Kembang Latar saat Hawar, Sepenggal Cerita PSK Kala PPKM

Kembang Latar saat Hawar, Sepenggal Cerita PSK Kala PPKM


Suara.com - Prostitusi terus bertahan melewati lintasan panjang sejarah, termasuk saat dunia dilanda beragam wabah mematikan. Saat hawar corona datang, kembang latar gamang, harus mengadapi tiga masalah sekaligus: virus, kebijakan pemerintah yang membingungkan, serta tamu semakin sedikit.

NAYLA masih terjaga di kamar peraduannya, meski sepuluh menit lagi yaum akan bersalin tarikh menjadi 2 Agustus 2021—hari terakhir perpanjangan kedua pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat.

Dalam kamar pesanggrahan murah, berukuran empat kali empat, perempuan berusia 37 tahun itu sempat menanam satu harapan, “Semoga PPKM tidak diperpanjang lagi ya.”

Sembari membakar sebatang rokok, memencet remot televisi dan mengganti program berita kriminal yang membosankan, dia ingin segala kerumitan hidup gugur satu persatu.

"Repot kalau ada PPKM terus, apalagi buatku, orang yang bekerja dengan risiko dan hal-hal yang tidak jelas ujungnya.”

Nayla adalah seorang pekerja seks komersial di Jakarta. Dia satu dari banyak perempuan sekerja yang kian kepayahan bertahan hidup pada masa pandemi.

Para pelakon profesi itu kekinian berada di tubir dilema. Mereka bisa saja terinfeksi covid-19 dari pelanggan. Tapi malapetaka pasti menghampiri kalau peraduan mereka semakin kosong dari tamu. Sementara negara, tak bisa memberi jaminan semuanya.

Pada sebuah perjumpaan

HARI sudah larut malam ketika aku sampai di hostel tempat Nayla sehari-hari mencari Rupiah untuk menyambung hidup. Rumah indekos di perbatasan antara Kelapa Dua Depok dan Lenteng Agung Jakarta Selatan itu cukup besar ukurannya.

Nayla—perempuan yang baru kukenal—langsung meraih kopi sasetan dan langsung menuju dispenser untuk menyeduhnya, ketika aku baru masuk ke kamar.

Setelah tersaji, gelas berisi kopi hitam itu diberikan kepadaku. Sementara dia, setelah membakar rokok, mengajakku berbasa-basi.

"Oh iya, tadi susah tidak cari tempat saya? Gampang lah ya. Pokoknya gang kedua belok kiri, patokannya supermarket," kata Nayla. "Nih, ada rokok say.”

Dia lantas berkeluh kesah tentang kebijakan PPKM yang diterapkan pemerintah sejak 3 Juli lalu. Semula, PPKM memunyai kata akhir 'Darurat', lalu berganti julukan menjadi 'Level 4'.

Tapi, persetan dengan nama-nama tersebut, yang jelas kehidupan serta pekerjaan Nayla di skena percintaan singkat, banyak terganggu.

“PPKM katanya besok selesai ya?” kata Nayla sembari meraih sebatang rokok.

Sekali lalu, dia menyalakan pemantik, lantas menuntaskan rasa penasaran dalam pernyataan bernada tanya selanjutnya, "Katanya terakhir tanggal 2 kan ya?"

Kemudian, tiga kalimat pendek dilontarkan Nayla—tidak dalam satu tarikan napas, tapi berbarengan dengan dua isapan rokok yang dalam.

Sebelum isapan pertama: "Diperpanjang lagi tidak ya?"

Setelah isapan pertama: "Lama ya, ribet mau ngapa-ngapain"

Dalam isapan kedua: "Sepi juga ini yang mampir."

Setelah meletakkan rokok pada ceruk pinggiran asbak lalu menguncir rambut, Nayla menggenapkan keluh kesahnya, "Buat makan saja susah, karena warung tutupnya cepat he-he. Nah, apalagi saya yang kerja seperti ini.”

Ketika PPKM, paling hanya dua sampai tiga orang yang mampir ke kamar Nayla. Jelas, hal itu harus disiasati agar hari-hari berikutnya, orang-orang yang datang bisa menyandang status sebagai tamu tetap. Dia paham, tamu yang kembali datang tidak melulu karena urusan percintaan.

"Menurutku, 'main' itu nomor kesekian lah. Komunikasi sih menurutku, jangan sampai tamu sehabis dari sini, terus blokir nomorku," kata Nayla.

Pada masa pandemi seperti ini, Nayla cukup rajin mengecek kondisi tubuhnya. Dalam sebulan, minimal satu kali Nayla menjalani pemeriksaan swab antigen untuk meminimalisasi kemungkinan terpapar covid-19.

"Minimal, sebulan sekali aku swab. Alhamdulillah, hasilnya selalu negatif.”

Ketika melayani tamu-tamunya, Nayla enggan meladeni permintaan berciuman. Agar tidak menyinggung sang tamu, dia memberikan pengertian secara sopan.

Misalnya, dalam percakapan sebelum pertemuan, Nayla menegaskan tidak melakukan ciuman guna mencegah virus.

"Aku kasih pengertian saja, ya secara sopan.”

Jam kerja Nayla sangat tidak menentu. Terkadang, ada tamu datang siang, sore, malam, bahkan dini hari. Sepengalamannya, jumlah tamu yang datang paling banyak terjadi antara malam dan dini hari.

Supaya kesehatan dan imunnya tidak drop, Nayla tidur di siang hari jika sedang sepi tamu. Dia akan bangun sore sekitar pukul 16.00 WIB, untuk sekadar mengecek ponsel, siapa tahu ada lelaki yang hendak mampir.

Memasuki pukul 17.00 WIB, dia akan menyiapkan diri: mandi, bersolek, dan makan. Setelahnya, Nayla akan terjaga hingga keesokan pagi untuk bekerja.

“Paling banyak, tamu datang dari jam 02.00 sampai jam 06.00 WIB, ada lah tiga orang yang mampir.”

Sepandai-pandainya menjaga kesehatan, aktivitas seperti itu tetap membuat Nayla memiliki penyakit di tubuh. Terutama asam lambung, karena pola makannya yang berantakan.

"Makanya saya jarang ngopi. Tapi ya bagaimana, kerja kan keseringan malam," tuturnya.

Beberapa waktu lalu, tensi darah Nayla naik tinggi, di atas angka 180/120 mmHg. Kata Nayla, saat perayaan Idul Adha lalu, dia begitu larut pada daging kurban sapi dan kambing. Dia mengakui kalap dan menyantap sejumlah hidangan olahan daging kurban seperti rendang dan sate kambing.

Gusar karena vaksin

VAKSINASI covid-19 menjadi syarat wajib bagi masyarakat yang hendak melakukan mobilitas di luar rumah. Di ibu kota misalnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta warga segera mengikuti program vaksinasi.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini bahkan menjamin, dengan satu dosis vaksin covid-19 saja, masyarakat bisa bebas berkegiatan.

"Anda tinggal datang lalu melakukan vaksinasi. Cukup dengan satu kali vaksin, sesudah itu anda bebas bergerak," kata Anies di Mapolda Metro Jaya, Minggu (1/8).

Nayla tampak gusar saat kuajak berbicara tentang vaksinasi covid-19. Pikirannya membuncah karena dua hal.

Satu sisi, nantinya dia akan kerepotan untuk beraktivitas karena sama sekali belum mendapat vaksin. Tapi di lain sisi, Nayla mengakui kebingungan untuk mendapatkan vaksin meski sudah banyak informasi maupun pemberitaan tentang hal tesebut.

Dia tidak tahu bagaimana mencari tempat dan orang-orang yang menyelenggarakan vaksinasi.

"Mau ke mana-mana ribet, katanya harus pakai sertifikat vaksin. Aduh, ribet banget ya. Aku kan belum vaksin sama sekali. Tiga anakku dan ibuku di rumah juga belum vaksin.”

Beberapa waktu lalu, sempat ada wacana vaksinasi berbayar. Namun, hal tersebut langsung dibatalkan Presiden Jokowi, setelah banyak dikritik.

Pernyataan Jokowi itu diwakilkan Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Negara dan disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (16/7).

Jokowi, kata Pramono, telah menyaring berbagai respons dari masyarakat terkait wacana vaksin berbayar.

"Setelah mendapatkan masukan dan juga respons dari masyarakat, presiden telah memberikan arahan tegas untuk vaksin berbayar, yang rencananya disalurkan melalui Kimia Farma, semuanya dibatalkan dan dicabut," kata Pramono.

Setelah dibatalkan, kata Pramono, maka program vaksinasi akan digratiskan. Tapi nyatanya, Nayla baru mengetahui pembatalan itu dari aku.

"Alhamdulillah kalau begitu (dibatalkan), anakku paling besar sempat kasih tahu, dia baca berita ada wacana vaksin berbayar," ucap Nayla.

Saat kali pertama mendengar wacana vaksinasi berbayar, Nayla benar-benar gusar. Dia tidak tahu bagaimana harus mencari uang untuk membiayai vaksin ketiga anaknya dan sang bunda.

"Kalau satu orang Rp 800 ribu, bisa habis berapa coba? Aku saja biasa suntik KB paling mahal Rp 20 ribu he-he. Ah, menurut saya bisnis lah ini.”

Terkadang tamu menjelma negara

WAKTU sudah pukul 00.15 WIB, hari telah berganti menjadi Senin 2 Agustus. Di kamar Nayla, televisi masih menyala.

Dia memutar program berita malam. Saat kami menonton, satu pesan singkat diterima Nayla melalui ponsel.

"Ini ada yang baru chat, P..P.. P.. seperti itu. Kubalas 'Ada apa?' Dia balas lagi: P. Kubalas saja 'Berisik!' Ya memang seperti ini, banyak banget orang yang tidak jelas, chat tidak jelas," ujar Nayla sembari tertawa.

Tidak cuma negara yang sering memberikan ketidakpastian dalam hidup, ternyata tetamu Nayla kerap melakukan hal serupa. Pada masa pandemi seperti ini, banyak kejutan tak terduga yang terjadi pada Nayla.

Oleh negara, Nayla mendapat ketidakpastian untuk bermobilitas karena PPKM kembali diperpanjang. Oleh tetamu, terkadang Nayla dipaksa untuk mengelus dada.

Sebagai ikhtiar mendapat banyak pemasukan, Nayla menggunakan aplikasi kencan untuk menawarkan jasanya. Nama aplikasi tersebut adalah Michat—nama yang tidak asing di telinga para handai taulan sekalian.

Tapi pengalaman Nayla mencari tamu secara daring tidak selalu mulus. Tak jarang tingkah tamu yang aneh dan menyebalkan, membikin semangat Nayla untuk bekerja menjadi turun.

Nayla mengungkapkan, banyak sekali lelaki yang membikin akun dengan foto dan nama tidak jelas. Banyak pula tetamu yang menawar tarif percintaan singkat dengan harga yang membikin Nayla harus menepuk jidat.

"Pernah ada yang menawar sekali main seharga Rp 100 ribu. Gimana tuh? Kan mood aku jadi rusak ketika harus menghadapi tawaran semacam itu. Makanya, yang tidak jelas, aku blokir.”

Nayla biasa mematok tarif Rp 600 ribu. Harga itu sudah termasuk gelanggang bercinta yang telah disediakannya: kamar dengan fasilitas tidak terlalu mewah, namun nyaman.

Jika ada negosiasi, Nayla akan sedikit menurunkan tarif dan bertahan di angka Rp 500 ribu. "Jika masih menawar, itu kelewatan ha-ha-ha," ungkap Nayla.

Lelaki patriarkis

NAYLA tak paham arti patriarki, tapi dia betul-betul mengerti banyak tamu yang datang sebenarnya untuk berlagak kuasa terhadap tubuh perempuan.

Suatu waktu, Nayla bercerita, pernah ada lelaki yang bersepakat dengannya. Laki-laki tersebut memang cukup sering menggunakan jasa Nayla.

Namun, tanpa sepengetahuan Nayla, si lelaki itu membawa sejumlah properti percintaan dengan kekerasan.

"Nah memang orang ini sudah langganan sih. Dia datang tiba-tiba bawa alat itu, tidak bilang dulu ke saya," kata Nayla.

Si pelanggan meminta agar Nayla diikat serta dicambuk saat melakukan permainan. Nayla mentah-mentah menolak. Akhirnya, si pelanggan yang justru meminta diikat dan dicambuk.

"Sewaktu ‘main’, dia minta matanya ditutup, tangannya diikat. Terus dia bilang,’pelan-pelan ya’. Kujawab: lu aja takut, apalagi gue.”

Nayla meyakini, laki-laki semacam itu hendak menutupi kekurangan dan ingin terlihat gagah di hadapan perempuan.

"Dia ingin biar tidak dibilang lemah. Padahal, sebenarnya dia menutupi kekurangannya saja,” kata dia.

Meski banyak hal-hal aneh—bahkan jenaka—kerap dijumpai, Nayla tetap berusaha bekerja secara profesional.

"Aku begitu orangnya, kalau ada tamu ya syukur, kalau tidak ada juga tidak apa-apa. Tidak mengharap banget. Ya rezeki tidak ke mana lah.”

***

Waktu telah menunjukkan pukul 01.00 WIB, perbincanganku dengan Nayla harus berakhir. Sebelum aku berpamitan, Nayla mematikan paket data di ponsel genggamnya. Dia ingin sejenak meninggalkan kebisingan yang sehari-hari bertamu ke kamarnya.

Jakarta sudah memasuki tanggal 2 Agustus 2021, saat itu, Nayla masih menanam harapan agar PPKM tidak dilanjutkan.

Namun, harapan itu lindap, kandas ketika Senin malam, Presiden Jokowi kembali mengumumkan perpanjangan PPKM untuk sepekan ke depan.

"Pemerintah memutuskan melanjutkan penerapan PPKM level 4 dari tanggal 3 sampai dengan 9 Agustus 2021 di beberapa kabupaten kota tertentu," kata Jokowi.