Pilkada Seharga Nyawa? Pemilihan saat Pandemi di Indonesia dan Myanmar
Home > Detail

Pilkada Seharga Nyawa? Pemilihan saat Pandemi di Indonesia dan Myanmar

Reza Gunadha

Jum'at, 11 Desember 2020 | 14:44 WIB

Suara.com - Ada kesamaan antara Indonesia dan Myanmar ketika menghadapi pandemi virus covid-19, yakni pagebluk tak bisa menghalangi kontestasi politik. Tetap digelar meski diprotes, apakah pemilu seharga nyawa?

"MEMBATALKAN pemilihan umum (di beberapa daerah) sama saja dengan membunuh etnis kami secara politis,” keluh Soe Thein, kandidat dari Rakhine State yang maju dalam pemilu Myanmar 2020, menggunakan bendera Arakan League For Democracy (ALD).

Pembatalan pemilu di negara bagian Rakhine lantaran konflik bersenjata yang tak kunjung selesai, dianggap sebagai kerugian besar bagi ALD.

Sebab, partai yang sempat dinyatakan terlarang oleh pemerintah Myanmar ini mendulang suara mayoritas di negara bagian Rakhine pada pemilu 1990.

Selain membatalkan pemilu di 15 kota kecil di Negara Bagian Rakhine, Union Election Commission (UEC) Myanmar juga menunda pemilu di Negara Bagian Syah serta 41 wilayah bagian kota kecil lain.

Keputusan ini dinilai kontroversial, lantaran diputuskan tanpa pertimbangan partai di wilayah tersebut. Selain itu, 1,2 juta pemilih juga kehilangan hak pilih.

Persoalan keamanan bukan satu-satunya alasan bagi UEC untuk memberlakukan pelbagai aturan baru dalam pemilu.

Badan pengatur pemilihan umum ini juga menjadikan pandemi Covid-19 sebagai dasar bagi aturan berkampanye.

Pada sejumlah daerah yang dianggap sebagai zona rawan penularan virus corona, kampanye tatap muka hanya boleh dihadiri maksimal 50 orang peserta.

Itupun dengan berbagai aturan mengenai protokol kesehatan, seperti jarak minimal antarpeserta sepanjang 1,8 meter, dan ventilasi yang cukup di ruangan tempat pertemuan.

Aturan tersebut dirilis oleh Ministry of Health and Sports (MoHS) Myanmar pada 7 September 2020, atau sehari sebelum pelaksanaan kampanye.

Namun, pengaturan tidak hanya dilakukan di daerah yang dianggap rawan penularan Covid-19. Kampanye secara umum, turut terdampak.

“Kami hanya diizinkan untuk bertemu 10.000 orang sebulan. Seharusnya kami diizinkan untuk bertemu lebih dari 10.000 pendukung sebulan. Kami juga tidak bisa berkampanye di kamp pengungsi yang ditutup lantaran pembatasan COVID-19,” ujar Seng Nu Pan, kandidat dari Kachin State People’s Party (KSP).

Dengan masa kampanye yang hanya dilakukan selama 60 hari, aturan tersebut dinilai membuat para kandidat kesulitan untuk meraih pendukung.

Terlebih bagi partai yang baru berdiri. Naw Ohn Hla, kandidat dari United Nationalities Democratic Party (UNDP) mengatakan tidak dapat bertemu pendukungnya di beberapa daerah karena pembatasan terkait pandemi yang diberlakukan oleh otoritas pemerintah.

“Saya tidak dapat mengunjungi beberapa kota di pinggiran Yangon. Beberapa pendukung mengundang saya, tetapi saya tidak bisa hadir. Pihak berwenang juga memberi tahu bahwa saya tidak dapat bergabung dengan pendukung saya dalam kampanye pemilu, "katanya.

Di tengah pembatasan berkerumun, pada sore hari setelah pencoblosan selesai, ratusan pendukung National League for Democracy (NLD) justru berkumpul di kantor pusat mereka di Yangon untuk merayakan kemenangan.

Direktur The People’s Alliance for Credible Elections (PACE) Sai Ye Kyaw Swar Myint menyebut, pembatasan kampanye membuat banyak partai tak punya kesempatan untuk memperkenalkan diri mereka di tengah berbagai pembatasan kampanye.

Di lain sisi, mengutip riset yang dipublikasikan PACE, ia menyebut hanya sedikit partai yang dikenal luas di Myanmar.

“Popularitas masih menjadi hal penting. Saya pikir popularitas NLD masih menjadi faktor kunci dalam pemilu ini,” ujarnya.

Kematian politikus

SEGENDANG sepenarian, elite politik Indonesia juga memunyai penilaian yang sama seperti politikus Myanmar.

Menkopolhukam Mahfud MD misalnya, jauh sebelum pemungutan suara pilkada serentak dilakukan, sudah menegaskan pandemi covid-19 tidak erat terkait politik kontestasi tersebut.

"Di DKI yang tidak ada pilkada, justru angka infeksinya tinggi, selalu menjadi juara satu tertinggi penularannya," kata Mahfud MD dalam jumpa pers 'Rapat Analisa dan Evaluasi Pilkada Serentak Tahun 2020', Jumat (2/10).

Tak hanya di Myanmar, pembatasan kampanye lantaran covid-19 juga terjadi di Indonesia. Serupa dengan Myanmar, jumlah peserta kampanye tatap muka untuk pemilihan kepala daerah 2020 di Indonesia, dibatasi maksimal 50 orang.

Namun, alih-alih mengeluh lantaran tak bisa menemui pendukungnya, banyak politisi Indonesia lebih memilih menerabas aturan.

Hanya dalam 10 hari pertama masa kampanye, berdasarkan catatan Badan Pengawas Pemilu, sudah terjadi 237 kasus pelanggaran protokol kesehatan. Sebanyak 28 di antaranya ditindak dengan pembubaran.

Pada 10 hari kedua dan ketiga, jumlah tersebut bukannya menyusut. Pada kedua periode tersebut jumlah kasus pelanggaran protokol kesehatan masing-masing mencapai 375 kasus dan 306 kasus.

Pada periode kedua, dilakukan 35 kali pembubaran dan pada periode 10 hari ketiga dilakukan 25 tindakan pembubaran.

"Ada 178.039 orang yang terkena sanksi teguran karena melanggar protokol kesehatan selama tahapan pilkada di 32 provinsi yang meliputi 309 kabupaten/kota," kata Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito, sehari setelah pemungutan suara pilkada, Kamis (10/12).

Komisi Pemilihan Umum, September lalu, sudah merilis 63 orang bakal pasangan calon yang bertarung di pilkada, dinyatakan positif terinfeksi virus corona.

Dari estimasi itu, empat kandidat meninggal dunia setelah dinyatakan positif covid-19, sebelum hari pencoblosan Rabu 9 Desember.

Calon Bupati Kabupaten Berau Muharram meninggal pada Selasa, 22 September. Dia dinyatakan positif corona, Rabu (9/9).

Selanjutnya, Calon Wali Kota Bontang Adi Darma meninggal dunia hari Kamis 1 Oktober. Dia dinyatakan positif corona per 24 September.

Bupati Bangka Tengah petahana Ibnu Soleh meninggal dunia hari Minggu 4 Oktober, serelah dirawat di rumah sakit karena positif corona sejak Minggu (27/9).

Terakhir, Calon Wali Kota Dumai Eko Suharjo meninggal dunia Rabu, 25 November, setelah dinyatakan positif covid-19.

2,4 juta orang OTG

PELANGGARAN protokol kesehatan juga terjadi selepas pencoblosan. Berdasarkan pemberitaan media, di beberapa daerah pendukung salah satu pasangan calon merayakan kemenangan versi hitung cepat dengan melakukan konvoi dan melanggar prosedur kesehatan. Kegiatan tersebut segera direspons aparat dengan pembubaran.

Meski demikian, pemerintah mengklaim bahwa tingkat kepatuhan pemilih yang berpartisipasi dalam Pilkada serentak Tahun 2020 terhadap protokol kesehatan, terbilang cukup tinggi.

"Dari hasil pemantauan sistem monitoring BLC Perubahan Perilaku, dari 32 provinsi yang melingkupi 309 kabupaten/kota, sebanyak 178.039 orang mendapat sanksi berupa teguran. Selain itu, rata-rata kepatuhan individu memakai masker di area TPS sebesar 95,96%. Sedangkan rata-rata kepatuhan menjaga jarak dan menjauhi kerumunan sebesar 90,71%," ujar Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito saat memberi keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Kantor Presiden, Kamis, 10 Desember 2020.

Di lain sisi, kepatuhan institusi dan kesediaan fasilitas penunjang saat pemungutan suara justru terbilang rendah.

Beberapa protokol kesehatan seperti penyediaan tempat cuci tangan dan cairan disinfektan, serta ketaatan petugas pengawas penerapan protokol kesehatan kerap diabaikan.

Berdasarkan pantauan Jaring.id dan Suara.com, petugas pemungutan suara juga tampak abai atau kebingungan saat melakukan penjemputan suara pasien Covid-19.

Petugas beralasan bahwa prosedur proses ini tak diatur jelas dalam peraturan. Pun simulasi proses ini tak pernah dilakukan saat pembekalan petugas pemungutan suara.

Meski pemerintah mengklaim Pilkada serentak 2020 berjalan aman dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19, epidemiolog menyebut ada 2,4 juta orang terinfeksi virus corona tapi tanpa gejala.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, kepada Suara.com, mengatakan diperkirakan ada jutaan orang tanpa gejala atau OTG yang tidak terdeteksi dalam proses pilkada.

"Diperkirakan ada setidaknya 2,4 juta OTG tidak terdeteksi terlibat dalam proses pilkada ini," kata Dicky, Rabu (9/12).

Selain itu, Dicky juga mengkritik minimnya program tes terkait corona dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Menurutnya, testing itu bisa dilakukan minimal sehari sebelum hari pencoblosan.

Lalu, Dicky juga sempat memantau pula pelaksanaan pilkada di sejumlah daerah yang disiarkan melalui media. Ia menilai kurangnya pencegahan dan mitigasi seperti interaksi manusia, kontaminasi serta paparan di TPS.

"Potensi lonjakan kasus dan dampaknya umumnya terlihat jelas sebulan kemudian. Itu terjadi untuk setiap mobilisasi massa yang besar," ujarnya.

Catatan Redaksi: Sebagian dari tulisan ini pertama kali muncul dalam Asia Democracy Chronicles, publikasi daring yang dilakukan oleh Asia Democracy Network (ADN) dan fokus pada kebebasan sipil serta kondisi demokrasi di Asia di masa pandemi Covid-19. Digunakan ulang dalam tulisan ini dengan izin ADN. Bagian lainnya merupakan kerja sama antara Jaring.id dengan Suara.com.


Terkait

Junta Militer Myanmar Lakukan Pengeboman ke Warga Sipil, DPR RI Beri Kecaman
Jum'at, 11 April 2025 | 00:48 WIB

Junta Militer Myanmar Lakukan Pengeboman ke Warga Sipil, DPR RI Beri Kecaman

Wakil Ketua BKSAP menegaskan bahwa kekerasan terhadap warga sipil harus segera dihentikan dan mendesak komunitas internasional untuk ambil tindakan tegas.

Korban Tewas Gempa Myanmar Naik Terus, Kini Tembus 3.471 Jiwa
Minggu, 06 April 2025 | 16:19 WIB

Korban Tewas Gempa Myanmar Naik Terus, Kini Tembus 3.471 Jiwa

Gempa berkekuatan 7,7 magnitudo yang terjadi pada 28 Maret itu juga menyebabkan 4.671 orang luka-luka dan 214 orang dinyatakan hilang hingga Sabtu kemarin

Korban Meninggal Akibat Gempa Myanmar Terus Bertambah, Ini Data Terbaru
Minggu, 06 April 2025 | 16:08 WIB

Korban Meninggal Akibat Gempa Myanmar Terus Bertambah, Ini Data Terbaru

Sekitar 653 orang yang sempat terjebak di bawah reruntuhan berhasil diselamatkan

Pasca Gempa 7,7 SR di Myanmar, Menlu Langsung Kirim Bantuan
Sabtu, 05 April 2025 | 18:10 WIB

Pasca Gempa 7,7 SR di Myanmar, Menlu Langsung Kirim Bantuan

Upaya itu sebagai respons dari hasil rapat tingkat menteri beberapa waktu lalu soal pemberian bantuan kemanusiaan dari pemerintah Indonesia kepada Myanmar.

Terbaru
Kasus Suap Hakim: Budaya Jual Beli Perkara Mengakar di Peradilan
polemik

Kasus Suap Hakim: Budaya Jual Beli Perkara Mengakar di Peradilan

Rabu, 16 April 2025 | 08:41 WIB

Kasus suap empat hakim ini bukan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga, tetapi corruption by greed atau keserakahan.

Pengampunan Pajak Kendaraan dan Mewaspadai Potensi Moral Hazard polemik

Pengampunan Pajak Kendaraan dan Mewaspadai Potensi Moral Hazard

Selasa, 15 April 2025 | 15:06 WIB

"Setelah diberikan kelonggaran, maka tidak boleh ada lagi toleransi bagi pelanggaran serupa di masa depan, ujar Nur.

Situasi Ekonomi Kian Memburuk: Benarkah Posisi Airlangga Hartarto Kini di Ujung Tanduk? polemik

Situasi Ekonomi Kian Memburuk: Benarkah Posisi Airlangga Hartarto Kini di Ujung Tanduk?

Selasa, 15 April 2025 | 08:52 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto disebut-sebut masuk radar reshuffle Presiden Prabowo Subianto.

Kala Masyarakat Beralih Investasi Emas di Tengah Ketidakpastian Ekonomi polemik

Kala Masyarakat Beralih Investasi Emas di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Senin, 14 April 2025 | 19:15 WIB

Harga emas bakal terus melejit, bahkan pada akhir tahun ini harga emas Antam diprediksi bisa tembus mencapai Rp2,5 juta per gram.

Jalur Sutra Sepak Bola China: Hidup Mati di Markas Timnas Indonesia polemik

Jalur Sutra Sepak Bola China: Hidup Mati di Markas Timnas Indonesia

Sabtu, 12 April 2025 | 10:07 WIB

China yang klaim penemu sepak bola punya ambisi besar untuk jadi kekuatan dunia. Ambisi itu bakal dipertaruhkan di markas Timnas Indonesia.

Review Jumbo: Sebenarnya Film 'Horor' yang Dibalut Kebahagiaan nonfiksi

Review Jumbo: Sebenarnya Film 'Horor' yang Dibalut Kebahagiaan

Sabtu, 12 April 2025 | 09:39 WIB

Jumbo, secara mengejutkan, menjadi salah satu film lebaran 2025 yang paling banyak ditonton.

Evakuasi Gaza: Misi Kemanusiaan atau 'Kartu AS' Prabowo Hadapi Tarif Trump? polemik

Evakuasi Gaza: Misi Kemanusiaan atau 'Kartu AS' Prabowo Hadapi Tarif Trump?

Jum'at, 11 April 2025 | 12:50 WIB

Saya kira ini sebenarnya bukan isu kemanusiaan, tapi isu politik. Prabowo sepertinya tidak punya cara lain untuk bernegosiasi dengan Trump, kata Smith.