Emanuel Gobay: Pasal Makar Diterapkan Diskriminatif untuk Papua
Home > Detail

Emanuel Gobay: Pasal Makar Diterapkan Diskriminatif untuk Papua

Agung Sandy Lesmana | Muhammad Yasir

Jum'at, 01 September 2023 | 13:55 WIB

Suara.com - Pemerintah Indonesia di Jakarta selalu mengklaim situasi sosial politik di tanah Papua kini relatif aman dan sama seperti daerah lainnya, yakni demokratis.

Namun, penilaian seperti itu justru berbanding terbalik dengan penilaian Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay.

Emanuel Gobay mengatakan, kekinian, ruang gerak masyarakat sipil Papua untuk menyuarakan kebebasan berpendapat serta berekspresi semakin terbatas.

Apalagi, kata dia, aktivis maupun masyarakat yang kerap mendesak pemenuhan hak untuk menentukan nasib sendiri atau  right to self-determination bagi bangsa Papua.

Gobay melanjutkan, terdapat tren baru berupa 'bundel pasal' untuk menjerat aktivis Papua, yakni penggunaan 'pasal-pasal karet' UU ITE dan pasal makar.

Menurutnya, hal tersebut sengaja diterapkan kepada aktivis Papua untuk membungkam kebebasan. Sebab, hal yang sama sangat jarang terjadi di daerah-daerah lain Indonesia.

Selengkapnya, berikut petikan wawancara Suara.com dan Jaring.id dengan Emanuel Gobay.

Ada berapa kasus UU ITE dan makar di Papua?

Kalau ITE dan makar hanya dalam kasusnya Assa Asso. Victor Yeimo mereka tidak gunakan UU ITE, hanya saja bukti elektronik yang dugunakan, yaitu video saat dia orasi itu, tapi pasal dalam UU ITE tidak digunakan.

Selain itu ada Ferry Pakage, itu hanya UU ITE tidak ada pasal makarnya. Ada satu lagi saya lupa namanya dari Yahukimo.

[Suara.com/Rochmat]
[Suara.com/Rochmat]

Bagaimana pandangan LBH Papua terkait penerapan UU ITE dan pasal makar yang kerap menyasar aktivis atau orang Papua?

Pasal makar ini dalam penerapannya menggunakan sistem peradilan pidana yang saya simpulkan itu dipraktikan secara diskriminatif.

Kenapa saya katakan itu? Dasar saya mengatakan itu mengacu beberapa fakta, saya lihat dalam kasusnya Kivlan Zen, Ibu Fatmawati dan Egi Sudjana yang juga sama sudah ditersangkakan dengan pasal makar.

Untuk kasus-kasus itu, sampai hari ini, saya belum pernah dengar ada SP3 yang diterbitkan oleh kepolisian tempat mereka ditersangkakan.

Tapi saya juga belum pernah dengar kalau itu diputuskan di pengadilan. Berbeda dengan kasus-kasus Papua, yang selalu naik ke persidangan.

Hasil pemantauan LBH Papua bagaimana dengan proses penanganan perkara makar yang menyangkut orang-orang Papua?

Ketika pasal makar ini digunakan polisi untuk menjerat orang-orang yang bicara isu Papua atau orang Papua, itu sangat cepat dan langsung berujung pada putusan pengadilan.

Di sini lah kita temukan fakta diskriminasi berdasarkan ras yang dilakukan dalam penerapan pasal makar menggunakan sistem peradilan pidana.

Ini juga kemudian  menunjukkan adanya fakta kriminalisasi pasal makar terhadap orang Papua. Karena mayoritas yang mereka gunakan pasal makar terhadap aktivis-aktivis ini mereka itu sedang melakukan atau setelah melakukan kemerdekaan menyampaikan pendapat yang dilindungi undang-undang.

Saya pikir ini adalah fakta penegakan hukum yang tidak profesional yang sedang dipertontonkan di muka umum. Semestinya tidak boleh dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum seseuai pasal 1 ayat 3 UU 1945.

Pada prinsipnya negara hukum itu cirinya dalah melindungi HAM. Tapi yang kita temukan justru HAM itu dicederai oleh negara melalu aparat penegak hukum dalam fakta penggunaan pasal makar dalam sistem peradilan pidana terhadap orang Papua yang dilakukan secara rasis, diskriminatif, mengkriminalisasi.

[Suara.com/Rochmat]
[Suara.com/Rochmat]

Apa dampak yang akan timbul akibat pemidanaan yang terus berulang kepada orang Papua dengan menggunakan pasal makar?

Pasal makar sendiri secara teori pidana masuk dalam kategori kejahatan politik. Karena kejahatan politik maka tentunya ini ada persoalan politik yang belum terselesaikan.

Semestinya negara ini sudah tidak menggunakan pasal makar untuk menyelesaikan konflik politik di Papua. Negara ini harus berpikir lebih maju.

Apalagi negara ini sudah berpengalaman menyelesaikan konflik politik di Aceh, konflik politik di Timur Leste. Persoalan politik di Papua ini kan sama seperti yang di Aceh dan Timor Leste.

Seharusnya pemerintah, dalam hal ini presiden, bisa menggunakan salah satu contoh penyelesaian politik yang pernah dilakukan di Aceh atau Timor Leste untuk menyelesaikan persoalan politik di Papua.

Kalau kemudian kita melakukan pengulangan dengan cara kriminalisasi pasal makar terhadap aktivis, ini kan justru akan mempertontonkan keburukan citra negara hukum Indonesia di mata publik nasional dan internasional.

--------------------------------------------------------------------------------- 

Artikel ini adalah hasil kolaborasi peliputan antara Suara.com dan Jaring.id yang mendapat dukungan dari Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN).

Tim Kolaborasi

Penanggung Jawab: Fransisca Ria Susanti (Jaring.id); Reza Gunadha (Suara.com)

Penulis: Abdus Somad (Jaring.id); Agung Sandy Lesmana dan Muhammad Yasir (Suara.com)

Penyunting: Damar Fery Ardiyan (Jaring.id); Reza Gunadha (Suara.com)

Ilustrasi: Ali (Jaring.id); Suara.com


Terkait

MK Batasi Makna Kerusuhan pada UU ITE, Kritik di Dunia Maya Tak Bisa Dipidana
Selasa, 29 April 2025 | 14:41 WIB

MK Batasi Makna Kerusuhan pada UU ITE, Kritik di Dunia Maya Tak Bisa Dipidana

MK menyatakan ketentuan soal kerusuhan dalam UU ITE yang mengganggu ketertiban di dunia digital bertentangan dengan prinsip hukum yang dijamin UUD 1945.

Putusan MK: Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE Tetap Berlaku, Kecuali untuk Pemerintah
Selasa, 29 April 2025 | 12:51 WIB

Putusan MK: Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE Tetap Berlaku, Kecuali untuk Pemerintah

Mahkamah Konstitusi menyatakan, bahwa pasal menyerang kehormatan atau nama baik yang diatur dalam UU ITE dikecualikan untuk lembaga pemerintah hingga sekelompok orang

MK Putuskan Kritik ke Pemerintah dan Korporasi Tak Bisa Dikenakan UU ITE
Selasa, 29 April 2025 | 12:30 WIB

MK Putuskan Kritik ke Pemerintah dan Korporasi Tak Bisa Dikenakan UU ITE

Dalam putusannya MK menyatakan frasa orang lain dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945

Media Sosial: Ruang Bebas Berpikir atau Alat Kendali Opini?
Senin, 10 Februari 2025 | 09:15 WIB

Media Sosial: Ruang Bebas Berpikir atau Alat Kendali Opini?

Media sosial dapat menjadi ruang untuk menciptakan demokrasi informasi yang melibatkan semua pihak, di mana setiap individu bebas mengaksesnya berbagai sudut pandang.

Terbaru
Saat Dedi Mulyadi Jadi Sosok Baru Untuk 'Mendisiplinkan' Anak, Mengapa Dikritik Pakar?
polemik

Saat Dedi Mulyadi Jadi Sosok Baru Untuk 'Mendisiplinkan' Anak, Mengapa Dikritik Pakar?

Jum'at, 09 Mei 2025 | 10:16 WIB

Menurutnya, kunci perubahan perilaku anak adalah pemahaman. Anak harus tahu kenapa suatu hal penting dilakukan.

Problem Hukum di Balik Tentara Gerebek Narkoba polemik

Problem Hukum di Balik Tentara Gerebek Narkoba

Kamis, 08 Mei 2025 | 15:03 WIB

Tiga pria berinisial S (26), I (23), dan M (25) ditangkap tanpa perlawanan.

Bakal Didepak: Tiga Kesalahan Fatal Hasan Nasbi di Mata Prabowo polemik

Bakal Didepak: Tiga Kesalahan Fatal Hasan Nasbi di Mata Prabowo

Kamis, 08 Mei 2025 | 11:14 WIB

"Kalau sampai keliru menempatkan orang di PCO, tentu presiden sendiri yang direpotkan. Nanti justru akan menjadi beban," Yusak.

Fenomena Ormas: Bikin Resah Masyarakat dan Hambat Investasi, Tapi Dibutuhkan Saat Pemilu! polemik

Fenomena Ormas: Bikin Resah Masyarakat dan Hambat Investasi, Tapi Dibutuhkan Saat Pemilu!

Rabu, 07 Mei 2025 | 15:52 WIB

Pemerintah mulai gelisah. Bukan hanya karena keresahan warga. Tapi juga karena ormas seperti ini mulai mengganggu iklim investasi.

Luka Petani Pulau Laut di Balik Konglomerat Pelopor B50 polemik

Luka Petani Pulau Laut di Balik Konglomerat Pelopor B50

Rabu, 07 Mei 2025 | 13:35 WIB

Tim Indonesia Leaks juga menemukan adanya aliran uang dari PT MSAM dan PT JARR ke kementerian, institusi militer, hingga kepolisian.

Kapolres Belawan Tembak Mati Remaja Tawuran: Diskresi atau Penggunaan Kekuatan Berlebihan? polemik

Kapolres Belawan Tembak Mati Remaja Tawuran: Diskresi atau Penggunaan Kekuatan Berlebihan?

Rabu, 07 Mei 2025 | 09:03 WIB

Tembakan itu diklaim sebagai tembakan peringatan. Diarahkan ke kaki. Tapi situasi gelap, jarak tak pasti. Semua serba cepat dan tidak terkendali.

Di Balik Mutasi Kilat Letjen Kunto Arief, Benarkah Ada Tarik Menarik Politik di Tubuh TNI? polemik

Di Balik Mutasi Kilat Letjen Kunto Arief, Benarkah Ada Tarik Menarik Politik di Tubuh TNI?

Selasa, 06 Mei 2025 | 15:27 WIB

Panglima TNI batalkan mutasi Letjen Kunto, Pangkogabwilhan I, picu sorotan. Dikaitkan dengan tuntutan ayah Kunto soal Gibran. Mutasi dinilai politis, langka.