Realita Pahit Lansia Mandiri di Indonesia, Sukar Dapat Pekerjaan

Realita Pahit Lansia Mandiri di Indonesia, Sukar Dapat Pekerjaan


Suara.com - "Selamat datang sayangku.." 

DENGAN tersenyum lebar ia menyambut hangat setiap pengunjung yang datang. Memberi kesan seakan sedang berkunjung ke rumah keluarga sendiri. Sigap, dia memastikan pengunjung mendapat pelayanan terbaik.

Pada 15 Agustus 2024 nanti, usia Rustinah genap 82 tahun. Lahir tiga tahun sebelum Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Oma, begitu ia disapa para pengunjung Uma Oma Cafe, sebuah restoran yang terletak di bilangan Blok M, Jakarta Selatan

Dia bergerak gesit di antara para pengunjung yang menikmati santapan khas nusantara yang disajikan retoran itu. Meja-meja habis bersantap dirapikannya. Satu persatu tugas dikerjakannya sebagai pramusaji. 

Terlihat pula, Oma Rustinah memapah seorang perempuan lansia menuju toilet. Dia menuntunnya dengan sabar. Langkah kakinya menyesuaikan gerakan lambat sang tamu. 

Di tengah pekerjaannya, sesekali Oma Rustinah juga bercengkrama dengan para tamu yang didominasi kalangan anak muda.

"Di daerah ini ada banyak (tamu) yang jauh dari orang tua, ada yang nge-kost. Lalu saya tuh dianggapnya orang tua, dianggapnya nenek, dianggapnya omanya, gitu," kata Oma Rustinah saat ditemui Suara.com, Kamis (4/7/2024). 

Selain sebagai pramusaji, Oma Rustina ditugaskan menyambut tamu yang datang di pintu masuk. Saat tamu tiba, oma Rustinah bangkit dari kursinya, menyambut hangat para tamu dengan mengatupkan kedua tangannya di dada. Begitu juga saat tamu pulang, ucapan terima kasih tetap hangat diucapkannya. 

Dalam sehari, oma Rustinah bersama tiga rekannya sesama lansia bekerja selama enam jam. Dua jam lebih singkat di antara pekerja yang lain. Jam kerja itu diberikan khusus kepada mereka. 

Masih dapat bekerja pada usia tak lagi muda menjadi sebuah berkah bagi Oma Rustinah. Dirinya masih diberikan kesempatan memiliki penghasilan sendiri pada masa senjanya. 

"Pertama, alasan saya karena tidak mau membebani anak-anak," katanya. 

Bagi dia, anak-anaknya sudah cukup terbebani dengan tanggungan dan urusan cucunya. 

"Kedua, karena saya pengin sehat. Ingin sehat, panjang umur biar ketemu anak-anak, cucu. Itu kan enak (bekerja bisa bergerak), segar," ujarnya. 

Oma Rustina kembali bekerja sejak September 2023, setelah beberapa tahun hanya berdiam diri di rumahnya yang berada di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. oma Rustinah punya tiga anak, delapan cucu, dan dua cicit. Dia tinggal bersama anak ketiganya. 

Saat masih muda, beragam pekerjaan dijalani oma Rustinah, seperti berdagang, karyawan di pabrik garmen, dan di pabrik boneka. Kembali bekerja  membuatnya mandiri secara perekonomian. Untuk urusan arisan, melayat, dan segala aktivitas yang membutuhkan uang, bisa diatasinya sendiri. 

"Jadi enggak minta ke anak-anak," ujarnya. 

Namun, oma Rustinah kadang kesal kepada anak-anaknya. Mereka tidak mau menerima uang penghasilannya. Pernah suatu ketika, dia sengaja meminta sang anak untuk mengambil uang dari dompetnya. Tujuannya, menunjukkan dirinya memiliki uang. 

Upayanya itu sia-sia, tetap saja anak-anaknya tak mau menggunakan uangnya. Anak-anaknya beralasan belum membutuhkan uang darinya. 

"Ternyata, enggak butuh-butuh sampai sekarang," katanya sambil tertawa. 

Lain dengan cucunya, oma Rosminah mengaku bangga dan senang bisa berbagi dengan cucu-cucunya dari hasil keringatnya sendiri. 

Saat awal kembali bekerja, anak-anak Oma Rustinah sempat menentang, khawatir memberatkannya. Mengatasinya Oma Rustinah mengajak salah satu anaknya ke tempat kerja, memperlihatkan aktivitas yang dilakukannya. 

Dia meyakinkan pekerjaan yang dilakukan tidak berat, disesuaikan dengan kemampuannya. Sesuai harapannya, Oma Rustinah mendapat restu. 

Aktivitas yang saat ini dijalani Oma Rustinah juga membuat teman-teman seusianya ingin sepertinya, tetap produktif, tak terhalang oleh usia. 

"Aku ajak dong," katanya mengulang perkataan temannya. 

"Insya Allah nanti kalau ada, ya. Itu gimana ya, saya mau jawab apa, enggak mau,  kan enggak enak," ujarnya. 

Kesempatan kerja bagi oma Rustinah, dan tiga rekannya sesama lansia di Uma Oma Cafe, tak dapat dipisahkan dari pengalaman hidup salah satu pemilik restoran ini. 

"Beliau dibesarkan oleh seorang nenek dengan penuh kasih sayang. Pada suatu saat neneknya meninggal dan beliau belum sempat membalas budi kebaikan dan kasih sayang dari neneknya," kata Operasional Manager Almanzo Tomasoa kepada Suara.com.

Pengalaman itulah yang menjadi titik awal berdirinya Uma Oma Cafe. Guna membalas kasih sayang sang nenek yang sudah tiada, pemilik bercita-cita mendirikan usaha yang bisa memperdayakan lansia.

Oma Rustinah, dan kawan-kawan kemudian direkrut lewat yayasan. Saat proses rekruetmen, tidak ada kreteria khusus yang ditetapkan. Terpenting para lansia memiliki semangat untuk produktif dan mempunyai motivasi. Lansia yang saat ini diperkerjakan antara usia 50 sampai dengan 80 tahun. 

Kesempatan Kerja Terbatas

Manajer penelitian dan pengetahuan The Prakarsa, Eka Afrina Djamhari menyebut langkah yang dilakukan Uma Oma Cafe bisa menjadi contoh untuk memberdayakan lansia. The Prakarsa merupakan lembaga riset dan advokasi kebijakan publik. 

Menurut The Prakarsa, kesempatan kerja bagi lansia masih terbatas. Hal itu tidak bisa dipisahkan dari sistem pensiun di Indonesia. 

"Usia pensiun di Indonesia itu juga masih belum jelas nih, tergantung instansinya. Kalau dari kebijakan di Indonesia kan misalnya BPJS Ketenagakerjaan itu usia pensiun 58 tahun, sedangkan di perusahaan 55 tahun," kata Eka kepada Suara.com.

Karenanya ketika masuk ke masa lansia, mereka tidak lagi diterima di pasar kerja. Padahal, kata dia, produktivitas seseorang tidak bisa diukur berdasarkan usia. 

Keterbasan pekerjaan ini kemudian menjadi persoalan. Mengingat tidak semua lansia di Indonesia memiliki jaminan hari tua atau tabungan. 

Infografis ruang kerja lansia di Indonesia. [Suara.com/Rochmat]
Infografis ruang kerja lansia di Indonesia. [Suara.com/Rochmat]

Berdasarkan peneletian yang dilakukan The Prakarsa pada 2020, dari 25 juta lansia di Indonesia sebanyak 73 persen di antaranya tidak bekerja. Lansia yang bekerja 27 persen. 

Sementara lansia yang tidak bekerja, namun memiliki jaminan hari tua hanya 4 persen. Dari peneltian ini dapat disimpulkan lansia yang memiliki penghasilan setiap bulan jumlahnya masih sangat kecil. 

Terbatasnya lapangan kerja, membuat lansia kebanyakan bekerja di sektor informal. Temuan The Prakarsa dari 375 lansia, sebanyak 28 persen bekerja sebagai pedagang, 27 persen petani, dan 15 persen serabutan. Sisanya bekerja sebagai buruh, peternak, asisten rumah tangga, dan nelayan. Pekerjaan di sektor informal ini juga memiliki dampak, yakni resiko kerja yang harus ditanggung sendiri. 

Penghasilan yang mereka dapat juga masih terbatas, berada pada angka kurang dari Rp500 ribu per bulan, dan hanya 2 persen yang penghasilannya Rp3 juta per bulan. The Prakarsa juga menemukan lansia perempuan yang paling dominan memiliki penghasilan kurang dari Rp500 ribu per bulan. Sedangkan lansia laki-laki pendapatannya berkisar dari Rp500 ribu sampai dengan Rp1 juta per bulan. 

"Perbedaan ini menunjukan bahwa lansia perempuan di Indonesia meskipun sama-sama bekerja, namun memperoleh pendapatan yang lebih kecil dibandingkan dengan lansia laki-laki," ujar Eka.

Selain itu, kepemilikan aset memiliki pengaruh terhadap kondisi lansia. Aset menjadi satu-satunya kepemilikan yang dapat diandalkan lansia saat menghadapi kesulitan. Namun kondisinya, akan berbeda saat mereka tidak memiliki aset dan penghasilan. Pada kondisi demikian, membuat lansia rentan hidup terjerumus dalam garis kemiskian. 

Berdasarkan kepemilikan aset, sebanyak 52,7 persen memiliki rumah /apartemen yang ditempati, tanah dan sawah 9,9 persen, lahan pertanian/perkebunan 9,7 persen, kendaraan bermotor 9,7 persen, hewan ternak 8,6 persen, emas/logam mulia 8,1 persen, rumah kontrakan/kos yang disewakan 0,9 persen, lainya: becak, sepeda, mesin jahit dan lain-lain 0,4 persen. 

Susah Dapat Pekerjaan Formal

Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, jumlah lansia di Indonesia mencapai mencapai 22,6 juta jiwa atau 11,75 persen dari keseluruhan jumlah penduduk. Dari angka itu setengahnya atau 53,93 persen masih bekerja, namun 85,25 persen dari merka bekerja di sektor informal. 

BPS membagi lansia dalam tiga kategori, lansia muda: umur 60-69 tahun, lansia madya: umur 70-79 tahun, dan lansia tua: umur 80 tahun ke atas. 

Berdasarkan laporan BPS tentang Statistik Penduduk Lanjut Usia 2023 menyatakan, lansia seringkali diidentifikasi dengan penuruan tingkat tingkat kesehatan dan tingkat partisipasi di pasar kerja. Meski demikian, masih terdapat banyak lansia potensial yang tetap produktif

Pemberdayaan lansia juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang menyatakan lansia potensial jika masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa.

"Pemberdayaan lansia potensial dalam berbagai aktivitas produktif merupakan salah satu upaya untuk menunjang kemandirian lansia," tulis BPS dalam laporannya. 

BPS menyebut sektor informal seperti pertanian paling banyak menyerap pekerja lansia yakni 52,82 persen. Namun sektor ini, cenderung membutuhkan kekuatan fisik dan konsentrasi, serta tidak mensyaratkan pendidikan tertentu. 

Deputi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Maliki mengamini keterbatasan pekerjaan di sektor formal bagi lansia. 

Lansia yang dapat bekerja di sektor formal juga disebutnya mereka yang memiliki pengetahuan dan pengalaman. Mereka yang memiliki latar belakang demikian, bekerja juga bukan karena keharusan, namun demi memanfaatkan pengetahuannya. 

Sementara bagi lansia yang tidak memiliki pengetahun dan latar belakang pendidikan yang tinggi harus bekerja di sektor informal.

Selain itu Maliki bilang, saat ini hanya 10 persen lansia yang memiliki dana pensiun. Mereka kebanyakan  sebelumnya bekerja di sektor formal seperti PNS, TNI, Polri dan pekerja swasta. 

Dia juga mengungkap, kemiskinan lansia mencapai 10 persen. Angka itu menurutnya cukup tinggi dan mengkhawatirkan. Bappenas saat ini sedang merencanakan penyediaan lapangan kerja bagi lansia. 

Tak hanya itu, ketersedian pekerjaan di sektor formal juga sedang digagas. Nantinya, para lansia diberikan pekerjaan seperti menjadi supervisor untuk mengekplorasi pengalaman kerja sebelumnnya.

Namun hal itu, dapat teralisasi, karena berbagai pertimbangan, salah satunya potensi dampaknya terhadap generasi muda. 

"Kita kan tahu kan kalau Gen Z sekarang banyak juga struggle dengan pekerjaan," katanya.

Bappenas juga memperhatikan sisi pemberdayaan, perlindungan, kesehatan, hingga penghormatan hak lansia. Sementara sejumlah program sedang berjalan, di antaranya Stranas Kelanjutusiaan. 

"Kemudian bagaimana dari sisi prasana dan sarananya harus ramah lansia," tuturnya.

Selain itu, untuk mengatasi ketersedian pekerjaan bagi lansia, pemerintah disebut Maliki, suda meningkatkan usia pensiun. Saat ini usia pensiun berada di angka 58 tahun dari sebelumnya 56 tahun. Harapannya, pada 2045 bisa menjadi 65 tahun.