Suara.com - Orang-orang yang giat menulis artikel mendukung pemerintah dan Presiden Jokowi di media-media sosial disebut memunyai 'kakak pembina', sebenarnya siapa?
SELEMBAR FOTO YANG DISEBAR Seword.com melalui Facebook, 2 Mei 2019 pukul 07.36 WIB itu biasa-biasa saja.
Potret itu mengabadikan momen sejumlah pegiat media sosial seperti Denny Siregar, Pepih Nugraha, Yusuf Muhammad, Abu Janda, dan lainnya meriung di satu ruangan.
Namun, tulisan akun Seword sebagai keterangan foto itu yang lantas memicu perdebatan panas. Berikut tulisan keterangan foto itu:
Lima kali debat capres cawapres, lima kali pula kami berkumpul nonton bersama. Membuat konten secara spontan, merespons setiap pernyataan.
Tim ini memang tak terlihat. Selain Kakak Pembina dan Presiden, tak ada yang benar-benar tahu komposisi tim ini.
Seperti halnya Avengers, setiap orang saling menjaga, menahan diri untuk tidak mengambil gambar. Tapi saya pikir momen ini sayang untuk tidak dibagikan dan diceritakan.
Kekinian, orang-orang sibuk kasak-kusuk mencari kebenaran ada atau tidaknya “buzzer istana”. Ada pula yang berdebat, tentang siapa sosok “kakak pembina” yang disebutkan dalam tulisan singkat itu.
***
MENDHANG KAMULAN: Kutukan di Tanah Jawa, adalah novel yang lahir dari tangan Kujitow Elkayeni, setahun lalu.
Tapi jauh sebelum itu, Jito sudah dikenal sebagai penulis beragam artikel mendukung pemerintah dan Presiden Jokowi di laman daring Seword.
Namun, Jito tegas menolak disebut sebagai buzzer, apalagi dinamakan sebagai buzzer istana.
“Tidak ada itu buzzer istana. Kalau soal istilah ‘kakak pembina’, itu cuma gimik Alif (Alifurrahman S Asyari; Pemred Seword),” kata Jito.
“Gimik? Maksudnya? Untuk apa Seword membuat gimik seperti itu?” kata saya.
“Itu Alif menyindir beberapa organisasi relawan, yang belakangan ini seakan-akan merasa paling berjasa dalam memenangkan Jokowi saat Pilpres 2019,” ungkapnya.
Namun, Jito mengakui gimik itu justru menjadi “bumerang”. Sebab, gara-gara unggahan itu, banyak pihak menilai Seword Cs memproduksi artikel mendukung pemerintah atas pesanan seseorang yang disebut ”kakak pembina”.
“Kelabakan juga akhirnya buat menangkis,” tukasnya.
“Apa benar, setelah Jokowi menang pilpres, banyak organisasi relawan sekarang sedang mencari perhatian?” tanya saya.
“Ya memang, menjelang Oktober, banyak orang menunjukkan kerelawanannya. Masing-masing merasa paling berjasa. Makanya Alif itu sebenarnya menyindir,” jawabnya.
“Soal ‘Kakak Pembina’ apa yang Mas Jito tahu?” tanya saya.
“Awalnya dari Alif kan, itu awalnya ya sidiran. Kalaupun dimaksudkan siapa itu ‘Kakak Pembina’, sebenarnya bukan satu orang.”
“Jadi ‘kakak pembina’ itu banyak?”
“Artinya, siapa di organisasi relawan yang dulu mengoordinasikan relawan, biasanya disebut sebagai kakak pembina. Misalnya di Seword, Alif itu bisa disebut sebagai ‘kakak pembina’ bagi kami. Jadi, kalau dimaksud ‘kakak pembina’ itu dari tangan kanan pemerintah, tidak ada,” klaimnya.
***
JITO MENGAKU mulai intens menulis soal politik sejak 2014. Sebelumnya, Jito hanya menulis menyoal sastra.
Jito mengaku awalnya terdorong menulis soal politik tatkala melihat Jokowi begitu banyak mendapat serangan isu-isu negatif dari tabloid Obor Rakyat.
“Karena kontestasi politik sedemikian keras, saya ikut masuk membela. Karena saya berpendapat Pak Jokowi orang baik, difitnah, diserang terus,” tutur Jito.
Tapi, Jito mewanti-wanti jangan menyebut dirinya sebagai buzzer ataupun influencer. Jito mengaku hanyalah penulis biasa di Seword.
Kebetulan, Jito juga mengenal dekat dengan Pimpinan Redaksi Seword yakni Alif. Mereka saling mengenal lantara berada di lingkaran yang sama, yakni pendukung Jokowi.
“Artikel opini di Seword propemerintah dan Jokowi?” tanya saya.
“Narasi secara umum memang positif ke pemerintah. Seword kan partisan, berpihak ke pemerintah. Jadi narasi utamanya tetap mendukung pemerintah, itu pasti,” kata Jito.
“Apa ada permintaan khusus dari redaksi untuk anda menulis topik tertentu?” tanya saya.
“Kalau topik kamu harus menyerang ini, menyerang itu, enggak ada,” ungkapnya.
“Mas Jito dibayar berapa setiap kali menulis di Seword?”
“Tergantung yang baca. Semakin banyak yang baca, semakin besar. Sebenarnya kalau dihitung nominal, kecil.”
“Saya kan bekerja juga. Saya tidak hidup dari situ.”
“Tapi Mas Jito sering menulis opini pro-Jokowi, apa sebatas preferensi politik saja? Atau ada keuntungan lain?” tanya saya.
“Kalau maksudnya dapat dari istana enggak. Tapi kalau ada keuntungan dari yang lain, mungkin ada ya. Karena itu kan berjejaring begitu. Tapi kalau dibilang dari istana dapat jatah, itu enggak ada,” tegasnya.
Cyber troops ini yang memang direkrut untuk menyerang. Memang ada kontrak-kontrak tertentu untuk kelompok seperti ini, dan itu enggak banyak sebenarnya."
Kominfo buka suara atas kritikan Rachel Maryam terhadap Rudiantara terkait buzzer.
Rudiantara mengatakan seorang buzzer bisa dikenai pasal dalam UU ITE apabila kontennya melanggar.
"Rakyat disuruh jadi buzzer? Buzzer itu ada bayarannya," kata Rachel Maryam.
Sebagai film keenam dalam seri Final Destination, Bloodlines menempuh jalur yang cukup berani.
Kasus nepotisme jamak ditemui di Indonesia, tapi hampir tak pernah masuk dalam proses penyidikan
Salah satunya dengan melakukan identifikasi berbasis data terkait jemaah terdampak.
BGN mewacanakan asuransi bagi penerima program MBG usai kasus keracunan. Kritik bermunculan menilai asuransi penerima manfaat MBG beban anggaran.
Galih mencontohkan langkah Uni Emirat Arab yang berencana membangun kasino, meski negara tersebut berbasis Islam.
Menurutnya, pelatihan ini bisa menjadi solusi atas minimnya dokter spesialis kandungan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Sebanyak 13 orang tewas, sembilan warga sipil dan empat anggota TNI.