah yang telah mengorbankan 11 jiwa 27 cacat permanen yang tercatat di seluruh wilayah Register 45 sepanjang periode konflik dari tahun 2006 hingga saat ini,” ujar Syahrul Sidin, Ketua Persatuan Petani Moro-moro Way Serdang (PPMWS).
Deddy mengungkapkan, pejabat Kemendagri itu diduga bertemu langsung pihak organisasi perangkat daerah (OPD) ketika proses PSU masih berlangsung
Ada tujuh daerah yang kembali diajukan gugatan sengketa pilkada ke MK setelah dilakukan PSU
"Terdapat sisa dana hibah sebesar Rp 448.155.462.588 yang dikembalikan sepenuhnya kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta."
"Delapan daerah, ada satu yang tadi saya sebutkan, Serang, itu masih dalam proses,"
Lucunya Liga Indonesia, cekik wasit hanya disanksi 6 bulan tapi sampaikan kritik bisa kena larangan main 1 tahun.
no na debut dibawah naungan 88rising.
Jadi bukan cuma di atas kertas saja, kata Nisa.
Menurutnya, kunci perubahan perilaku anak adalah pemahaman. Anak harus tahu kenapa suatu hal penting dilakukan.
Tiga pria berinisial S (26), I (23), dan M (25) ditangkap tanpa perlawanan.
"Kalau sampai keliru menempatkan orang di PCO, tentu presiden sendiri yang direpotkan. Nanti justru akan menjadi beban," Yusak.
Pemerintah mulai gelisah. Bukan hanya karena keresahan warga. Tapi juga karena ormas seperti ini mulai mengganggu iklim investasi.