'Gajah Ngidak Rapah,' Alasan Legislator Main Judi Harus Dihukum Lebih Berat

'Gajah Ngidak Rapah,' Alasan Legislator Main Judi Harus Dihukum Lebih Berat


Suara.com - Perilaku legislator bermain judi ibarat pepatah Jawa 'gajah ngidak rapah'. Pemberatan hukuman terhadap mereka dinilai sebagai suatu keharusan. Jika hukum dan narasi pemerintah tentang pemberantasan judi di negeri ini tak berakhir jadi lelucon. 

***

RABU 26 Juni 2024, peristiwa yang tak pernah mati dalam ingatan DR (27), ED (46), dan AP (34). Malam itu, rombongan polisi dari Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandar Lampung menggerebek dan menangkap mereka yang tengah asyik bermain judi online slot di warung internet, Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Teluk Betung. 

DR, ED, dan AP hanyalah warga biasa. Setelah ditangkap, mereka pun langsung digelandang ke Mapolresta Bandar Lampung. Tiga perangkat komputer, satu kartu ATM, dan selembar bon transaksi deposit turut disita sebagai barang bukti.

Penyidik Satreskrim Polresta Bandar Lampung lalu menjerat DR, ED, dan AP dengan Pasal 27 Ayat 2 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ketiga pria tersebut kini terancam penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda paling besar Rp10 miliar. 

"Ketiga pelaku telah ditahan di Mapolresta Bandar Lampung guna dilakukan penyidikan lebih lanjut," kata Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung Kompol Dennis Arya Putra kepada wartawan, Kamis (27/6).

Sanksi pidana terhadap DR, ED dan AP semestinya juga berlaku bagi para anggota DPR RI, DPRD dan Sekretariat Jenderal yang terbukti bermain judi. Sebab asas terpenting dalam praktik hukum menyebut, setiap warga negara harus diperlakukan sama di hadapan hukum.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap ada seribu lebih anggota legislator di tingkat pusat dan daerah serta kesetjenan yang bermain judi online. Nilai perputaran uangnya ditaksir mencapai ratusan miliar. 

Infografis legislator yang terlibat judi online. [Suara.com/Ema]
Infografis legislator yang terlibat judi online. [Suara.com/Ema]

Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman membenarkan legislator yang terbukti bermain judi tidak hanya melanggar hukum, tapi juga etik. Namun, para pemain atau pelaku judi online menurutnya tidak serta-merta harus berakhir dibui. 

Habiburokhman yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI itu beralasan, judi merupakan tindak pidana penyakit masyarakat. 

"Artinya pelakunya banyak banget. Kalau semuanya represif tiba-tiba, penjara kita nggak cukup,” kata Habiburokhman dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI bersama PPATK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/6).

Gajah Ngidak Rapah

Perilaku legislator bermain judi ibarat pepatah Jawa 'gajah ngidak rapah'. Gajah pada ungkapan tersebut merupakan personifikasi orang yang memiliki kekuasaan, kewenangan, dan kekuatan. Sementara rapah adalah dedaunan sebagai simbol dari sumpah, aturan atau kode etik.  

Jurnal berjudul 'Kritik Dalam Ungkapan Bahasa Jawa: Kajian Semantik Kognitif' yang ditulis Tri Wahyuni dari Universitas Diponegoro pada 2020 menjelaskan, pepatah Jawa gajah ngidak rapah mengandung kritik untuk orang yang melanggar aturan yang telah dibuatnya sendiri, sementara orang lain diperintahkan untuk melaksanakan. Ada kesan ketidakadilan yang dilakukan oleh orang tersebut. Sehingga mengakibatkan ketidakstabilan dalam masyarakat. 

Sedangkan makna filosofis yang terkandung dalam ungkapan gajah ngidak rapah adalah nasihat agar manusia memiliki sifat konsisten, yakni tidak melanggar aturan yang berlaku. Tujuannya, demi tercipta kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat. 

Sosiolog politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Kuskridho Ambardi mengatakan larangan perjudian telah diatur dalam perundang-undangan. Artinya, ada konsekuensi hukum bagi setiap orang yang yang melanggar. Namun perbuatan tersebut melalui aspek hukum, apabila yang melakukannya adalah para wakil rakyat.

"Itu memuat juga problem etika. Para wakil rakyat adalah legislator yang merancang hukum atau undang-undang. Jadi mereka melanggar apa yang mereka atur sendiri," kata Dodi kepada Suara.com, Jumat (28/6).

Pada level kelembagaan, kata Dodi, praktik ini jelas menurunkan kredibilitas DPR RI dan DPRD. Sedangkan dalam gambaran yang lebih luas lagi, perbuatan legislator itu mencerminkan keresahan masyarakat saat ini.

"Itu berkaitan prasangka dan sinisme bahwa hukum hanya berlaku untuk orang biasa dan tak berlaku bagi elit," tuturnya. 

Dihukum Lebih Berat

Pakar hukum pidana dari Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi dalam perbincangan dengan Suara.com sependapat dengan Dodi. Dia menyebut legislator yang terbukti bermain judi patut dijatuhi hukuman pidana lebih berat. Pemberatan hukuman ini harus diterapkan karena mereka telah melanggar undang-undang yang dirancangnya sendiri. Seperti pepatah Jawa, gajah ngidak rapah. 

"Itu kan harusnya jadi alasan pemberat hukuman, dia kan yang bikin regulasi," kata Fachrizal, Jumat (28/6).

Di sisi lain Fachrizal menilai hasil temuan PPATK harus ditindaklanjut Polri secara aktif. Tak sekadar mempidanakan para legislator yang terbukti, aparat penegak hukum diminta turut mendalami keterlibatan elit itu dengan para bandar judi. 

"Saya tahu di daerah saya saja tukang becak itu disikat sama polisi. Masa anggota dewan hanya persuasif, itu kan alasan mengada-ada," ungkapnya. 

Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Pangeran Khairul Saleh sebelumnya menyebut ada 82 anggota DPR RI yang diduga terlibat judi online. Mereka merupakan anggota DPR RI aktif yang masa jabatannya akan berakhir Oktober 2024 mendatang. 

Infografis wilayah terbanyak transaksi judi online di Indonesia. [Suara.com/Ema]
Infografis wilayah terbanyak transaksi judi online di Indonesia. [Suara.com/Ema]

PPATK menurut Pangeran akan melaporkan 82 nama legislator tersebut ke MKD DPR RI. Sementara Wakil Ketua MKD DPR RI Trimedya Panjaitan mengaku telah mengundang Kepala PPATK Ivan Yustiavandana untuk membahas hal ini pada Rabu, 2 Juli 2024.

Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia atau Formappi, Lucius Karus menilai sanksi pemberhentian terhadap legislator yang terbukti bermain judi merupakan suatu keharusan. Ketegasan MKD DPR RI memberikan sanksi tersebut penting untuk menunjukkan komitmen terhadap pemberantasan judi online.

"Sanksi ringan atau kealpaan MKD memproses anggota yang terlibat judi online akan menjadi contoh buruk bagi publik. Pemberantasan judi online hanya akan menjadi bahan candaan jika DPR melalui MKD tak memulainya," pungkas Lucius kepada Suara.com, Jumat (28/6).