Senin, 01 Jan 2024
Jawa adalah Kunci! Pilkada 2024 Jadi Jalan Golkar Imbangi Prabowo Home > Detail

Jawa adalah Kunci! Pilkada 2024 Jadi Jalan Golkar Imbangi Prabowo

Tim Liputan Khusus

Selasa, 23 Juli 2024 | 13:07 WIB

Suara.com - Jawa adalah kunci—pernyataan Syubah Asa ketika memerankan DN Aidit dalam film propaganda Orde Baru tahun 1984 bertajuk Pengkhianatan G 30 S PKI—menjelma sebagai kredo politik paling populer di Indonesia dan tetap relevan hingga zaman kiwari.

Menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) yang bakal digelar serentak pada November 2024 misalnya, partai-partai politik sama-sama menyiapkan strategi dan taktik jitu untuk menguasai Pulau Jawa.

Sebab, jumlah pemilih terbesar masih tetap ada di Jawa. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), terdapat 115.373.669 pemilih di Jawadwipa pada pemilu putaran lalu.

Rinciannya, Jawa Barat memiliki 35.714.901 pemilih; Jawa Timur, 31.402.838 pemilih; dan Jawa Tengah, 28.289.413 pemilih. Selanjutnya, terdapat 8.842.646 pemilih di Banten; 8.252.897 di Jakarta; dan 2.870.974 pada Daerah Istimewa Yogyakarta.

Secara logis dan tanpa mengecilkan kekuatan politik di pulau-pulau lain, bila satu partai bisa menang di banyak pilkada Jawa, akan memudahkan mereka dalam pertarungan pada pemilu serta pilpres lima tahun yang akan datang.

Sebaliknya, bila hanya menang pemilu atau pilpres tapi tak bisa menguasai mayoritas Pulau Jawa melalui pilkada, kekuatan yang dibangun suatu blok politik tentu akan melemah.

Kredo tersebut juga bisa dipakai untuk membaca manuver-manuver Partai Golkar dan Partai Gerindra yang berada dalam kubu politik sama saat pilpres lalu—Koalisi Indonesia Maju (KIM)—tapi kini kerap berbeda pilihan menjelang pilkada.

Golkar adalah partai pemenang kedua pada pemilu termutakhir. Partai berlambang pohon beringin itu memperoleh 15,29 persen suara, di bawah PDI Perjuangan yang meraih suara 16.73 persen.

Tapi, dari segi provinsi, Golkar yang jadi pemenang. Mereka menguasai 14 provinsi, sementara PDIP hanya 12 provinsi. Capaian Golkar itu meningkat dibandingkan Pemilu 2019 yang berada di peringkat ke-3 dengan 12,15 persen suara dan hanya menguasai 8 provinsi.

Namun, Golkar masih merasa belum aman dengan capaian tersebut. Sebab, walaupun Gerindra sebagai kawan sekoalisinya dalam pemilu legislatif menempati posisi ketiga, mereka mendapat predikat “partai penguasa” lantaran ketua umum sekaligus ketua pembinanya adalah sang presiden terpilih: Prabowo Subianto.

Posisi Golkar di pemerintahan juga tidak otomatis menguat meski tercatat sebagai penyokong utama pasangan Prabowo-Gibran. Itu setelah lawan-lawan politiknya pada masa pilpres, kini justru bergabung dalam KIM dan berpeluang mendapat jatah menteri.

Karenanya, bila Golkar ingin menciptakan perimbangan kekuatan serta memiliki bargaining position yang kuat terhadap Prabowo-Gibran maupun Gerindra sebagai rulling party, mereka harus menguasai daerah-daerah strategis terutama di Jawa melalui pilkada.

Bila merujuk hasil pemilu terbaru, perolehan suara Golkar di empat daerah besar Pulau Jawa masih kalah dengan Gerindra. Wilayah Jakarta contohnya, partai tertua di Indonesia itu hanya memeroleh 517.819 suara, sedangkan Gerindra mendapat 728.297 suara.

Golkar juga kalah di basis tradisionalnya Jawa Barat, dengan hanya meraup 3.590.621 suara. Gerindra mendapat 4.301.852 suara.

Wilayah Jawa Tengah, Golkar mampu menyaingi Gerindra meski tetap kalah, yakni masing-masing mendapat 2.253.697 suara dan 2.592.886 suara. Terakhir di Jatim, Gerindra unggul jauh dengan 3.589.052 suara dibandingkan Golkar 2.314.685 suara.

[Suara.com/Rochmat]
[Suara.com/Rochmat]

Walaupun kalah jumlah suara partai, sejumlah kader Golkar mempunyai elektabilitas tinggi mengungguli tokoh Gerindra yang digadang-gadang akan bertarung di pilkada. Contoh utamanya adalah Ridwan Kamil yang setelah tak lagi menjabat Gubernur Jabar, menyatakan diri masuk Golkar. Tapi, justru pada titik inilah silang jalan kedua partai besar aliansi KIM itu bermula.

‘All-KIM-Final’

Silang jalan kedua partai utama KIM mulai muncul saat Ketua DPD Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menyatakan bakal mendorong Ridwan Kamil maju sebagai calon gubernur di Jakarta.

Bahkan, pria yang akrab disapa Ariza tersebut tidak mengkhawatirkan elektabilitas Ridwan Kamil bakal tertinggal lantaran baru bergerak menjelang pendaftaran.

 “Masih cukup banyak waktu, masih ada 40 hari. Tenang,” ucap Ariza, seusai menghadiri Milad Partai Kebangkitan Bangsa, di kantor DPW PKB DKI, Jakarta Timur, Minggu (21/7/2024).

Ariza sendiri pernah disebut-sebut bakal ikut Pilkada DKI. Apalagi dia sempat menjadi Wagub Jakarta mendampingi Anies Baswedan. Tapi belakangan, ia memilih “hijrah” ke Pilkada Tangerang Selatan.

Sementara Partai Golkar sendiri justru menginginkan kader barunya tersebut kembali ikut Pilkada Jabar.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia kepada Suara.com, Senin (22/7/2024), mengakui ada sejumlah perbedaan pandangan dengan parpol KIM dalam mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur di Pilkada 2024.

Sejatinya, para pemimpin parpol KIM bersepakat melanjutkan kerja sama pemilu ke level pilkada. Tapi dalam perkembangannya, setiap partai memiliki kalkulasi politik sendiri.

“Ya itu wajar. Sebab, konstelasi politik di pilpres dan pilkada tak bisa disamakan,” kata Doli.

Tak hanya untuk Pilkada Jakarta, kedua partai besar itu mempunyai jago masing-masing untuk Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Untuk Banten, Golkar berpotensi mengusung kader sendiri sekaligus mantan Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany sebagai calon gubernur.

PDI Perjuangan digadang-gadang akan berkoalisi, dengan menawarkan ketua partainya di Banten, yakni Ade Smuardi sebagai pasangan Airin—walakin masing-masing partai belum menerbitkan surat keputusan.

Gerindra di Banten, bersama beberapa partai politik KIM seperti PSI, PAN, dan Partai Demokrat menyatakan dukungan kepada Andra Soni dan Achmad Dimyati Natakusumah. Andra merupakan Ketua DPD Partai Gerindra Banten, dan Dimyati adalah politikus PKS. Selain dari empat partai politik KIM, Andra-Dimyati juga memperoleh dukungan dari PKS, PKB, PPP, dan Nasdem. 

"Di Banten menjadi ‘all KIM final’. Menurut saya bagus-bagus saja,” tutur Doli.

Pilkada Jabar 2024 nanti pun diprediksi menjadi palagan seru antara Golkar yang mengusung Ridwan Kamil dan Gerindra dengan Dedi Mulyadi.

Menurut survei Litbang Kompas, elektabilitas Ridwan Kamil di Jabar mencapai 36,6 persen. Sedangkan Dedi Mulyadi yang lama dikenal sebagai kader Golkar, elektabilitasnya hanya 12,2 persen bila diusung Gerindra di daerah tersebut.

Sebagai perbandingan, survei Indikator Politik untuk wilayah Jabar, juga menempatkan Kang Emil pada posisi atas dalam hal elektabilitas (16 persen) bila dibandingkan Dedi Mulyadi (11,2 persen).

Pilihan lainnya adalah, bila kedua partai mencapai kata sepakat untuk tidak head to head di Jabar, pasangan Ridwan Kamil – Dedi Mulyadi justru menjadi ‘duet maut’ di pilkada.

Namun, sementara ini, Gerindra tampak berkukuh mengusung Dedi untuk Pilkada Jabar. Demi memuluskan jalan kader anyarnya itu di Jabar, Gerindra bahkan menawarkan dukungan kepada Golkar untuk mengusung Ridwan Kamil pada arena Jakarta.

Alih-alih menyambut dukungan Gerindra, Golkar justru memunculkan kader partai yang lain, yakni Jusuf Hamka alias Babah Alun sebagai calon gubernur atau calon wakil gubernur di Pilkada Jakarta. Sebab, elektabilitas RK menurut survei Litbang Kompas saat ini baru 8,5 persen.

[Suara.com/Rochmat]
[Suara.com/Rochmat]

Doli mengakui, Ridwan Kamil yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu lebih diinginkan maju di Pilkada Jawa Barat karena potensi menangnya tinggi bila merujuk hasil survei.

"Dua hal yang mendasari keputusan Golkar. Pertama tentu hasil survei ilmiah. Kedua adalah pembicaraan di KIM. Kalau berdasarkan survei, kami ingin RK di Jabar,” kata Doli.

Sementara di Jawa Tengah, lanjut Doli, nama Irjen Ahmad Luthfi yang diusung Golkar dan PAN sebenarnya merupakan hasil pembicaraan antara pemimpin partai politik di KIM.

Senin sore, Gerindra juga menyatakan mendukung Ahmad Luthfi sebagai kandidat bakal calon gubernur Jateng. Kapolda Jawa Tengah yang dikenal memiliki kedekatan dengan Presiden Jokowi itu sempat bersaing dengan Sudaryono—mantan asisten pribadi Prabowo Subianto—yang digadang-gadang Gerindra maju sebagai calon gubernur Jateng. Tapi Sudaryono kekinian telah mundur sebagai kandidat bakal calon, setelah mendapat tugas sebagai wakil menteri pertanian. 

Meski begitu, Doli membantah bila Golkar disebut ingin menguasai Pulau Jawa melalui Pilkada 2024 demi kepentingan Pilpres 2029.

"Jangan mengembangkan narasi berhadapan. Selama ini kan kami berkompetisi, biasa-biasa saja.”

Sudah sejak pemilu

Sekjen Gerindra Ahmad Muzani mengakui partai-partai politik di KIM berkeinginan mendominasi di tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota baik saat pemilu maupun pilkada.

"Komunikasi antarpartai KIM itu lebih condong menyamakan persepsi. Jadi, ada kalanya (kepentingan) kami bisa bertemu dan ada beberapa yang tidak," kata Muzani menjawab pertanyaan Suara.com di kompleks parlemen, Senin.

Gerindra, kata dia, akan menghormati Golkar yang memilih berpisah jalan di sejumlah wilayah terkait pilkada. Sebab, setiap partai tentu akan membela kadernya masing-masing yang ditugaskan menjadi peserta kontestasi politik.

Terbaru, untuk Jateng, Muzani mengungkap Gerindra justru sejalan dengan Golkar setelah memutuskan bakal mengusung Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi sebagai calon gubernur. Keputusan itu disebutnya sesuai pertimbangan Ketua Umum Gerindra, sekaligus presiden terpilih Prabowo Subianto.

Dia juga menyebut, keputusan mengusung Luthfi diambil setelah berkomunikasi dengan partai-partai di KIM, termasuk Golkar.

Untuk posisi bakal calon wakil gubernur, Muzani mengatakan, sosoknya belum ditentukan. Namun mereka mempertimbangkan nama putra bungsu Jokowi sekaligus Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep.

Sosok Kaesang masuk dalam radar Gerindra, karena namanya yang menonjol di sejumlah survei sebagai kepala daerah di Jateng. Hal itu  menjadikan Kaesang menjadi sosok yang menarik bagi Gerindra untuk dipasangkan bersama Luthfi.

Sedangkan di Jawa Barat dan Jakarta, Muzani menyatakan Gerindra akan mengumumkannya sebelum 17 Agustus. Nama-nama yang diusung menurutnya akan menjadi kejutan.

Muzani mengklaim, Gerindra dan Golkar akan semakin ‘lengket’ di Jawa Barat. Kemungkinan, kedua partai akan menduetkan Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi.

Terkait Jakarta, Muzani menyebut, langkah terbaru NasDem yang  mendeklarasikan dukungan kepada Anies Baswedan sudah mereka perhitungan.

"Pada waktunya nanti kami akan umumkan calon untuk Jakarta.”

Persaingan sangat transparan

Persaingan ketat antarsesama partai koalisi pendukung Prabowo-Gibran, juga tampak pada pernyataan tiba-tiba Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, yang mengusulkan Kaesang Pangarep sebagai jago di Pilkada Jakarta. Kaesang sendiri adalah Ketua Umum PSI.

Usulan mendadak itu disampaikan Airlangga ketika menerima lawatan politik putra bungsu Presiden Joko Widodo dan jajaran pengurus DPP PSI di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, pada Kamis, 11 Juli lalu.

Bila usulan Airlangga itu berjalan mulus, maka mesin partai perlu gaspol sejak awal karena elektabilitas Kaesang masih rendah. Apalagi bila dihadapkan oleh dua nama politikus lainnya yang sudah punya pengalaman di Jakarta, yakni Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Elektabilitas Anies yang diproyeksi kembali berlaga di Jakarta setelah kalah di pilpres, masih yang tertinggi yakni 29,8 persen menurut survei Litbang Kompas. Sementara Ahok yang disebut-sebut dipertimbagkan PDIP untuk rematch di Jakarta, memiliki elektabilitas tak kalah besar, yakni 20 persen.

Namun, Airlangga tampaknya turut menghitung faktor lain, yakni kekuatan persona maupun politik Jokowi yang diharapkan bisa mendongkrak naik elektabilitas putra bungsunya bila jadi bertarung di Jakarta.

Wacana Airlangga tersebut, di lain sisi, menguatkan kecenderungan Golkar yang ingin Ridwan Kamil tetap berlaga di Jabar, karena elektabilitasnya sudah tinggi untuk daerah tersebut. Artinya, mesin politik Golkar tinggal mempertahankan kantong-kantong suara pemilih Kang Emil pada Pilkada 2018, sembari mencari pasangan yang cocok bagi kadernya tersebut untuk memastikan kemenangan pada November nanti.

Ketika Ridwan Kamil berpasangan dengan Uu Ruzahanul Ulum pada Pilkada 2018, mereka berhasil meraup 32,88 persen suara pemilih. Saat itu, mereka diusung PPP, PKB, NasDem, Hanura, PSI, dan Partai Berkarya.

Sedangkan Dedi Mulyadi yang digadang-gadang bakal jadi jago Gerindra di Jabar, hanya memeroleh 25,77 persen suara pada pilkada lalu. Saat itu, lelaki yang akrab disapa Demul tersebut masih menjadi kader Golkar. Ia dipasang sebagai calon wakil gubernur bagi petahana Deddy Mizwar.

Tapi, Gerindra tampaknya sudah menghitung kekurangan tersebut. Partai ini masih memiliki ‘tabungan’ suara bila merujuk pada pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu usungan mereka pada pilkada lalu yang mendapat perolehan suara melampaui Deddy Mizwar-Demul, yakni 28,74 persen.

[Suara.com/Rochmat]
[Suara.com/Rochmat]

Sebagai catatan, untuk pilkada nanti, menurut hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan elektabilitas Ridwan Kamil jika berpasangan dengan Ono Surono di Pilkada Jawa Barat paling tinggi, yaitu 56,7 persen. Jumlah itu melampaui tingkat elektoral Dedi Mulyadi dan Bima Arya yang 37,3 persen. Kemudian Haru Suandharu dan Ilham Habibie hanya memperoleh 1,3 persen.

Analis komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga menilai, sebagai partai juara ke-2 Pemilu 2024, Golkar juga ingin menunjukkan tajinya dalam pilkada serentak. Terutama di provinsi strategis seperti Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.  

Menurutnya, persaingan sengit antara Golkar dan Gerindra agak transparan di Pilkada Jakarta dan Jawa Barat. Golkar ingin kadernya, Ridwan Kamil maju calon gubernur Jawa Barat.

Keinginan Golkar itu masuk akal karena elektabilitas Ridwan Kamil paling unggul di sana, ketimbang di Jakarta yang masih tertinggal jauh di bawah Anies dan Ahok.

Sedangkan, Gerindra ngotot mendorong Ridwan Kamil maju sebagai cagub Jakarta. Ada persaingan cukup kuat, terutama Gerindra yang punya kepentingan untuk mengusung kadernya, Dedi Mulyadi menjadi Jawa Barat 1.

"Ini kan agak aneh, kenapa Gerindra ngotot Ridwan Kamil maju di Jakarta, padahal bukan kadernya," ujar Jamiluddin.  

Rebutan kader juga terlihat untuk kandidat cagub Sumatera Utara. Awalnya Bobby Nasution lebih dekat ke Golkar, tiba-tiba menantu Jokowi itu menjadi kader Gerindra dan didorong maju menjadi orang nomor satu di Sumatera Utara.

Agak berbeda dengan wilayah Jawa Timur, kedua partai tersebut tidak bersaing ketat karena ada figur Khofifah Indar Parawasa sebagai kandidat kuat. Khofifah dinilai berjasa untuk memenangkan Prabowo-Gibran saat Pilpres di Jatim, sehingga tak ada persaingan.

Untuk Pilkada Jawa Tengah tak ada petahana. Di sana jadi ajang terbuka, bakal muncul persaingan. Menurut dia, kalau Kaesang yang maju pada Pilkada Jateng, tidak akan menunjukkan persaingan. Sebab, jika ada kepentingan Jokowi yang maju pada Pilkada, kedua partai itu tampak rukun, tidak menunjukkan persaingan.

"Jadi di daerah-daerah strategis yang tidak ada kepentingan Jokowi, mereka sangat berpeluang cakar-cakaran (bersaing), bagaimana memajukan kadernya agar bisa menjadi pemenang di wilayah tersebut," tuturnya.

Jamiluddin menilai ada keanehan ketika Airlangga mengusulkan Kaesang maju di Pilkada Jakarta. Sebab, usulan itu dilakukan secara tiba-tiba ketika Kaesang bersama jajaran pengurus DPP PSI berkunjung ke DPP Golkar di Jakarta. Ini menunjukkan ada dominasi Airlangga. Bagaimana mungkin orang baru bertemu, tiba-tiba dimajukan sebagai cagub Jakarta.

"Berarti mekanisme di Golkar ditabrak begitu saja oleh Airlangga. Sehingga di sini kelihatan dalam memutuskan, Airlangga ini sangat one man show," katanya.

Menurut dia, dalam hal ini Airlangga berupaya menjustifikasi bahwa Ridwan Kamil lebih cocok menjadi cagub Jawa Barat dan Kaesang di Jakarta. Sebab, dengan mengusulkan Kaesang yang merupakan putra Jokowi, maka kedua partai itu akan akur.

Namun, hal itu sangat merisaukan karena melihat partai begitu patuh kepada Jokowi. Ini membahayakan mekanisme yang ada di masing-masing partai.

"Jadi ada upaya Airlangga mementahkan target Gerindra yang ingin Kang Emil maju di Jakarta, supaya kadernya yakni Dedi menang di Jabar,” kata dia.

Senada dengan Jamiluddin, Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad mengatakan Golkar memiliki kesempatan cukup besar untuk menguasai Jawa Barat. Mengingat Ridwan Kamil sebagai kader memiliki popularitas dan elektabilitas paling tinggi ketimbang kandidat lain.  

"Saat ini Golkar punya kesempatan, karena di Jabar dia punya kader sangat populer. Tidak ada tokoh di Jabar yang bisa mendekati elektabilitas RK (Ridwan Kamil). Karena itu menurut saya Golkar tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menguasai Jabar," kata Saidiman.  

Selain itu, menurut dia, Golkar juga tidak bakal melepaskan kesempatan di Jakarta meski mengusung Ridwan Kamil di Jawa Barat. Golkar bakal berupaya memasang kadernya di Jakarta, meski Airlangga sempat mengusulkan Kaesang maju.

DPP Golkar sebelumnya telah mengeluarkan surat tugas kepada tiga kadernya untuk Pilkada Jakarta. Selain Ridwan Kamil, ada Ahmed Zaki Iskandar dan Erwin Aksa. Tetapi, bila kader Golkar kalah populer di Jakarta, partai berlambang phon beringin itu akan mencari tokoh lain yang bisa diusung.

Menurut dia, Golkar masih terbuka untuk mengusung figur lain di Jakarta.

"Bisa saja Golkar bergabung dengan partai-partai pendukung Anies Baswedan atau bergabung kalau Ahok maju, Tri Rismaharini maju atau tokoh lain, sangat mungkin Golkar ke sana. Saya kira masih sangat cair untuk Jakarta, termasuk di daerah-daerah lain" tuturnya.

---------------------------- 

Reporter: Muhammad Yasir & Yaumal Asri Adi Hutasuhut. 

Penulis: Erick Tanjung

Editor: Reza Gunadha

Terbaru
Tunjangan DPR Fantastis! Bisa Bangun Rumah Buat 14 Ribu Keluarga Miskin
polemik

Tunjangan DPR Fantastis! Bisa Bangun Rumah Buat 14 Ribu Keluarga Miskin

Rabu, 16 Oktober 2024 | 16:06 WIB

"Setiap hari ada sekitar 15 sampai 20 keluhan dari anggota. Rata-rata berkaitan dengan bocoran rumah," kata Indra.

Relasi Kuasa dan Modus Hapus Dosa di Balik Kekerasan Seksual Pemilik Panti Asuhan Darussalam An'Nur polemik

Relasi Kuasa dan Modus Hapus Dosa di Balik Kekerasan Seksual Pemilik Panti Asuhan Darussalam An'Nur

Selasa, 15 Oktober 2024 | 12:28 WIB

Ketimpangan kekuasaan di panti asuhan lebih besar dari lingkungan pendidikan formal.

Tumbuh dengan Privilege: Mampukah Anggota DPR Muda Suarakan Persoalan Gen-Z? polemik

Tumbuh dengan Privilege: Mampukah Anggota DPR Muda Suarakan Persoalan Gen-Z?

Senin, 14 Oktober 2024 | 14:30 WIB

Keterwakilan anak muda di DPR, jumlahnya mengalami penurunan dalam enam kali pemilu terakhir.

Mimpi Buruk Proyek Geothermal: Keteguhan Warga Poco Leok Jaga Tanah dan Adat polemik

Mimpi Buruk Proyek Geothermal: Keteguhan Warga Poco Leok Jaga Tanah dan Adat

Senin, 14 Oktober 2024 | 11:30 WIB

"Kami tidak mengizinkan tanah kami dijual," tegas Agustinus.

Menguji Janji Cagub-Cawagub Jakarta Atasi Masalah Lingkungan polemik

Menguji Janji Cagub-Cawagub Jakarta Atasi Masalah Lingkungan

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:37 WIB

Deretan kasus tadi, hanya sedikit dari masalah lingkungan yang terjadi di Jakarta. Lantas, mampukah para Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur menjawab persoalan itu?

Tragedi Poco Leok: Tindakan Brutal Aparat Berulang di Proyek Ambisius Negara polemik

Tragedi Poco Leok: Tindakan Brutal Aparat Berulang di Proyek Ambisius Negara

Kamis, 10 Oktober 2024 | 14:51 WIB

"Pelipis kiri saya bengkak dan lebam serta lutut saya terasa sakit. Cekikan mereka juga membuat rahang kanan dan area hidung saya terluka," ungkap Herry.

Kabinet Gendut Prabowo: Mimpi Buruk Birokrasi dan Pemborosan Anggaran polemik

Kabinet Gendut Prabowo: Mimpi Buruk Birokrasi dan Pemborosan Anggaran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 12:25 WIB

"Bisa juga menghasilkan konflik kewenangan yang tidak perlu di antara para pejabat birokrasi pada kementerian/lembaga," ujar Wahyudi.