Taliban di Tengah Perlawanan KPK
Home > Detail

Taliban di Tengah Perlawanan KPK

Reza Gunadha | Erick Tanjung

Senin, 16 September 2019 | 07:10 WIB

Suara.com - DPR memilih sosok kontroversial karena disebut-sebut bermasalah, sebagai ketua baru KPK. Sementara Presiden Jokowi setuju UU KPK direvisi seperti usulan DPR. Sejumlah pihak menilai KPK tengah dirobohkan.

SENJA MULAI LENYAP, langit Jakarta disongsong gelap malam, tapi suasana di Gedung Merah Putih KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, masih riuh rendah, Jumat 13 September 2019.

Para pegawai KPK tampak berkumpul di ruang lobi. Mereka memadati tempat yang biasanya jadi ruang tunggu tamu. Saking ramainya, pegawai lembaga antirasuah itu juga memadati pelataran.

Raut muka mereka tampak layu, mengisyaratkan gelisah dan khawatir. Selang beberapa waktu, tiga pimpinan KPK, Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarief keluar dari dalam gedung.

Di pelataran, persis di depan lobi ketiga pimpinan KPK itu berdiri dikelilingi para pegawai. Mereka menyatakan menyerahkan mandat lembaga antirasuah kepada Presiden Joko Widodo.

Agus Rahardjo menjadi penegas ikrar itu. Dia mengatakan penyerahan mandat itu didasari penilaian ada upaya yang dilakukan sejumlah pihak untuk melemahkan KPK lewat revisi UU KPK.

"Hari ini, Jumat, 13 September 2019 dengan berat kami menyerahkan tanggungjawab pengelolaan KPK ke pada presiden," kata Agus.

Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah) bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kiri), dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memberikan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/9). [Suara.com/Arya Manggala]
Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah) bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kiri), dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memberikan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/9). [Suara.com/Arya Manggala]

Selain masalah revisi UU KPK sebagai upaya pelemahan lembaga antirasuah, DPR memilih pimpinan KPK baru.

Beberapa jam sebelum konferensi pers di KPK itu, persisnya Jumat dini hari, DPR RI telah memilih lima calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023 melalui sistem voting.

Lima capim KPK yang dipilih itu menuai banyak penolakan dari berbagai kalangan, baik akademisi, aktivis antikorupsi dan publik.

Sebab, sebagian pimpinan KPK yang baru dipilih DPR itu memiliki rekam jejak buruk dalam penanganan kasus korupsi.

Misalnya Ketua KPK yang baru terpilih, Irjen Firli Bahuri diduga kuat melakukan pelanggaran berat. Saat menjabat Deputi Penindakan KPK, Firli disebut melakukan pertemuan sebanyak dua kali dengan mantan Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang saat acara Harlah GP Anshor ke-84 di Mataram, Sabtu 12 Mei 2018.

Kemudian, pertemuan kedua dengan Firli terjadi pada 13 Mei 2018 dalam acara farewell and welcome game tennis Danrem 162/WB di Lapangan Tenis Wira Bhakti. Dalam pertemuan tersebut, Firli dan TGB duduk berdampingan dan berbicara.

Selanjutnya, Firli juga melakukan pelanggaran etik dalam kasus Dana Alokasi Khusus (DAK) yang menjerat Yaya Poernomo.

Saat itu, pada tanggal 8 Agustus 2018, KPK menjadwalkan pemeriksaan ulang untuk inisial BA pejabat di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk tersangka Yaya Purnomo.

Irjen (Pol) Firli Bahuri (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin dan pimpinan Komisi III lainnya, saat hendak menjalani proses uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di DPR RI, Senayan, Senin (9/9/2019). [Antara/Rivan Awal Lingga]
Irjen (Pol) Firli Bahuri (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin dan pimpinan Komisi III lainnya, saat hendak menjalani proses uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di DPR RI, Senayan, Senin (9/9/2019). [Antara/Rivan Awal Lingga]

Kemudian, pada 1 November 2018 malam hari, Firli disebut bertemu dengan pimpinan salah satu parpol di salah satu hotel yang ada di Jakarta.

Berdasarkan laporan Direktorat Pengawasan Internal KPK, pertemuan-pertemuan tersebut tidak ada hubungan dengan tugas Firli sebagai Deputi Penindakan KPK.

Menurut Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari, Firli tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara ataupun pihak yang memiliki risiko independensi. Karenanya, Pengawas Internal KPK yang menangani kasus Firli itu menyatakan pertemuan tersebut terlarang.

"Dari pendapat ahli hukum dan etik yang dilibatkan KPK, pertemuan tersebut termasuk pertemuan yang dilarang bagi pegawai KPK," kata Tsani beberapa waktu lalu di gedung KPK.

Firli Bahuri mengklarifikasi skandal itu saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI, Kamis (12/9).

Ia mengatakan pertemuan tersebut tidak direncanakan. Firli yang saat itu menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, mengaku awalnya diundang Komandan Korem 162/Wira Bhakti NTB untuk bermain tenis pada pagi hari. Dalam permainan tenis itu juga hadir atlet tenis nasional.

"Saya tidak mengadakan pertemuan atau hubungan. Saya harus jelaskan, bukan mengadakan pertemuan. Tapi kalau pertemuan, yes. Di lapangan tenis, hard court, terbuka. Saya datang 06.30 WITA karena diundang Danrem," kata Firli.

Firli mengemukakan memiliki hubungan erat dengan Danrem 162/Wira Bhakti NTB, karena pernah menjabat Kapolda NTB pada 2017.

Di tengah permainan tenis, tiba-tiba TGB datang memasuki lapangan dan ikut bermain. Firli mengaku tak tahu TGB juga datang.

"Artinya pertemuan itu tidak pernah diadakan sama sekali. Setelah main dua set, tiba-tiba TGB datang. Langsung masuk lapangan. Maklum, gubernur," ucap Firli.

Karenanya, Firli mengaku heran pertemuan itu dipermasalahkan. Apalagi, pertemuan tersebut diabadikan dalam foto dan diunggah di media sosial.

"Danrem langsung bilang, foto dulu lah. Langsung di-upload di medsos. Bukan KPK menemukan saya. Dan mohon maaf, apa salah saya bertemu orang di lapangan tenis?" kata dia.

Merasa Dikepung

AGUS RAHARDJO merasa KPK saat ini dalam kondisi mengenaskan, dikepung dari berbagai macam sisi.

Agus bahkan mengibaratan lembaga yang dipimpinnya saat ini tengah dikepung oleh pihak yang ingin melemahkan KPK.

Ia mengaku, hingga saat ini pihaknya belum menerima draf revisi UU KPK yang akan dibahas pemerintah dengan DPR.

"Soal RUU KPK, karena sampai hari ini draf yang sebetulnya saya tidak mengetahui. Pembahasannya sembunyi-sembunyi," ujar dia.

Bahkan, Agus menyebut tidak bisa menyampaikan masalah yang terjadi kepada seluruh pegawai KPK, lantaran tak pernah dilibatkan dalam RUU tersebut. P

Agus mengakui sudah berusaha menemui Menkumham Yasonna H Laoly untuk mendapatkan draf revisi UU KPK, tapi tak dikasih. Ia berharap Presiden Jokowi segera mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan KPK.

Mundur dari Jabatan

BELUM GENAP 24 jam setelah DPR mengumumkan hasil pemilihan capim KPK yang baru pada Jumat dini hari, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengundurkan diri.

Paginya, surat pengunduran diri Saut beredar di kalangan jurnalis. Surat itu dari pesan surat elektronik Saut kepada para pimpinan dan pegawai KPK.

Malam harinya, mengenakan batik hitam dilapisi rompi coklat, Saut bersama Laode hadir mendampingi Agus Raharjo dalam konfrensi pers tentang penyerahan mandat KPK kepada Presiden Jokowi.

Raut mukanya datar tanpa senyum. Kala itu Saut menegaskan dirinya hadir ke KPK hanya untuk berkunjung, bukan kembali sebagai Wakil Ketua KPK.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK, Minggu (8/9/2019). (Suara.com/Stephanus Aranditio)
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK, Minggu (8/9/2019). (Suara.com/Stephanus Aranditio)

"Saya hari ini bukan kembali (sebagai Wakil Ketua KPK) ya, saya hari ini berkunjung, oke klir ya," ucapnya singkat.

Isi surat pengunduran diri Saut sebagai pimpinan KPK melalui pesan email berbunyi, "Saudara saudara yang terkasih dalam nama Tuhan yang mengasihi kita semua ; Ijinkan saya bersama ini menyampaikan bbrp hal sehubungan dengan Pengunduran diri saya sebagai Pimpinan KPK-terhitung mulai Senin 16 September 2019”.

Dalam pesannya itu Saut juga menyampaikan permintaan maaf kepada empat pimpinan dan kepada seluruh pegawai KPK maupun mereka yang telah berdedikasi bersama dirinya di KPK.

"Terlebih dahulu ,saya mohon maaf sekaligus mengucapkan banyak terima kasih kepada semua Pimpinan KPK Jilid IV, Bunda BP, Bro Alex M , Bro LM Syarif, dan pak bro Ketua Agus R. Struktural, Staf,Security,semua Ofice Boy yang bersihkan ruangan saya setiap hari dan yang membantu menyiapkan makanan (Terutama Mbak Wati dan mas Dul), Driver saya Edy dan Syukron, Pengawal E, J dan Sdw, dan lain lain”.

***

PENELITI INDONESIA Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan Jokowi harus menemui para pimpinan KPK sekarang agar situasi di internal KPK kembali kondusif. Lantaran, masalah yang dialami KPK sudah banyak dan berlarut-larut dibiarkan.

"Presiden harus segera cepat merespons. Adakan pertemuan dengan pimpinan KPK, sebab kan ini persoalan yang menumpuk di KPK," ujar Donal, Sabtu.

Donal menganggap tiga pimpinan KPK itu menyatakan pamit sebagai bentuk panggilan darurat atau emergency call kepada presiden.

Panggilan itu bertujuan agar Jokowi turut menyelesaikan masalah RUU KPK dan pemilihan pimpinan KPK periode mendatang.

"Itu adalah emergency call bagi pimpinan KPK kepada presiden agar membantu kondisi yang sedang kritis di KPK sekarang ini," jelasnya.

Sejumlah aktivis Koalisi Masyarakat Sipil menaburkan bunga pada keranda di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/9). [Suara.com/Arya Manggala]
Sejumlah aktivis Koalisi Masyarakat Sipil menaburkan bunga pada keranda di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/9). [Suara.com/Arya Manggala]

Menurutnya, negara tidak pernah hadir saat KPK menghadapi persoalan seperti penyerangan terhadap penyidik, ancam bom pada pimpinan, dan tudingan politisasi.

Namun saat ini yang paling penting adalah menemukan solusi untuk masalah RUU dan pimpinan KPK.

"Bahas RUU KPK. Ini paling kritis menurut saya. Segera bertemu untuk membahas hal-hal yang berkaitan kondisi KPK," katanya.

Jokowi Tak Setuju 4 Poin

PRESIDEN JOKOWI menyampaikan tidak setuju dengan 4 hal usulan dalam revisi UU KPK. Jokowi menegaskan usulan itu disampaikan DPR.

Jokowi menekankan Revisi UU KPK atas inisiatf DPR. Keempat usulan yang ditolak Jokowi di antaranya izin penyadapan yang harus disampaikan ke pengadilan. Menurut Jokowi izin itu cukup dikeluarkan internal KPK saja.

"Saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal dalam melakukan penyadapan, misal harus izin ke pengadilan. KPK cukup memperoleh izin internal dari dewan pengawasas untuk menjaga kerahasiaan," kata Jokowi di Istana Negara, Jumat (13/9/2019).

Jokowi. (Suara.com/Ria Rizki)
Jokowi. (Suara.com/Ria Rizki)

Jokowi juga menolak kalau penyidik KPK hanya dari unsur kepolisian dan kejaksaan. Penyelidik dan penyidik KPK, kata Jokowi, bisa jadi ASN.

"Penyelidik dan penyidik KPK bisa saja dari berasal dari ASN yang diangkat dari pegawai KPK dan instansi pemerintah lainnya. Hanya saja harus melalui prosedur dan rekruitmen yang benar," kata dia.

Lainnya, Jokowi pun tidak setuju jika KPK wajib berkoordinasi dengan kejaksaan dalam hal penuntutan. Menurut Jokowi, sistem KPK soal hal itu sudah baik.

"Sehingga tidak perlu diubah lagi," jelasnya.

Terakhir Jokowi menolak pengelolaan LKHPN yang dikeluarkan KPK diberikan ke kementerian dan lembaga lain.

"Tidak, saya tidak setuju. Saya minta LHKHPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini," kata dia.

Sementara itu, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai situasi yang terjadi di KPK saat ini adalah suatu bentuk kemunduran seperti di era Orde Baru. KontraS menilai dengan adanya revisi UU KPK, korupsi di Indonesia bisa semakin marak.

Koordinator Federasi KontraS, Andy Irfan Junaeddi, memprediksi dalam empat tahun ke depan KPK di bawah pimpinan baru yang diketuai Irjen Pol Firli Bahuri, jumlah tindak pidana korupsi akan berkurang, karena tidak ada penindakan oleh KPK.

"Ke depan kita akan kembali ke mimpi buruk terhadap merajalelanya korupsi, mungkin saja tidak ada koruptor yang ditangkap lagi. Tapi bukan berarti korupsinya tidak ada, yang diinginkan DPR itu kan tidak perlu ada orang ditangkap," kata Andy Irfan.

Situasi ini, kata Andy, serupa dengan situasi pada zaman orde baru yang dipimpin presiden Soeharto.

"Di zaman orde baru itu jarang juga orang ditangkap karena memang supremasi hukumnya tak terbangun," ucapnya.

Diserang Isu Taliban

SERANGAN TERHADAP KPK muncul dari berbagai macam sisi. Selain DPR telah memilih pimpinan KPK baru yang diketuai oleh sosok dengan rekam jejak buruk, kini muncul isu Polisi Taliban Vs Polisi India di tubuh KPK.

Pihak tertentu menuding KPK dikuasai kelompok Taliban. Isu ada kelompok Taliban atau Islam garis keras di tubuh KPK dinilai oleh banyak kalangan sebagai bagian dari upaya pelemahan lembaga anti rasuah tersebut.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris saat dikonfirmasi menyatakan, tuduhan itu tidak benar.

Ilustrasi Taliban. (Shutterstocks)
Ilustrasi Taliban. (Shutterstocks)

Ia mengaku selama tiga tahun melakukan penelitian di KPK tidak ada kelompok ekstrim di lembaga tersebut. Pernyataan itu ia sebutkan dalam cuitan di akun Twitternya yang telah dikonfirmasi Suara.com.

"Saya dan beberapa teman sdh lbh dari 3 thn terakhir melakukan kerjasama riset dgn rekan2 di @KPK_RI. Tdk ada Taliban. Itu adalah isapan jempol belaka utk membenarkan saudara tua (baca: polisi) masuk dan meng-obok2 KPK," kata dia.

Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar menuturkan,  tudingan kelompok Taliban menguasai KPK adalah isu yang tidak jelas sampai sekarang.

Menurutnya isu itu muncul dari orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga masyarakat jangan termakan isu tersebut.

“Isu itu tidak jelas sampai sekarang, saya juga tidak tahu siapa yang mainkan isu itu. Yang perlu jadi perhatian publik adalah banyaknya kasus korupsi dan sangat berbahaya, sebab korupsi merusak segala sendi-sendi kehidupan di masyarakat,” terangnya kepada Suara.com, Minggu (15/9/2019).

Ia berpandangan, tuduhan ada kelompok Taliban di KPK yang dilihat dari ada pegawai KPK yang beribadah dengan perawakan berjenggot dan bercelana cingkrang itu sangat tidak tepat.

"Setiap orang bebas berpenampilan dengan caranya masing-masing di republik ini," tegasnya.


Terkait

Ungkap Pertemuan Harun dan Djoko Tjandra Terjadi Sebelum Suap Wahyu, KPK: Ada Perpindahan Uang
Jum'at, 11 April 2025 | 20:43 WIB

Ungkap Pertemuan Harun dan Djoko Tjandra Terjadi Sebelum Suap Wahyu, KPK: Ada Perpindahan Uang

sep menegaskan bahwa saat ini penyidik KPK sedang mendalami adanya perpindahan uang dalam pertemuan Harun dan Djoko Tjandra di Kuala Lumpur itu.

KPK Akui Sita Sepeda Motor dari Rumah Ridwan Kamil dalam Kasus BJB
Jum'at, 11 April 2025 | 20:02 WIB

KPK Akui Sita Sepeda Motor dari Rumah Ridwan Kamil dalam Kasus BJB

Asep enggan memerinci barang bukti yang diambil dari rumah Ridwan Kamil.

Cek Fakta: Ridwan Kamil Ditetapkan Sebagai Tersangka Korupsi BJB pada 11 Maret
Selasa, 18 Maret 2025 | 14:16 WIB

Cek Fakta: Ridwan Kamil Ditetapkan Sebagai Tersangka Korupsi BJB pada 11 Maret

Muncul narasi yang menyebut Ridwan Kamil telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi BJB pada 11 Maret 2025. Benarkah demikian? Simak hasil penelusuran faktanya!

Sosok Widi Hartoto Corsec Bank BJB Tersangka Kasus Korupsi Iklan, Punya Harta Miliaran Rupiah
Jum'at, 14 Maret 2025 | 14:46 WIB

Sosok Widi Hartoto Corsec Bank BJB Tersangka Kasus Korupsi Iklan, Punya Harta Miliaran Rupiah

KPK) telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi iklan pada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) periode 2021-2023. Salah satunya Corsec BJB.

Terbaru
Wajah Muda, Umur Tua: Awas Trik Licik Piala Dunia U-17
polemik

Wajah Muda, Umur Tua: Awas Trik Licik Piala Dunia U-17

Sabtu, 19 April 2025 | 11:08 WIB

Pentas perhelatan Piala Dunia U-17 2025 akan dihelat Qatar. Meski hanya kompetisi untuk pemain kelompok umur, trik jahat pencurian umur mengintai.

Review Pengepungan di Bukit Duri, Lebih Ngeri dari Semua Film Joko Anwar nonfiksi

Review Pengepungan di Bukit Duri, Lebih Ngeri dari Semua Film Joko Anwar

Sabtu, 19 April 2025 | 07:35 WIB

Konsep alternate history dalam "Pengepungan di Bukit Duri" membuat ceritanya terasa akrab, meski latarnya fiksi.

Tentara Masuk Kampus, Ancaman NKK/BKK dan Kembalinya Bayang-Bayang Rezim Soeharto polemik

Tentara Masuk Kampus, Ancaman NKK/BKK dan Kembalinya Bayang-Bayang Rezim Soeharto

Kamis, 17 April 2025 | 20:53 WIB

Rentetan tentara masuk kampus (UIN, Unud, Unsoed) saat diskusi, dinilai intervensi & ancaman kebebasan akademik, mirip Orde Baru. Kritik RUU TNI menguatkan kekhawatiran militerisasi.

Predator di Balik Ruang Pemeriksaan: Mengapa Kekerasan Seksual Bisa Terjadi di Fasilitas Kesehatan? polemik

Predator di Balik Ruang Pemeriksaan: Mengapa Kekerasan Seksual Bisa Terjadi di Fasilitas Kesehatan?

Kamis, 17 April 2025 | 15:04 WIB

Posisi dan keahlian medis digunakan untuk melancarkan kejahatan seksual.

Darurat Kekerasan Seksual Anak: Saat Ayah dan Kakek Jadi Predator, Negara Malah Pangkas Anggaran polemik

Darurat Kekerasan Seksual Anak: Saat Ayah dan Kakek Jadi Predator, Negara Malah Pangkas Anggaran

Kamis, 17 April 2025 | 12:08 WIB

Ayah, paman, dan kakek di Garut ditangkap atas pemerkosaan anak 5 tahun. Menteri PPPA dan KPAI mengutuk keras, kawal kasus, dan minta hukuman diperberat serta restitusi.

Ketika Isu Ijazah Palsu Jokowi Makin Menggema polemik

Ketika Isu Ijazah Palsu Jokowi Makin Menggema

Rabu, 16 April 2025 | 21:18 WIB

"Kontroversial Jokowi ini kan terlihat karena selama memimpin sebagai presiden sering dinilai banyak berbohong," kata Jamiluddin.

'Mesra' dengan Megawati, Mungkinkah Prabowo Lepas dari Bayang-bayang Jokowi? polemik

'Mesra' dengan Megawati, Mungkinkah Prabowo Lepas dari Bayang-bayang Jokowi?

Rabu, 16 April 2025 | 13:03 WIB

Ketua DPP PDIP Puan Maharani mengonfirmasi kabar soal rencana pertemuan lanjutan.