Suara.com - Wacana memberi bansos kepada korban judi online menuai kritik. Langkah ini dianggap tidak menyelesaikan akar masalah. Alih-alih memberi bansos, rehabilitasi gratis dibutuhkan bagi penyintas yang tak punya biaya.
***
SEJAK sepuluh tahun terakhir Pondok Pesantren Nurul Firdaus di Desa Kertaharja, Panumbangan, Ciamis, Jawa Barat banyak menerima pasien pencandu judi online. Sebagian besar dari mereka mengalami gangguan jiwa sedang hingga berat akibat rugi puluhan juta sampai miliaran rupiah.
Latar belakang profesi pasien beragam. Mulai dari pengusaha, mahasiswa, dokter hingga anggota Polri dan TNI. Pasien yang menjalani program rehabilitasi pecandu judi di Pondok Pesantren Nurul Firdaus merupakan kalangan ekonomi menengah ke atas.
Pemimpin Pondok Pesantren Nurul Firdaus, Gumilar menyebut dalam sehari rata-rata lima keluarga atau pendamping pecandu judi datang berkonsultasi. Namun hanya satu di antaranya yang mampu untuk membayar biaya rehabilitasi.
"Hampir 99 persen pecandu judi itu tidak bisa direhabilitasi di tempat kami karena mereka tidak memiliki biaya," kata Gumilar kepada Suara.com, Kamis (20/6/2024).
Proses rehabilitasi minimal berlangsung selama empat bulan. Total biayanya Rp27,5 juta. Seluruh pasien juga wajib diperiksa dokter spesialis kejiwaan yang dirujuk Ponpes Nurul Firdaus.
"Layanan gratis itu untuk sekolah dan pesantren saja. Kalau rehabilitasi ini kan perlu biaya untuk tenaga ahli, mulai dari dokter kejiwaan, obat-obatan hingga hipnoterapi," jelas Gumilar.
Biaya tersebut diakui Gumilar memang relatif mahal. Sebab Pondok Pesantren Nurul Firdaus juga memerlukan biaya operasional untuk para tenaga ahli dan medis. Sementara kekinian belum ada bantuan yang datang dari pemerintah.
"Belum ada pihak lain yang peduli untuk membiayai program rehabilitasi judi online ini. Selama ini hanya biaya mandiri," kata dia.
Dalam program rehabilitasi pecandu judi, Ponpes ini menggunakan beragam pendekatan. Mulai dari psikoterapi, hipnoterapi, psikiatri, hingga ruqyah syar'iyyah.
Selama empat atau tujuh bulan masa rehabilitasi, para pencandu akan dikarantina. Mereka dilarang menggunakan gawai dan terkoneksi dengan internet. Pihak keluarga juga tidak diperkenankan membesuk.
"Untuk pencandu judi tidak bisa dilakukan terapi secara parsial. Terapi yang paling efektif itu secara holistik," ungkapnya.
Layanan Rehabilitasi
Psikolog Klinis Dewasa, Nirmala Ika Kusumaningrum menilai daripada memberikan keluarga korban judi online bantuan sosial atau bansos, pemerintah lebih baik menyediakan layanan rehabilitasi. Sebab pencandu judi online walaupun bisa sembuh memerlukan proses yang panjang.
"Sebaiknya digunakan untuk rehabiliatasi atau proses mengubah perilaku," tutur Ika kepada Suara.com, Kamis (20/6).
Lama proses pemulihan pencandu judi online menurut Ika tergantung pada motivasi dan komitmen pribadi pasien. Adiksi atau kecanduan itu sendiri memiliki potensi kambuh. Sehingga penanganan terhadap para pencandu judi online harus dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.
Senada dengan Ika, Psikolog Anak dan Keluarga Mira Amir berpendapat wacana memberi bansos terhadap keluarga korban judi online tidak menyelesaikan akar permasalahan. Sebab selain persoalan ekonomi ada masalah lain yang timbul akibat judi online.
Tak jarang menurut Mira, kondisi psikologis orang terdekat atau keluarga seperti anak atau istri ikut terdampak akibat masalah ini.
"Misalnya timbul pertengkaran di keluarga hingga membuat anak memiliki rasa kecemasan yang tinggi hingga emosi yang tidak setabil," ujar Mira kepada Suara.com, Kamis (20/6).
Dalam kondisi tersebut, kata Mira, maka pihak keluarga atau korban terdampak judi online juga mesti mendapat pendampingan psikolog. Selain juga mendapat edukasi dan pendampingan dari tenaga ahli untuk memperbaiki kondisi perekonomian mereka.
"Jadi tidak hanya psikolog aja yang perlu turun," jelas Ika.
Klarifikasi Pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy belakangan mengklarifikasi pernyataannya yang mengusulkan korban judi online dapat bansos. Dia menjelaskan korban judi online yang dimaksud ialah keluarga yang terdampak secara finansial hingga psikologis akibat ulah pelaku judi.
Muhadjir yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Satgas Pemberantasan Judi Online itu menilai polemik yang berkembang saat ini akibat adanya kesalahan dalam mengartikan korban dan pelaku judi online.
"Pelaku, baik itu pemain maupun bandar adalah pelanggar hukum dan harus ditindak," kata Muhadjir kepada wartawan, Senin (17/6).
Sementara pemberian bansos bagi keluarga korban judi online yang terdampak jatuh miskin, lanjut Muhadjir, merupakan amanat undang-undang. Di mana dalam Pasal 34 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1944 dikatakan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Namum dalam pelaksanaannya Muhadjir memastikan tetap dilakukan verifikasi oleh Kementerian Sosial. Nanti akan dilihat apakah yang bersangkutan memang telah memenuhi kriteria sebagai penerima bansos atau tidak.
“Jadi jangan bayangkan terus pemain judi kemudian miskin dan langsung dibagi-bagi bansos, bukan begitu,” tuturnya.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga telah menegaskan tidak ada rencana memberi bansos kepada pelaku judi online. Penegasan ini disampaikan di sela-sela kegiatannya meninjau bantuan pompa air di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, pada Rabu (19/6) kemarin.
"Nggak ada. Ngggak ada. Nggak ada," ucapnya.
Pendekatan Komprehensif
Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat menilai bansos bagi keluarga korban judi online tetap tidak relevan. Sebab selain tidak menyelesaikan akar masalah judi online, menurutnya masih banyak masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan yang lebih membutuhkan bansos.
"Harus ada strategi atau roadmap untuk pencegahan atau penanggulangan bagi korban-korban judi online ini," tegas Rakhmat kepada Suara.com, Kamis (20/6).
Pemerintah, lanjut Rakhmat, perlu menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif dalam menanggulangi masalah ini. Setidaknya, ada tiga pendekatan yang ditawarkan Rakhmat. Mulai dari pendekatan sosial-budaya, pendidikan, hingga psikologis.
Pendekatan psikologis misalnya, pemerintah bisa bekerja sama dengan panti rehabiliatasi atau asosiasi psikolog untuk memberikan konseling bagi pencandu judi online serta keluarga yang terdampak.
Kemudian pendekatan pendidikan, kata Rakhmat, dilakukan dengan menyosialisasikan bahaya atau dampak judi online dimulai dari anak usia dini. Misalnya dengan memasukan meteri tersebut dalam mata pelajaran atau ekstra kulikuler.
"Pendekatan pendidikan juga bisa melibatkan pesantren-pesantren untuk merehabilitasi secara spiritual," ujar Rakhmat.
Sedangkan pendekatan sosial dan budaya dilakukan dengan melibatkan kelompok-kelompok masyarakat. Mulai dari kelompok karang taruna hingga agama.
Pendekatan-pedekatan semacam ini menurut Rakhmat sebenarnya pernah dilakukan di akhir tahun 90-an hingga 2000 dalam menghadapi ancaman narkoba.
"Itu ada pelajar dan mahasiswa dijadikan duta anti narkoba," jelasnya.
"Jadi mitigasinya lebih masif di masyarakat. Sekarang ini kan baru ramai di media pemerintah yang sibuk, dominan, tapi belum melibatkan masyarakat."
mempertegas posisi kepolisian sebagai aparat penegak hukum yang paling banyak melakukan penyiksaan kepada masyarakat sipil.
Political fatigue atau kelelahan politik menjadi faktor kedua yang menyebabkan rendahnya partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024.
Polisi tidak boleh menjadi agen algojo negara dan melakukan perampasan nyawa warga dengan sewenang-wenang, karena itu melanggar hak asasi manusia.
kekalahan Andika-Hendi menjadi sejarah sebab untuk pertama kalinya paslon PDIP kalah di Jawa Tengah.
keterlibatan aparat penegak hukum di lingkaran pertambangan ilegal bukan hal baru
Di tengah melemahnya daya beli, pengguna pay later mengalami peningkatan karena menjadi alternatif masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Untuk bisa menggambarkan kondisi hidup layak di masyarakat, BPS semestinya melakukan penghitungan dengan merujuk pada harga-harga bahan pokok, tanah, listrik hingga air.