Ancaman Wabah Gambling Disorder di Balik Kasus Polwan Bakar Suami

Ancaman Wabah Gambling Disorder di Balik Kasus Polwan Bakar Suami


Suara.com - Kasus Briptu Rian Dwi Wicaksono menandakan masih lemahnya pembinaan kesehatan mental di institusi Polri. Keseriusan pemerintah memberantas perjudian pun dipertanyakan. Sebab 'wabah' gambling disorder nyatanya makin merebak. 

***

SABTU, 8 Juni 2024, Briptu Rian (27) dibakar hidup-hidup oleh istirinya, Fadhilatun Nikmah. Polisi wanita (Polwan) berpangkat Briptu dari Polres Mojokerto Kota ini tega membakar suaminya karena konflik rumah tangga akibat judi online.

Peristiwa ini bermula ketika Briptu Fadhilatun (28) kaget sekaligus marah usai melihat saldo rekening suaminya tersisa Rp800 ribu. Padahal awal bulan ini ganji ke-13 Briptu Rian baru cair Rp2,8 juta. Dalam keadaan emosi Briptu Fadhilatun lantas meminta suaminya yang betugas di Polres Jombang itu pulang ke rumah di Kompleks Asrama Polisi di Mojokerto, Jawa Timur. 

Fadhilatun yang telah menyiapkan bensin eceran sempat mengancam akan membakar ketiga anaknya jika suaminya tak segera pulang. Ketiga anak mereka masih berusia di bawah umur. Anak pertama berusia dua tahun. Sementara anak kedua dan tiga kembar usia empat bulan. 

Setiba Briptu Rian di rumah, keduanya terlibat cekcok. Briptu Fadhilatun memborgol tangan Briptu Rian, dikaitkan ke tangga lipat di garasi rumah. Lalu menyiramkan bensin dan membakar. 

Briptu Rian sempat dilarikan ke RSUD Wahidin Sudiro Husodo, Kota Mojokerto. Namun keesokan harinya, dinyatakan meninggal dunia akibat menderita luka bakar 96 persen. 

Hasil penyelidikan polisi mengungkap bahwa Fadhilatun membakar suaminya lantaran kesal kepada sang suami yang sering menghabiskan uang belanja milik mereka untuk main judi online.

“Jadi korban, Briptu RDW, mohon maaf ini, sering menghabiskan uang belanja yang seharusnya buat membiayai hidup tiga anaknya ini untuk bermain judi online,” ungkap Kabid Humas Polda Jatim Kombes Dirmanto dalam keterangannya baru-baru ini. 

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai ada dua kasus yang perlu dicermati dalam peristiwa ini. Pertama kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT yang terjadi di lingkungan keluarga anggota Polri. Kedua, berkaitan dengan keterlibatan anggota polisi sebagai konsumen judi online.

"Tak adil bila hanya melihat perilaku Polwan yang melakukan KDRT hingga menyebabkan kematian suaminya tanpa melihat motif di balik kekerasan tersebut," kata Bambang kepada Suara.com, Kamis (13/6/2024). 

Prilaku Briptu Rian bagi Bambang seharusnya juga dijadikan catatan penting bagi Polri. Sebab, sebagai aparat penegak hukum yang bersangkutan semestinya melakukan pemberantasan bukan justru terlibat sebagai konsumen judi online. 

"Keduanya menunjukan lemahnya pembinaan mental anggota Polri," ujarnya. 

Selain persoalan mental, Bambang berpendapat wabah kecanduan judi online merebak hingga ke lingkungan anggota Polri ini akibat upaya pemberantasan yang tidak bergerak dari kelas receh. Padahal kemampuan dan prasarana yang dimiliki Polri sudah sangat mumpuni. 

"Selain kendala regulasi terkait dengan pola kejahatan siber yang stateless dan borderless, kemauan dan integritas personel yang menjadi hambatan. Termasuk tidak adanya sistem kontrol dan pengawasan yang tidak bisa memastikan pelaksanaan penegakan aturan itu berjalan dengan benar," kata dia.

Setelah melihat apa yang terjadi dalam kasus ini, lanjut Bambang, wajar jika masyarakat kekinian kembali bertanya tentang keseriusan Polri dalam memberantas praktik perjudian. 

"Kalau satuan siber bisa mendeteksi perilaku judi online pada masyarakat, mengapa tak bisa mendeteksi keterlibatan anggota polisi sendiri? Hipotesis-hipotesis seperti itu tentunya mengkonfirmasi dugaan adanya keterlibatan aparat kepolisian dalam judi online sehingga susah untuk diberantas," ujarnya. 

Gambling Disorder

Gambling disorder atau gangguan judi merupakan perilaku atau dorongan tak terkendali yang dialami seseorang untuk terus-menerus berjudi meskipun menimbulkan banyak masalah di beberapa bidang kehidupannya. Perilaku tersebut memiliki pola destruktif yang berbahaya bagi kondisi psikologis, keuangan, hingga sosial.

Dilansir dari laman www.psychiatry.org ada buku panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition: DSM-5 yang dirilis American Psychiatric Association (APA). Dalam buku ini disebutkan, seseorang dikatakan mengalami gambling disorder jika menunjukkan empat atau lebih tanda berikut dalam periode setahu terakhir:

• Pikiran yang sering muncul tentang perjudian (seperti mengingat kembali perjudian di masa lalu atau merencanakan perjudian di masa depan).
• Perlu berjudi dengan jumlah yang semakin banyak untuk mencapai keseruan yang diinginkan.
• Upaya berulang kali yang gagal untuk mengendalikan, mengurangi, atau menghentikan perjudian.
• Kegelisahan atau lekas marah ketika mencoba mengurangi atau berhenti berjudi.
• Berjudi ketika mencoba melarikan diri dari masalah atau suasana hati atau stres yang negatif.
• Setelah kehilangan suatu barang berharga karena berjudi, merasa perlu untuk terus membalas dendam. (Ini disebut sebagai “mengejar” kerugian seseorang).
• Sering berjudi ketika merasa tertekan.
• Setelah kehilangan uang berjudi, sering kali kembali membalas dendam. (Ini disebut sebagai “mengejar” kerugian seseorang.)
• Berbohong untuk menyembunyikan sejauh mana keterlibatannya dalam perjudian.
• Kehilangan peluang penting seperti pekerjaan atau prestasi sekolah atau hubungan dekat karena perjudian.
• Mengandalkan orang lain untuk membantu masalah uang yang disebabkan oleh perjudian.

Laki-laki disebut lebih mungkin memulai berjudi pada usia muda dibandingkan dengan perempuan. Namun perempuan dapat berkembang ke masalah perjudian lebih cepat. Sementara peningkatan jumlah penderita masalah perjudian atau gambling disorder berkelindan dengan peningkatan ketersediaan peluang perjudian.

Infografis data kasus judi online. [Suara.com/Emma]
Infografis data kasus judi online. [Suara.com/Emma]

Sebagai informasi, pada 2023 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK mencatat ada 168 juta transaksi judi online dengan total akumulasi perputaran dana mencapai Rp327 triliun. Data ini menunjukkan begitu masifnya praktik judi online yang ada di tengah masyarakat Indonesia. 

Sedangkan Polri mengklaim sepanjang tahun 2023 telah mengungkap 1.196 kasus judi online dengan tersangka yang ditangkap mencapai 1.987 orang. Lalu pada awal tahun 2024 sejak Januari hingga April telah mengungkap 792 kasus dengan tersangka 1.158.

Psikolog klinis Nirmala Ika mengatakan prilaku Briptu Rian tidak bisa serta merta disimpulkan sebagai gangguan gambling disorder. Sebab untuk mengetahui pasti kondisi psikologis seseorang diperlukan pemeriksaan secara langsung. 

"Saya tidak bisa bilang pasti, apakah punya masalah gambling disorder," kata Ika kepada Suara.com, Selasa (11/6).

Lewat pemeriksaan psikologis, lanjut Ika, nantinya baru bisa diketahui apakah prilaku Briptu Rian ini bagian dari gangguan gambling disorder atau hanya sekadar berusaha mencari peruntungan lewat judi karena tekanan ekonomi.

"Yang berhak menyimpulkan hanya yang melakukan pemeriksaan ke yang bersangkutan," tuturnya. 

Sementara psikolog anak dan keluarga di Unit Anak & Remaja Sajiva RSK Jiwa Dharmawangsa, Mira Amir menilai apa yang dilakukan Briptu Fadhilatun merupakan akumulasi amarah akibat beragam permasalahan. Terlebih kondisi yang bersangkutan juga baru saja melahirkan.

"Menurut analisis saya stres yang dialami Polwan ini sudah berlangsung lama. Bisa disebabkan pola komunikasi antar suami-istri buruk, kemampuan perencanaan rendah; anak tiga umur masih pada kecil," kata Mira. 

"Jadi akumulasi, bukan cuma karena suami menghabiskan uang untuk judi online."

Padahal persoalan ini menurut Mira semestinya bisa ditangani atasan atau institusi Polri sejak awal.

"Tapi probelmnya zaman sekarang masyarakat kita jadi kayak apatis terhadap lingkungan. Kalau ada malasah mikirnya itu masalah pribadi, tidak perlu ikut campur. Padahal yang namanya masalah kekerasan, lingkungan wajib bertanggung jawab," jelasnya.

Dalam perkara ini Polda Jawa Timur telah menetapkan Briptu Fadhilatun sebagai tersangka. Dia dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
 
Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Dirmanto mengatakan Briptu Fadhilatun kekinian ditempatkan di Pusat Pelayanan Terpadu Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jawa Timur. Penyidik memutuskan untuk tidak melakukan penahan di ruang sel lantaran Fadhilatun masih memerlukan pendampingan psikiatri akibat trauma yang dialami. Selain juga karena yang bersangkut masih memiliki bayi.

“Sehingga ada hak inklusif anak di situ sesuai aturan perundang-undangan,” tutur Dirmanto.