Jalan Sunyi Agama Baha'i

Jalan Sunyi Agama Baha'i


Suara.com - Kolom agama di KTP penganut agama Baha'i dikosongkan, tetapi Rika Aminah Sijaya mengaku tidak masalah. Perempuan asal Makassar yang kini tinggal di Klaten ini juga mengungkap bahwa anaknya saat masih kecil mengikuti pelajaran agama yang ada di sekolah. Ia juga mengaku tidak ada masalah.

Lantas apa yang membuat Rika tetap yakin masuk Baha'i?

Untuk memahami, Rika menjelaskan kepada kami awal dirinya mengetahui agama Baha'i.

"Saya beserta keluarga awalnya memeluk agama Islam dan saat itu bertempat tinggal di Makassar. Pemeluk agama Baha'i pertama di keluarga adalah ibu saya, kemudian dilanjutkan saya dan adik-adik. Sementara ayah saya menjadi sosok terakhir yang masuk menjadi umat Baha'i," kata Rika.

Ia mengaku awalnya menemukan buku berjudul "Baha'ullah New Era" di rumah, tapi ibunya tidak mengizinkan untuk dibaca-baca.

"Belum waktunya kamu baca," kata Rika menirukan perkataan ibunya kala itu.

Ia kemudian bertutur bahawa saat ibunya keluar rumah, ia mencari buku tersebut karena sangat penasaran dan memang suka membaca buku.

Sejak saat itu, ia mengetahui soal agama Baha'i dan Baha'ullah. Ia lalu bertanya kepada ayahnya dan benar, itulah agama baru yang sedang dipelajari sang ibunda.

"Ya ini yang ibumu sedang pelajari di agama baru," kata ayah saya.

Ketertarikan Masuk Baha'i

Setelah menyingkap buku Baha'i yang dibaca ibundanya, Rika semakin tertarik belajar dengan membaca-baca lebih lanjut.

"Karena setahu saya kan Islam adalah agama yang terakhir, sedangkan di buku itu menjelaskan bahwa ada agama setelah Islam," kata Rika.

Ia mengalami pergumulan batin.

"Saya pun berdoa dengan Tuhan meminta penjelasan apakah ini benar atau tidak. Lalu saya mendapatkan kesimpulan bahwa Tuhan adalah Yang Maha Kuasa yang berarti Dia menciptakan hal tidak terbatas," katanya.

Rika mengaku merasa bahwa agama pun tidak ada batasnya sampai di situ saja.

Ia terus belajar dan menerima Baha'i sebagai satu agama yang baru.

"Saya memulai menjalankan ajara-ajaran Baha'i ketika duduk di bangku kelas 3 SMA," katanya.

Rika kemudian mulai menjalankan puasa, sembahyang, dan mulai mencari tahu siapa saja yang telah menjadi Baha'i di sekitarnya.

"Agama Baha'i Agama Sederhana"

Secara administrasi, ketika menjadi Baha'i maka harus menerima bahwa Baha'ullah adalah utusan Tuhan yang terakhir.

"Kita berusaha mengikuti perintah-perintahnya yang ada di kitab suci dan menerima Abdu'l-Baha sebagai penafsir, Shoghi Effendi (cucu Abdu'l-Baha) sebagai penerjemah," ungkap Rika.

Bagi Rika, agama Baha'i begitu sederhana.

"Agama Baha'i begitu sederhana. Selama kita bisa bergaul dengan semua umat manusia, semua orang yang beragama, semua bangsa-bangsa sebagai satu keluarga maka kita sudah menjadi Baha'i," katanya.

Menurut penuturan Rika, hal itu sesuai dengan ajaran Abdu'l Baha yang menyadarkan bahwa selagi bisa bergaul dengan semua orang, bekerjasama dengan mereka maka kita sudah Baha'i.

Tentang Agama Baha'i

Agama Baha'i masuk ke Indonesia di tahun 1880an yang diperkenalkan oleh dua orang bernama Mustafa Rumi dan Jamal Effendi. Kedua orang tersebut dikirim oleh Baha'ullah untuk berjalan ke Asia.

Saat sampai di Pulau jawa, mereka pergi ke berbagai daerah hingga ke pelosok. Pada tahun 1950 ada satu keluarga yang menetap datang di Jakarta.

Tahun 1952 hingga 1962 sejumlah Baha'i datang yang rata-rata bekerja sebagai dokter. Mulai dari situlah masyarakat mulai tahu adanya agama Baha'i, walaupun sebenarnya sudah dari lama.

Sementara itu, Baha'i berpusat di Haifa, Israel. Sementara di setiap negara terdapat Majelis Nasional yang telah tersebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia dari lebih 200 negara yang telah resmi ada Majelis Nasional.

"Salah satu daerah yang ajarannya tersebar adalah Bugis, nenek saya yang berasal dari Bugis pun mengetahui dan memahami ajaran tersebut. Tak hanya itu, ajaran tersebut pun sampai ke Bone, kebetulan lagi keluarga saya dari Bone, Sulawesi Selatan," kata Rika.

"Saat menerima ajaran ini pun ayah saya langsung teringat jikalau kakek beliau ternyata pernah memberitahu soal bacaan sembahyang pendek dari Baha'i," lanjut Rika.

Ajaran Agama Baha'i

Agama Baha'i sama dengan agama lain, ada puasa dan sembahyang. Ada ajaran-ajaran lain yang kita diharuskan menjalankannya, itu ada semua.

"Sebagai Baha'i kita diajarkan dan disuruh untuk mencintai seluruh umat manusia, jadi harus bisa pandai-pandai dalam bersosialisasi. Hal itu karena kita menganggap mereka sebagai saudara dan berusaha untuk membantu atau menolong," kata Rika.

Baha'i Memiliki Penanggalan Sendiri

Ilustrasi kalender (Shutterstock).
Ilustrasi kalender (Shutterstock).

Kalender Baha'i pun ada lengkap dengan hari rayanya. Berbeda dengan Masehi, kalender Baha'i terdapat 19 bulan dalam satu tahun dan setiap bulan terdapat 19 hari.

"Jadi semua umat Baha'i secara individu harus beribadah atau sembahyang, membaca tulisan suci kala pagi dan petang, mengikuti kegiatan rutin 19 harian dan mengikuti puasa setiap tahunnya," ungkap Rika.

Hari raya di kalender Baha'i terdapat 9 hari yang kebanyakan terkait dengan kedua tokoh (Baha'ullah dan Abdu'l-Baha). Mulai dari merayakan ulang tahun mereka, hari kematian, dan proklamasi. Sementara sisanya hari-hari lain untuk umat, contohnya hari mempersiapkan diri untuk puasa.

Cara Sembahyang Agama Baha'i

Dalam agama Baha'i terdapat 3 sembahyang, yakni pendek, menengah dan panjang.

Sembahyang pendek diucapkan dalam 24 jam di tengah hari hingga sebelum matahari terbenam. Sementara sembahyang pertengahan atau sedang dilakukan 3 kali dalam sehari pada pagi, siang, dan malam.

Terakhir, sembahyang panjang dilakukan hanya satu kali dalam 24 jam dan benar-benar panjang karena lengkap dengan gerakan. Gerakan itu terdapat sujud, rukuk, duduk dan ayat-ayat bacaannya pun begitu panjang.

Ketika sembahyang tidak ada pakaian tertentu yang kita pakai, yang terpenting mengenakan baju bersih, sopan, dan tak ada hal spesifik lainnya.

Puasa Penganut Agama Baha'i

Puasa umat Baha'i dilakukan setiap bulan A'la di kalender Baha'i. Menurut perhitangan Masehi, maka puasa umat Baha'i jatuh di tanggal 2 Maret hingga 20/21 Maret.

"Kita berpuasa selama 19 hari di bulan terakhir (A'la) yakni bulan 19, mulai dari matahari terbit hingga terbenam," kata Rika.

Setelah berpuasa kita masuk ke Nawruz atau tahun baru yang biasanya jatuh di tanggal 20/21 Maret Masehi setiap tahunnya.

Pantangan dan Larangan Bagi Penganut Agama Baha'i

Adapun pantangan dan larangan bagi penganut agama Baha'i adalah tidak boleh minum alkohol dan tak boleh berpolitik atau masuk terjun menjadi anggota politik.

Alasan pada larangan yang kedua dimaksudkan karena secara khusus ajaran Baha'i adalah untuk memprioritaskan kesatuan umat manusia.

"Ketika kita berpolitik maka tidak akan bersatu dengan yang lain hingga membenci kelompok sebelah dan bertentangan dengan tujuan kita sendiri," kata Rika.

Sosok Baha'ullah dan Abdu'l-Baha

Sosok Abdu'l-Baha menjadi "pembuka", seperti halnya John pembaptis yang menyiapkan umat sebelum kedatangan Yesus. Jadi Abdu'l-Baha menyiapkan umat sebelum kedatangan Baha'ullah.

"Sebab kita percaya dua tokoh ini yang kita tunggu di agama, Abdu'l-Baha sebagai Imam Mahdi dan Baha'ullah sebagai Isa Almasih," ujar Rika.

"Kita percaya bahwa Baha'ullah ini adalah petunjuk dari Tuhan, dia yang membawa ajaran-ajaran untuk umat manusia di jaman sekarang ini. Sama halnya dengan Nabi Muhammad, Yesus Krsitus, dan lainnya," imbuhnya.

Meskipun begitu, Rika juga mengaku percaya ada sosok ada sesutau yang lebih dari itu yakni Tuhan.

Kitab Suci Agama Baha'i

Kitab i-Aqdas merupakan kitab suci agama Baha'i berisi tulisan seluruh perintah-perintah yang harus diikuti. Semua hukum yang berada di dalam kitab tersebut digunakan dan berlaku selama 1000 tahun lamanya.

Kini, agama Baha'i belum mencapai usia 200 tahun, sehingga masih banyak peraturan-peraturan yang belum kita terapkan.

Wahyu-wahyu Baha'ullah aslinya dalam bahasa Arab dan Persia, kemudian diterjemahkan oleh Yusuf Effendi (cicitnya) dalam Bahasa Inggris. Setelah itu baru bisa diterjemahkan ke semua bahasa, salah satunya Bahasa Indonesia.

"Saya sendiri membaca dengan bahasa Inggris karena saya bisa, namun kita juga memiliki banyak buku-buku dengan bahasa Indonesia," kata Rika.

Rumah Ibadah

Pembangunan rumah ibadah Baha'i mulai dibangun secara nasional dan sekarang ini banyak negara yang sudah mulai memiliki banyak umat sehingga telah ada secara lokal. Tak hanya itu, pembangunan rumah ibadah pun harus dari Balai Keadilan Sedunia yang memerintah.

Tahun-tahun kedepan dikabarkan akan banyak dibangun rumah ibadah Baha'i yang dinamakan Mashriqul-Adhkar. Namun, di Indonesia belum ada karena umatnya terbilang masih sedikit.

Pemuka Agama Baha'i

Dalam agama Baha'i tidak ada pemuka agama individu seperti yang lainnya, hal ini karena Baha'ullah mengajarkan untuk kolektif 9 orang.

Misalnya, ketika di satu tempat ada 9 orang Baha'i dewasa maka akan dibuatkan Majelis Rohani setempat. Sehingga mereka di setiap Majelis Rohani setempat akan memiliki Majelis Rohani Nasional di setiap negara yang anggotanya akan dipilih dari 9 orang tadi. Begitupun dengan Lembaga Internasional Baha'i berjumlahkan 9 orang.

Dalam Majelis tersebut nanti akan dipilih sosok ketua yang akan mengatur bagaimana pertemuan berlangsung. Setiap tahun, dari 9 orang tersebut akan dipilih untuk menjadi ketua, wakil, sekretaris, dan bendahara. Empat orang tersebutlah yang secara resmi mengatur keperluan pertemuan Majelis.

"Saat ini saya di Majelis Rohani setempat daerah Klaten sebagai Ketua. Anggota di sekitar Klaten berjumlah 5 keluarga. Di antaranya adalah 9 orang dewasa, 2 anak-anak, 1 remaja, dan 1 pemuda," kata Rika.

Kegiatan Umat Baha'i

Kegiatan Baha'i dengan nama 19 hari adalah setiap 19 hari di setiap kalender Baha'i kita berkumpul.

"Jadi, setiap bulan Baha'i kita melakukan baca doa dan kitab suci."

Kegiatan itu pun tak hanya secara spiritual, mereka juga memiliki hal sosial seperti membicarakan kejadian atau kegiatan apa yang hendak dilakukan di masyarakat.

Ketika hari raya tiba, mereka pun memilih tempat dan menyepakati lokasi untuk merayakannya. Saat hari raya pun mereka juga berkumpul seperti bisa membaca doa, tulisan suci, dan setelah itu makan-makan minum-minum sesuai dengan apa yang tuan rumah sajikan.

"Tak ada kegiatan lain, karena kita juga tidak bisa berbicara soal politik juga. Kita hanya berbincang tentang kehidupan untuk mengembangkan kapasitas dalam membantu masyarakat, memajukan kerohanian, dan ya seputar itu saja untuk saling menguatkan dan supaya akrab sebagai sesama anggota," lanjutnya.

Pengalaman Menjadi Penganut Agama Baha'i di Indonesia

Rika mengaku tidak pernah merasa ada diskriminasi.

"Saya tak pernah merasakan ada tantangan seperti itu, sekalipun mungkin ada tapi saya tak pernah merasakannya. Pengalaman saya pribadi dan keluarga selama menjadi umat Baha'i tak pernah mendapatkan diskriminasi, tidak seperti teman-teman lain yang kita tahu mendapatkan hal tersebut," ungkap Rika.

Ia kemudian mencontohkan, kolom agama di KTP miliknya dibiarkan kosong.

"Kolom agama saya dikosongkan tapi ya saya tidak masalah. Karena dikatakan bahwa program KTP dikomputerisasi, jadi sudah ada agama-agama di situ dan ketika dicetak langsung keluar."

"KTP kolom agama umat Baha'i pun kosong semua karena memang tak ada pilihan sehingga kita isi kosong juga," imbuhnya.

Pelajaran Agama untuk Anak di Sekolah

Ilustrasi sekolah. (Unsplash/Feliphe S)
Ilustrasi sekolah. (Unsplash/Feliphe S)

Ketika anak Rika masih kecil, baik itu tinggal di luar negeri atau pun di dalam negeri, dalam hal ini di Yogyakarta, mereka mengikuti pelajaran agama Kristen dan Katolik.

Kebanyakan umat Baha'i mengambil pelajaran agama di sekolah yang sesuai dengan kesanggupan mereka. Tidak ada masalah karena kita mempelajari semua agama dan bukan berarti langsung meyakini.

"Hal itu juga pun hanya sebatas untuk nilai di raport, jadi kita terbuka dan malah dianjurkan untuk mempelajari semua agama supaya tahu bahwa agama itu datang dari Tuhan," kata Rika.

"Anak-anak saya pun membaca semua kitab suci dari semua agama dan itu supaya mereka tahu. Saya pun tak ada masalah dengan hal tersebut," lanjutnya.

Toleransi Pemerintah

Rika mengaku senang ketika pemerintah mengucapkan hari raya agama Baha'i.

"Ketika pemerintah mengucapkan hari raya Nawruz saya merasa senang sebagai umat Baha'i meskipun ini bukanlah yang pertama. Sebab di luar negeri Baha'i selalu mendapatkan ucapan baik dari Perdana Menteri hingga Presiden," kata Rika.

"Kalau ada yang tidak senang pun tinggal menerima saja, karena setiap agama pasti ada tantangannya. Jadi kita terima aja, nggak masalah," pungkas Ketua Majelis Rohani Baha'i di Klaten ini.

Artikel ini merupakan hasil liputan Eleonora PEW, Sekar Anindyah Lamase