Selasa, 1 Apr 2025
Aroma Dugaan Korupsi di Balik Kepulan Gas Air Mata Berlebihan
Home > Detail

Aroma Dugaan Korupsi di Balik Kepulan Gas Air Mata Berlebihan

Bimo Aria Fundrika | Muhammad Yasir

Selasa, 03 September 2024 | 07:10 WIB

Suara.com - Tagar #DaruratKekerasanAparat dan #PolisiBrutal menggema di jagat maya. Suara kritik dan kemarahan memenuhi lini masa. Semua bermula dari kekerasan aparat terhadap massa. 

Sejak 22 Agustus 2024, aksi demonstrasi Peringatan Darurat-Kawal Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) meletus di berbagai daerah. Massa meminta DPR mematuhi putusan MK. Tapi, aparat mereseponsnya dengan membabi buta. Polanya nyaris selalu sama. Kekerasan dan represifitas menjadi bahasa mereka.

Ratusan massa dan warga tak hanya luka-luka. Mereka juga menjadi korban penggunaan berlebih gas air mata. Aksi Reformasi Dikorupsi 2019 dan Omnibus Law 2020 adalah contoh bagaimana pola represif selalu digunakan aparat kepolisian untuk membungkam warga.

Di tengah sorotan terkait represifitas aparat kepolisian, belakangan juga muncul aroma dugaan korupsi di balik pengadaan alat pelontar gas air mata atau paper projectile launcher. 

Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama enam belas lembaga dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (RFP) melaporkan dugaan korupsi senilai Rp26,4 miliar terkait pengadaan paper projectile launcher oleh Polri pada tahun 2022 dan 2023.

Laporan dugaan korupsi ini disampaikan RFP ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (2/9/2024). Ia terdaftar dengan Nomor Informasi: 2024-A-03103.

Koordinator ICW, Agus Sunaryanto, mengungkapkan bahwa selain dugaan penggelembungan harga, RFP juga menemukan indikasi persekongkolan tender dalam pengadaan alat tersebut.

"Dugaan indikasi mark-upnya ini mencapai sekitar Rp26 miliar," kata Agus kepada Suara.com di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (2/9/2024).

Sejumlah aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menunjukan surat bukti pelaporan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (2/9/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Sejumlah aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menunjukan surat bukti pelaporan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (2/9/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Sementara Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI, Muhamad Isnur menyebut pemenang tender terkait pengadaan paper projectile launcher tahun 2022 dan 2023 ini merupakan PT TMDC. Berdasar hasil penelusuran RFP perusahaan pemasok paper projectile launcher itu diduga milik anggota Polri atau pihak yang memiliki relasi dengan pejabat Polri. 

"Karena dari Google street view yang kami dapatkan ketika kami meneliti tempat atau alamat pemenang tender di situ ada mobil berpelat polisi," jelas Isnur. 

Agus berharap KPK tidak hanya berani mengungkap kasus korupsi yang melibatkan para penyelenggara negara. Tetapi juga berani mengusut kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan aparat penegak hukum yang telah dilaporkan RFP ini.

"Korupsi yang terjadi atau melibatkan aparat penegak hukum itu justru akan merusak citra dari penegak hukum itu sendiri. Jadi harapannya KPK bisa punya keberanian dan benar-benar bisa menangani kasus ini sampai selesai," ujar Agus.

DPR Audit Polri

Ilustrasi penerimaan bintara Polri. [Ist]
Ilustrasi penerimaan bintara Polri. [Ist]

Selain meminta KPK mengusut dugaan korupsi, YLBHI juga mendesak DPR RI untuk mengaudit penggunaan gas air mata oleh kepolisian. Hasil penyelidikan YLBHI pada aksi Reformasi Dikorupsi 2019 mengungkap bahwa Polri menggunakan gas air mata yang telah kedaluwarsa.

YLBHI juga mencatat bahwa penggunaan gas air mata sudah dilarang di beberapa negara karena bisa menyebabkan kematian. Tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022, yang menewaskan 135 orang dan melukai lebih dari 500 lainnya, menjadi bukti nyata betapa berbahayanya gas air mata.

"Kita masih ingat di Kanjuruhan, kita masih ingat di Rempang dan kemarin di Semarang. Jadi dari konteks di mana ini digunakan untuk memberangus kebebasan berekspresi sangat berbahaya, dan bahkan membahayakan kesehatan dan nyawa," jelas Direktur YLBHI Muhammad Isnur kepada Suara.com, Senin (2/9/2024).

Isnur menyatakan bahwa polisi sering menggunakan gas air mata bukan hanya untuk membubarkan massa, tetapi juga untuk memburu, menangkap, dan menyiksa demonstran.

Selama aksi Peringatan Darurat-Kawal Putusan MK, lebih dari 100 orang terluka di Bandung, beberapa di antaranya harus dilarikan ke rumah sakit akibat kekerasan aparat dan penggunaan gas air mata yang berlebihan.

Di Jakarta, ratusan orang ditangkap, dengan beberapa korban mengalami patah tulang akibat penyiksaan oleh polisi dan TNI.

Di Semarang, 33 demonstran terluka, mengalami sesak napas, atau pingsan, sebagian harus dilarikan ke rumah sakit akibat kekerasan dan penggunaan gas air mata yang brutal.

"Mudah-mudahan KPK bergerak cepat dan mencegah kembali dugaan pidana-pidana korupsi ini. Kemudian DPR juga mencegah penggunaan (gas air mata secara berlebihan) ini terus-menerus berjalan," tutur Isnur. 

Senada dengan Isnur, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan atau PSHK Bugivia Maharani menilai penggunaan gas air mata secara berlebihan yang dilakukan aparat kepolisian sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan sipil.

Padahal gerakan masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya lewat aksi Reformasi Dikorupsi 2019, Omnibus Law 2020, hingga Peringatan Darurat-Kawal Putusan MK merupakan bentuk kritik yang dijamin oleh konstitusi. 

"Seharusnya DPR memiliki kewenangan untuk memberikan tindakan yang tegas kepada kepolisian, karena ini kan menggunakan keuangan rakyat dan keuangan negara," ujar Rani.

Catatan Hitam KontraS

Massa aksi yang terdiri dari mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya saat menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung KPU RI Jakarta, Jumat (23/8/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Massa aksi yang terdiri dari mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya saat menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung KPU RI Jakarta, Jumat (23/8/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS)  mencatat setidaknya ada 645 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota Polri dari Juli 2023 hingga Juni 2024. Deretan peristiwa ini mengakibatkan 759 korban luka dan 38 korban tewas.

Laporan itu dirilis bertepatan dengan Hari Bhayangkara ke-78 pada 1 Juli 2024. Dalam periode yang sama, KontraS juga mencatat 75 pelanggaran terhadap kebebasan sipil oleh Polri, termasuk 36 pembubaran paksa, 24 penangkapan sewenang-wenang, dan 20 tindakan intimidasi.

Alih-alih menjaga ketertiban, Polri kerap digunakan untuk membungkam warga yang mempertahankan ruang hidup dan haknya. Hal itu seperti diutarakan Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya.

Dimas menjelaskan, ada tiga faktor penyebabnya;  warisan budaya kekerasan Orde Baru, minimnya pengawasan dan akuntabilitas, serta ego sektoral antar lembaga penegak hukum.

Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin, menambahkan bahwa jurnalis juga menjadi korban represifitas, termasuk penggunaan gas air mata berlebihan. Dalam aksi Peringatan Darurat-Kawal Putusan MK, 11 jurnalis mengalami intimidasi dan kekerasan oleh aparat.

"LBH Pers bersama AJI Jakarta itu mencatat setidaknya ada 11 jurnalis yang menjadi korban intimidasi, kekerasan fisik, maupun ketika melakukan pendokumentasian kekerasan, teman-teman jurnalis juga terkena gas air mata," beber Ade kepada Suara.com, Senin (2/9/2024).

Senada dengan Ade, Ketua Advokasi AJI Jakarta Sonya Andomo menilai tindakan kekerasan dan penggunaan gas air mata secara berlebihan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap masyarakat sipil dan jurnalis merupakan bagian dari pelanggaran HAM berat. 

"Kita sama-sama mengecam tindakan tersebut," tegas Sonya. 

Dihubungi terpisah juru bicara KPK, Tessa Mahardika mengklaim pihaknya akan terlebih dahulu mengverifikasi aduan yang disampaikan RFP. Setelah tahap verifikasi kemudian akan dilakukan penelaahan dan pengumpulan informasi. 

"Bila dinyatakan layak untuk ditindak lanjuti, maka akan diproses ke tingkat penyelidikan. Dan bila belum layak, akan diminta pelapor untuk melengkapi lagi kekurangannya," jelas Tessa kepada Suara.com, Senin (2/9/2024).

Suara.com juga telah berupaya menghubungi Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho terkait adanya laporan ini. Namun hingga kekinian yang bersangkutan belum memberikan keterangan.


Terkait

CEK FAKTA: Benarkah Keluarga Jokowi Terlibat Korupsi Pertamina?
Minggu, 30 Maret 2025 | 18:00 WIB

CEK FAKTA: Benarkah Keluarga Jokowi Terlibat Korupsi Pertamina?

Hingga Rabu (27/03/2025) unggahan tersebut telah disukai oleh hampir 19.000 pengguna dan menuai 2.000-an komentar.

CEK FAKTA: Benarkah Ketua BAZNAS Korupsi Dana Zakat Rp 11,7 Triliun?
Minggu, 30 Maret 2025 | 15:51 WIB

CEK FAKTA: Benarkah Ketua BAZNAS Korupsi Dana Zakat Rp 11,7 Triliun?

Kabar itu beredar di media sosial (Medsos) Instagram. Yakni, akun "mus76_official".

Represi Aparat dan Hilangnya Ruang Demokrasi: Akankah Sejarah Berulang?
Sabtu, 29 Maret 2025 | 11:47 WIB

Represi Aparat dan Hilangnya Ruang Demokrasi: Akankah Sejarah Berulang?

Ketika aparat lebih sigap mengamankan kepentingan elite dibandingkan melindungi hak-hak rakyat, masihkah demokrasi bisa dikatakan sehat?

Aset Negara di Tangan yang Salah? Kontroversi di Balik Peluncuran Danantara
Sabtu, 29 Maret 2025 | 10:35 WIB

Aset Negara di Tangan yang Salah? Kontroversi di Balik Peluncuran Danantara

Penunjukan figur bermasalah di Danantara memicu perdebatan tentang komitmen pemerintah dalam tata kelola yang bersih.

Terbaru
Asa Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026: Formasi Jangan Coba-coba
polemik

Asa Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026: Formasi Jangan Coba-coba

Minggu, 30 Maret 2025 | 21:45 WIB

Harapan untuk Timnas Indonesia bisa lolos ke Piala Dunia 2026 masih ada. Patrick Kluivert diminta untuk tidak coba-coba formasi demi hasil maksimal.

Polemik Royalti Lagu, Upaya VISI dan AKSI Mencari Titik Temu polemik

Polemik Royalti Lagu, Upaya VISI dan AKSI Mencari Titik Temu

Sabtu, 29 Maret 2025 | 11:06 WIB

Apa yang menjadi tuntutan VISI dan AKSI untuk segera diselesaikan melalui Revisi UU Hak Cipta?

Femisida Intim di Balik Pembunuhan Jurnalis Juwita oleh Anggota TNI AL polemik

Femisida Intim di Balik Pembunuhan Jurnalis Juwita oleh Anggota TNI AL

Jum'at, 28 Maret 2025 | 22:56 WIB

Wajib hukuman mati. Itu permintaan dari pihak keluarga dan saya pribadi sebagai kakak yang merasa kehilangan, ujar Subpraja.

RUU KUHAP Usulkan Larangan Liputan Langsung Sidang: Ancaman Bagi Kebebasan Pers! polemik

RUU KUHAP Usulkan Larangan Liputan Langsung Sidang: Ancaman Bagi Kebebasan Pers!

Jum'at, 28 Maret 2025 | 14:21 WIB

Selain bertentangan dengan kebebasan pers dan prinsip terbuka untuk umum, pelarangan tersebut dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pengadilan.

Diskriminatif Terhadap Bekas Napi Hingga Jadi Alat Represi: SKCK Perlu Dihapus atau Direformasi? polemik

Diskriminatif Terhadap Bekas Napi Hingga Jadi Alat Represi: SKCK Perlu Dihapus atau Direformasi?

Jum'at, 28 Maret 2025 | 08:26 WIB

Penghapusan SKCK perlu dipertimbangkan secara proporsional dengan kepentingan publik.

Konflik Kepentingan di Balik Penunjukan Langsung PT LTI Sebagai EO Retret Kepala Daerah polemik

Konflik Kepentingan di Balik Penunjukan Langsung PT LTI Sebagai EO Retret Kepala Daerah

Kamis, 27 Maret 2025 | 17:41 WIB

Patut diduga PT LTI terhubung dengan Partai Gerindra yang menjadikan proses penunjukan PT LTI menimbulkan konflik kepentingan, kata Erma.

Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat! polemik

Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat!

Kamis, 27 Maret 2025 | 11:59 WIB

Tindakan kekerasan yang melibatkan anggota TNI terhadap peserta demo tolak pengesahan UU TNI adalah sebuah peringatan, sekaligus upaya membungkam masyarakat sipil.