Cari Harun Masiku Usai Hubungan Jokowi dan PDIP Retak, Keseriusan KPK Dipertanyakan
Home > Detail

Cari Harun Masiku Usai Hubungan Jokowi dan PDIP Retak, Keseriusan KPK Dipertanyakan

Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Kamis, 06 Juni 2024 | 11:29 WIB

Suara.com - PEGIAT antikorupsi mengkritik kesungguhan Komisi Pemberantasan Korupsi yang mulai kembali memburu politisi PDI Perjuangan Harun Masiku. Harun bertahun-tahun menjadi buronan KPK sebagai tersangka kasus suap pengurusan pergantian antar waktu atau PAW DPR RI.

Baru-baru ini KPK melakukan penggeledahan di sejumlah tempat dan memeriksa saksi mengenai pemburuan Harun Masiku. Namun, langkah tersebut dipertanyakan karena KPK dinilai baru bergerak setelah terjadi perubahan peta politik nasional pasca pemilu 2024.

"Sekarang kasus Harun Masiku dibuka ini menjadi tanda tanya publik. Apakah memang KPK benar-benar, sungguh niat menangkap atau karena memang peta politik sudah berubah," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Yogyakarta Zaenur Rohman kepada Suara.com, Selasa (4/6/2024).

Seperti diketahui peta politik nasional berubah cukup drastis sejak Pemilu Serentak 2024 lalu. Presiden Joko Widodo yang merupakan kader PDIP melakukan manuver politik. Dari awalnya mendukung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden yang diusung PDIP, lalu memutar arah mendukung Prabowo Subianto berpasangan dengan sang putra, Gibran Rakabuming Raka.

Sejak itu hubungan PDIP dengan Jokowi semakin renggang. Kemudian, diperkuat dengan tidak diundangnya Jokowi pada Rakernas PDIP di Ancol, Jakarta pada 24-26 Mei lalu. PDIP yang semula partai penyokong pemerintah jadi berubah, ditunjukan dalam sikap yang kerap bersebrangan dengan Jokowi.

Perkara yang menjerat Harun Masiku masih erat kaitannya dengan PDIP. Kasus ini terungkap pada 2020. Berawal dari Harun sebagai caleg PDIP ingin menjadi anggota DPR melalui proses PAW. Namun rapat pleno KPU ketika itu telah memutuskan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR menggantikan Nazaruddin Kiemas, Megawati Soekarnoputri yang meninggal dunia.

Demi memuluskan jalannya, Harun menyuap Wahyu Setiawan selaku anggota KPU agar menjadikan sebagai anggota dewan menggeser Riezky. Uang suap yang diberikan Harun sebanyak Rp900 juta, tapi Wahyu cuma Rp600 juta.

Kasus suap ini terendus. Selain Harun dan Wahyu, KPK menetapkan dua tersangka lainnya, yakni mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri yang ketika itu staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Dari empat tersangka, tiga orang telah divonis bersalah, sedangkan Harun masih berstatus buron hingga saat ini.

Berdasarkan catatan Suara.com, keaktifan KPK dalam beberapa waktu belakangan memburu Harun Masiku ditunjukkan dari penggeledahan dan pemanggilan sejumlah saksi sejak pertengahan Desember 2023. Dimulai dari penggeledah rumah eks anggota KPU RI Wahyu Setiawan pada 12 Desember 2024. Setelah menggeledah rumahnya, KPK memeriksa Wahyu pada 28 Desember 2023.

Infografis KPK berburu Harun Masiku. [Suara.com/Emma]
Infografis KPK berburu Harun Masiku. [Suara.com/Emma]

Selanjutnya, KPK memanggil tiga orang saksi selama tiga hari berturut-berturut. Dimulai dengan seorang advokat bernama Simon Petrus pada Rabu 29 Mei 2024. lalu, Kamis 30 Mei, penyidik memanggil mahasiswa bernama Hugo Ganda. Lalu pada 31 Mei, Melita De Grave yang juga mahasiswa diperiksa. Ketiganya dikonfirmasi soal pihak yang diduga sengaja menyembunyikan Harun Masiku.

Sementara itu, selama setahun Harun Masiku berstatus buron, KPK jarang menyampaikan upayanya mencari Harun Masiku. Pada masa itu hubungan Jokowi dengan PDIP masih solid.

Oleh karena itu, kata Zaenur, segala aspek politik harus dikesampingkan dan KPK fokus dengan tugas utama dalam pemberantasan korupsi, yaitu menegakkan hukum secara independen dan adil.

"Nah kita tunggu, apakah KPK benar-benar akan menangkap Harun Masiku atau tidak," ujar Zaenur.

Ketua IM57+ Institute, M. Praswad Nugraha juga tak menampik pencarian Harun Masiku bermuatan politis. Menurutnya, KPK bisa dengan mudah menangkap Harun, mengingat sudah berpengalaman menangkap buronan yang kabur ke luar negeri. Salah satunya mantan politisi Demokrat Muhammad Nazaruddin yang berhasil ditangkap di Kolombia.

Dia mempertanyakan kekuatan yang dimiliki Harun sehingga sulit untuk ditangkap KPK. Praswad menyebut selagi Harun belum dapat ditangkap, upaya pencarian KPK hanya gimik belaka.

"Kami berkeyakinan bahwa selama Harun Masiku belum tertangkap, semua hanyalah soal gimik. Isu Harun Masiku berulang kali disinggung tetapi proses pengungkapannya seakan lebih rumit dari pelarian buron internasional," kata Praswad kepada Suara.com.

Informasi Baru

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut, pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terkait Harun karena penyidik mendapatkan informasi baru. Selain itu, upaya tersebut merupakan komitmen KPK sebagai penegak hukum untuk menuntaskan perkara yang diusut.

"Jadi pihak-pihak yang dipanggil ini untuk dikonfirmasi terkait dengan informasi yang kami peroleh," katanya.

Ali tidak menjelaskan lebih jauh soal informasi anyar yang diperoleh penyidik. Tapi disebutnya terkait dengan pihak yang diduga membantu Harun bersembunyi selama hampir empat tahun terakhir.


Terkait

Profil Keponakan Jokowi Bagaskara Ikhlasulla Arif yang Diangkat Lagi Jadi Manager Pertamina
Kamis, 06 Juni 2024 | 11:02 WIB

Profil Keponakan Jokowi Bagaskara Ikhlasulla Arif yang Diangkat Lagi Jadi Manager Pertamina

Bagaskara Ikhlasulla Arif, keponakan Presiden Joko Widodo alias Jokowi , kembali dipercaya untuk menduduki jabatan strategis di PT Pertamina (Persero).

Di Harlah Bung Karno, Hasto PDIP Singgung Pemerintah Jokowi: Bansos Dipakai Elektoral, Tambang Dibagi-bagi
Kamis, 06 Juni 2024 | 10:44 WIB

Di Harlah Bung Karno, Hasto PDIP Singgung Pemerintah Jokowi: Bansos Dipakai Elektoral, Tambang Dibagi-bagi

Kata Hasto, apa yang dicita-citakan Bung Karno bahwa di dalam bumi Indonesia merdeka seharusnya tidak ada kemiskinan, ternyata masih jauh dari kenyataan

Terbaru
Prabowo Buka Pintu untuk Israel Jika Akui Kemerdekaan Palestina: Diplomasi Realistis?
polemik

Prabowo Buka Pintu untuk Israel Jika Akui Kemerdekaan Palestina: Diplomasi Realistis?

Jum'at, 30 Mei 2025 | 18:55 WIB

Israel tak hanya harus mengakui kemerdekaan Palestina secara penuh, tetapi juga harus bertanggung jawab atas genosida yang selama ini dilakukan terhadap rakyat Palestina.

Reformasi Anggaran: Tantangan di Balik Putusan Sekolah Gratis polemik

Reformasi Anggaran: Tantangan di Balik Putusan Sekolah Gratis

Jum'at, 30 Mei 2025 | 16:20 WIB

Presiden adalah satu-satunya otoritas yang dapat melakukan reformasi menyeluruh dalam tata kelola anggaran pendidikan, kata Ubaid.

Bongkar Korupsi Dana Zakat di Baznas Jabar, Whistleblower Malah Dikriminalisasi polemik

Bongkar Korupsi Dana Zakat di Baznas Jabar, Whistleblower Malah Dikriminalisasi

Rabu, 28 Mei 2025 | 20:51 WIB

"Kriminalisasi terhadap pelapor dugaan korupsi di Baznas menunjukkan kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Wana.

Kebijakan Jam Malam Pelajar di Jabar: Solusi atau Sekadar Simbolik? polemik

Kebijakan Jam Malam Pelajar di Jabar: Solusi atau Sekadar Simbolik?

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:23 WIB

"Kebijakan jam malam bagi pelajar perlu manajemen pengawasan yang baik. Tanpa itu, kebijakan tersebut hanya akan terdengar baik di atas kertas," ujar Rakhmat.

Hunian Vertikal: Mimpi atau Bumerang Bagi Warga Jakarta? polemik

Hunian Vertikal: Mimpi atau Bumerang Bagi Warga Jakarta?

Rabu, 28 Mei 2025 | 15:35 WIB

"Rumah susun itu adalah cara yang paling prinsip untuk merubah Jakarta menjadi lebih tertata terkait dengan penduduk dan pemukiman," kata Yayat.

Bantuan China untuk MBG: Kadin Senang, Ekonom Khawatir 'No Free Lunch'! polemik

Bantuan China untuk MBG: Kadin Senang, Ekonom Khawatir 'No Free Lunch'!

Rabu, 28 Mei 2025 | 07:56 WIB

No free lunch. Pasti akan ada yang dikorbankan untuk mendapatkan bantuan tersebut, mulai dari politik hingga sumber daya alam, ungkap Huda.

Enam Polisi Positif Narkoba Disanksi Salat di Mushala, Seremonial Tanpa Efek Jera? polemik

Enam Polisi Positif Narkoba Disanksi Salat di Mushala, Seremonial Tanpa Efek Jera?

Selasa, 27 Mei 2025 | 21:29 WIB

Sanksi itu tak lebih dari seremonial saja. Seolah-olah diberi sanksi, tapi sebenarnya tidak memberi efek jera apapun, ujar Bambang.