Siapa Bakar Mobil depan Asrama Brimob? Dua Cerita soal Kerusuhan 22 Mei
Home > Detail

Siapa Bakar Mobil depan Asrama Brimob? Dua Cerita soal Kerusuhan 22 Mei

Reza Gunadha | Muhammad Yasir

Kamis, 30 Mei 2019 | 08:00 WIB

Suara.com - Sejumlah mobil di depan Asrama Brimob Petamburan hangus terbakar oleh massa, saat kerusuhan 22 Mei. Siapa yang membakar? Warga belakang asrama dan Petamburan memunyai ceritanya sendiri-sendiri tentang hal itu.

“WARGA bangun, bangun, siap-siap, kita diserang!”, seruan yang sama beberapa kali diulang melalui pelantang suara Masjid Al Islah, Petamburan, Jakarta Pusat, Rabu 22 Mei, dini hari.

Semua warga di Kelurahan Petamburan, terutama yang dewasa, diminta tidak tertidur, tapi terus berjaga-jaga.

Rabu pukul 03.00 WIB, kampung mereka dihujani tembakan gas air mata dari arah kawasan Pasar Tanah Abang.

Pasar Tanah Abang adalah tempat terjadi kerusuhan antara massa pendemo dengan aparat kepolisian. Awalnya, bentrokan pecah di depan gedung Bawaslu.

Tapi karena dipukul mundur, massa tersebut bertahan di Pasar Tanah Abang dan banyak pula berhamburan ke Kelurahan Petamburan, yang kerap disebut sebagai “Markas Besar FPI” sekaligus kediaman Imam Besar mereka, Habib Rizieq Shihab.

“Namanya kampung lagi kena sasaran kan, jadinya pada keluar. Di masjid juga kan diumumin suruh pada keluar, ‘warga tolong bantu’ begitu. Diumumin, karena udeh diserang dari sana gitu,” tutur Herna, warga setempat kepada Suara.com, Selasa (28/5/2019).

Herna, dan juga warga Petamburan lainnya memaknai tembakan gas air mata yang menyasar dari Tenabang itu sebagai sebuah serangan.

“Saat waktunya salat Subuh juga tembakan gas air mata itu masih menghujani kami….”

***

Wangi adonan kue yang terpanggang dalam oven sudah tercium dari gang kecil di Jalan Petamburan III, RT3/RW4, Selasa pagi.

Harum itu berasal dari nastar buatan Herna. Perempuan berusia 43 tahun itu sedang sibuk membuat kue Lebaran pesanan para pelanggan di kediamannya.

Sembari membuat nastar, Herna menceritakan malam mencekam saat Petamburan dihujani tembakan gas air mata dari arah Pasar Tanah Abang dan juga kerusuhan di depan Asrama Brimob, 22 Mei pekan lalu.

Herna mengakui sudah sejak lama bermukim di Petamburan. Ia juga menuturkan bukan bagian dari FPI, tapi bersimpati pada organisasi tersebut.

Sebelum kerusuhan terjadi pada hari Selasa dan Rabu (21-22/5) pekan lalu, Herna mengungkapkan banyak anggota FPI dan massa luar daerah berdatangan ke Petamburan.

“Mereka yang datang dari luar daerah sengaja untuk ikut aksi dama 22 Mei di Bawaslu. Ada dari daerah Bandung, Pandeglang, dan banyak lagi.”

Aksi itu berlangsung sejak Selasa siang hingga malam sekitar pukul 21.00 WIB. Setelahnya, sepengetahuan Herna, massa FPI berkumpul di Petamburan, baik asli daerah itu maupun luar.

“FPI maupun anggota mereka dari luar daerah memang beristirahat di Masjid Al Islah. Pada kumpul di sana semua setelah aksi damai. Mereka jagain warga,” terangnya.

Ada juga massa FPI yang dari luar daerah tidur di gang-gang. Warga sengaja membentangkan karpet di gang-gang agar massa FPI dari luar daerah bisa beristirahat. Hal itu sudah lumrah kalau ada kegiatan FPI, kata Herna.

Tapi tiba-tiba, mereka mendengar ada keributan dari arah Tanah Abang, diduga merupakan massa aksi yang sempat ricuh di Bawaslu.

Demonstran terlibat bentrok dengan polisi saat menggelar Aksi 22 Mei di depan gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (22/5). [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Demonstran terlibat bentrok dengan polisi saat menggelar Aksi 22 Mei di depan gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (22/5). [Suara.com/Muhaimin A Untung]

Tak lama, warga maupun massa FPI yang masih terjaga, melihat banyak gas air mata berterbangan ke arah Petamburan.

Mereka kaget, panik, dan mengira diserang. Massa yang berada di Masjid Al Islah akhirnya menghidupkan pelantang suara, menginformasikan agar warga untuk bangun, keluar rumah, dan bersiaga.

“Soalnya tembakan gas air mata terus menghujani tempat kami, mengganggu,” kata Herna.

Setelahnya, terdapat massa yang berkerumun di Jalan KS Tubun dan merangsek ke arah Asrama Brimob.

Herna menuturkan, sebagian yang terlibat dalam kericuhan di dekat asrama Brimob itu memang warga dan tamu FPI dari daerah.

Herna mengatakan, massa FPI keluar dari permukiman warga karena merasa terusik, terus-terusan dihujani tembakan gas air mata dari arah Tanah Abang.

Namun, Herna mengakui tak mengetahui persis peristiwa kerusuhan sehingga menghanguskan 10 mobil yang terparkir di depan Asrama Brimob Petamburan.

Tapi ia mengetahui, kalau ada yang luka-luka, dibawa ke masjid. Dari masjid juga keluar instruksi, agar warga yang laki-laki terus siaga, menjaga kaum ibu dan anak-anak.

“Ibu-ibu tak diizinkan keluar rumah. Di sini lampu semua dimatiin, pokoknya sudah ketahuan, kalau lampu jalanan dimatiin semua, ada penyerangan, jadi udeh enggak bisa ngeliat.”

Herna tak mengetahui siapa yang memulai kerusuhan. Tapi ia memprotes polisi yang menembakkan gas air mata justru ke arah permukiman warga Petamburan.

“Seharusnya tidak seperti itu caranya. Masak gas air mata ditembak ke arah permukiman. Untung saja ada orang-orang FPI dari daerah, jadi banyak yang jaga. Kalau enggak mah, habis kita.”

Kesaksian Warga Belakang Asrama

Irwan—bukan nama sebenarnya—dan keluarga tengah bersiap bersantap sahur, Rabu 22 Mei sekitar pukul 02.00 WIB.

Namun, sahur hari itu berbeda dari biasanya, sebab Irwan mendengar ada keributan di luar, persisnya dari arah Jalan KS Tubun, depan Asrama Brimob.

Irwan sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek pangkalan. Dia biasa ngetem di depan Asrama Brimob. Rumahnya pun berada tepat di belakang asrama. Maklum, rumah itu peninggalan orangtuanya yang juga pensiunan polisi.

Selasa (28/5), sembari ngetem di bangunan semi permanen depan Asrama Brimob, Irwan menceritakan suasana mencekam saat kerusuhan 22 Mei dini hari yang mengakibatkan 10 mobil hangus terbakar.

Bangkai mobil di kompleks Asrama Brimob Petamburan yang dibakar massa. (Suara.com/M Yasir)
Bangkai mobil di kompleks Asrama Brimob Petamburan yang dibakar massa. (Suara.com/M Yasir)

Mobil-mobil itu sendiri masih berada di depan asrama, persis di depan pangkalan ojek Irwan.

“Rabu dini hari sekitar pukul 02.00 WIB, saya mendengar keributan. Waktu itu saya sudah bangun, mau sahur. Akhirnya saya keluar rumah,” kata Irwan.

Di luar, ia mendapati satu pedagang warung kopi depan Asrama Brimob, lari terbirit-birit menemui aparat Gegana di dalam asrama. 

Pria itu berlari hendak melaporkan ada sekelompok orang yang menyerang puluhan mobil di depan asrama. Mobil-mobil itu memang terbiasa terparkir di sana.

Setelah melapor, sejumlah personel Gegana dan warga termasuk Irwan menuju ke depan gerbang asrama.

Sekitar pukul 03.00 WIB, mereka melihat sekelompok orang masih berkumpul melempari batu dan bom molotov ke mobil-mobil hingga terbakar.

“Ketika melihat Gegana dan warga Petamburan keluar, massa melempari kami memakai batu sembari teriak Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar,” tuturnya.

Selain mengucapkan kalimat takbir, sekelompok orang itu juga mencaci warga Petamburan dan asrama Brimob.

“Banyak, mereka teriak mencaci kami PKI, pembunuh, penjahat. Padahal yang jahat mereka. Orang enggak salah apa-apa, main dibakar saja. Makanya warga ikut balas lemparin batu ke massa juga,” ucapnya.

Pasca kerusuhan 22 Mei di KS Tubun Petamburan. (Suara.com/Fakhri)
Pasca kerusuhan 22 Mei di KS Tubun Petamburan. (Suara.com/Fakhri)

Irwan mengakui tidak teralu mengenal kerumunan massa yang menyerang dan membakar mobil. Hanya, Irwan menyebut sebagian dari mereka terlihat mengenakan pakaian koko, sorban, lengkap dengan peci. Ada pula yang berpakaian biasa.

“Saya juga enggak bisa mengenali logatnya, karena pas mereka menyerang itu, cuma teriak takbir. Kalau pakaiannya itu gamis, pakai peci. Memang pas ketangkap itu, ketika ditanya KTP-nya, bukan orang Petamburan, tapi ada yang Bandung, Tasikmalaya, lain-lain.”

Irwan menuturkan, sebagian dari massa tersebut terlihat membawa senjata, mulai dari batu, bambu, hingga bom molotov.

Ketika aparat kepolisian melakukan pengejaran, massa tersebut berlari menuju gang-gang sekitar, salah satunya Gang Paksi, Petamburan yang berada di seberang Asrama Brimob.

Hanya, Irwan tak bisa memastikan apakah massa tersebut merupakan warga sekitar, atau justru dari luar daerah.

“Kebanyakan massa yang lari itu masuk ke Gang Paksi, Petamburan III.”

[Suara.com/Ema Rohimah]
[Suara.com/Ema Rohimah]


Terkait

Sehari Bersama Yahudi Ortodoks di Sinagoge Tersembunyi di Sudut Jakarta
Selasa, 26 Juli 2022 | 16:02 WIB

Sehari Bersama Yahudi Ortodoks di Sinagoge Tersembunyi di Sudut Jakarta

Artis-artis Indonesia yang keturunan Yahudi di Indonesia sebenarnya banyak," tuturnya.

Jalan Sunyi Agama Baha'i
Kamis, 21 Juli 2022 | 12:54 WIB

Jalan Sunyi Agama Baha'i

Kolom agama di KTP penganut agama Baha'i dikosongkan, tetapi Rika Aminah Sijaya mengaku tidak masalah. Lantas apa yang membuat Rika tetap yakin masuk Baha'i?

Kami Bertemu Penghayat Sapta Darma, Komunitas yang Dicap Penyembah Semar
Rabu, 20 Juli 2022 | 20:46 WIB

Kami Bertemu Penghayat Sapta Darma, Komunitas yang Dicap Penyembah Semar

Komunitas Sapta Darma dicap sebagai komunitas penyembah Semar. Benarkah demikian?

Menyisir Jejak Leluhur dan Jati Diri di Hindu Mangir
Selasa, 19 Juli 2022 | 15:08 WIB

Menyisir Jejak Leluhur dan Jati Diri di Hindu Mangir

Ayu mencari-cari, sebuah pegangan hidup yang bisa membuatnya nyaman dan merasa diterima sebagai manusia seutuhnya.

Terbaru
Lucunya Liga Indonesia: Cekik Wasit 6 Bulan, Kritik 1 Tahun
polemik

Lucunya Liga Indonesia: Cekik Wasit 6 Bulan, Kritik 1 Tahun

Sabtu, 10 Mei 2025 | 10:26 WIB

Lucunya Liga Indonesia, cekik wasit hanya disanksi 6 bulan tapi sampaikan kritik bisa kena larangan main 1 tahun.

Girl Group Asli Indonesia, no na Bukan The Next NIKI nonfiksi

Girl Group Asli Indonesia, no na Bukan The Next NIKI

Sabtu, 10 Mei 2025 | 07:32 WIB

no na debut dibawah naungan 88rising.

PAUD Masuk Wajib Belajar 13 Tahun: Komitmen Pemerintah Dinanti Tak Cuma di Atas Kertas polemik

PAUD Masuk Wajib Belajar 13 Tahun: Komitmen Pemerintah Dinanti Tak Cuma di Atas Kertas

Jum'at, 09 Mei 2025 | 15:44 WIB

Jadi bukan cuma di atas kertas saja, kata Nisa.

Saat Dedi Mulyadi Jadi Sosok Baru Untuk 'Mendisiplinkan' Anak, Mengapa Dikritik Pakar? polemik

Saat Dedi Mulyadi Jadi Sosok Baru Untuk 'Mendisiplinkan' Anak, Mengapa Dikritik Pakar?

Jum'at, 09 Mei 2025 | 10:16 WIB

Menurutnya, kunci perubahan perilaku anak adalah pemahaman. Anak harus tahu kenapa suatu hal penting dilakukan.

Problem Hukum di Balik Tentara Gerebek Narkoba polemik

Problem Hukum di Balik Tentara Gerebek Narkoba

Kamis, 08 Mei 2025 | 15:03 WIB

Tiga pria berinisial S (26), I (23), dan M (25) ditangkap tanpa perlawanan.

Bakal Didepak: Tiga Kesalahan Fatal Hasan Nasbi di Mata Prabowo polemik

Bakal Didepak: Tiga Kesalahan Fatal Hasan Nasbi di Mata Prabowo

Kamis, 08 Mei 2025 | 11:14 WIB

"Kalau sampai keliru menempatkan orang di PCO, tentu presiden sendiri yang direpotkan. Nanti justru akan menjadi beban," Yusak.

Fenomena Ormas: Bikin Resah Masyarakat dan Hambat Investasi, Tapi Dibutuhkan Saat Pemilu! polemik

Fenomena Ormas: Bikin Resah Masyarakat dan Hambat Investasi, Tapi Dibutuhkan Saat Pemilu!

Rabu, 07 Mei 2025 | 15:52 WIB

Pemerintah mulai gelisah. Bukan hanya karena keresahan warga. Tapi juga karena ormas seperti ini mulai mengganggu iklim investasi.