Senin, 01 Jan 2024
Seribu Jalan Menuju DPR, Kisah Klenik dan Caleg-caleg Kuburan Home > Detail

Seribu Jalan Menuju DPR, Kisah Klenik dan Caleg-caleg Kuburan

Reza Gunadha | Erick Tanjung

Selasa, 26 Februari 2019 | 07:15 WIB

Suara.com - Ada seribu jalan menuju Senayan, begitulah prinsip para caleg yang menjadi peserta Pemilu 2019. Sebab ada dari mereka yang tak hanya mengandalkan jalur biasa seperti menebar poster, baliho, atau menggelar pertemuan, tapi juga ”jalan gaib.”

MODAL yang cekak, membuat Supriatno harus benar-benar memeras otak agar mampu menemukan cara paling moncer untuk memenangkan pertarungan melawan caleg-caleg berkantong tebal.

Mengandalkan ketokohan keluarganya, caleg yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk DPR RI ini telaten menyambangi warga di daerah pemilihannya, Sukabumi, Jawa Barat.

Ia menceritakan, sang nenek semasa hidup dulu adalah orang terkenal di wilayah Kabupaten Sukabumi, khususnya Pelabuhan Ratu. Sebab, neneknya adalah paraji atau dukun beranak yang populer dengan nama Mak Haji Jawa.

"Nenek saya terkenal karena suka membantu orang tanpa bayaran di kampung. Karenanya ia disegani. Sekarang, orang-orang di Pelabuhan Ratu sudah mengenal saya sebagai cucunya Mak Haji Jawa," tutur Supriatno, pekan lalu kepada Suara.com.

Ketika era Mak Haji Jawa berakhir, pamor keluarga Supriatno sebagai paraji diampu oleh sang bibi. Sama seperti Mak Haji Jawa, bibinya juga populer di kalangan massa.

Karenanya, setiap berkampanye di hadapan warga Sukabumi, Supri selalu menjelaskan dirinya sebagai cucu Mak Haji Jawa dan juga keponakan bibinya yang paraji.

Tak hanya itu, Supri juga mendorong ayah dan keluarganya yang berprofesi sebagai nelayan untuk turut menyosialisasikan dirinya kepada rekan sekerja.

“Relawan saya ya keluarga sendiri, teman-teman di kampung, dan jaringan aktivis PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) di Sukabumi—dulu saya sempat menjadi pemimpin organisasi itu,” jelasnya.

Namun, Supri menginsafi ada keterbatasan pada pola kampanyenya. Ketokohan sang nenek maupun pamor keluarganya yang lain, belum menjadi jaminan calon konstituen setia memilihnya pada hari pencoblosan.

Meski ia berhari-hari berkampanye, tetap ada kemungkinan massa pendukungnya berubah haluan hanya karena terkena “serangan fajar” caleg lain pada “hari-H”.

Karenanya, Supri menempuh jalan lain untuk menopang kampanyenya: jalur gaib.

Prabu Siliwangi dan Nyi Roro Kidul

Pria 45 tahun ini mengakui biasa bersemadi atau bertapa di Pendopo Gusti Prabu Siliwangi, yang terdapat di dapilnya.

Prabu Siliwangi adalah tokoh misterius yang diyakini sebagai maharaja di Jawa Barat masa kuno.

Selain itu, Supri juga kerap bersemadi di petilasan Nyi Roro Kidul—sosok mitos yang disebut penguasa pantai selatan Jawa—yang diyakini terletak di Pantai Karang Hawu, Pelabuhan Ratu, Jabar.

“Sudah jadi rahasia umum bahwa banyak caleg yang datang ke ‘orang pintar’ atau dukun, untuk minta bantuan agar terpilih jadi anggota DPR,” tukasnya.

Tak jarang, caleg-caleg yang meyakini laku seperti itu rela mengeluarkan uang sampai puluhan juta rupiah untuk membayar jasa para dukun.

"Hampir semua orang Indonesia itu tak lepas dari kearifan lokal, tak jauh-jauh dari ‘orang pintar’. Mulai dari pemilihan kepala desa sampai pemilihan presiden. Cuma orang kan diam-diam, malu kalau ketahuan publik. Kalau saya kan biasa saja," jelasnya.

Supri mengklaim, dirinya tak seperti caleg-caleg lain yang rela membayar mahal para dukun. Ia justru kerap kali menerima tawaran bantuan cuma-cuma dari dukun di wilayah Sukabumi.

Prabu Siliwangi [wikipedia]
Prabu Siliwangi [wikipedia]

"Misalnya di daerah Cimaja Sukabumi, saat relawan pasang spanduk, ada dukun melihat dan bilang minta bertemu saya. Akhirnya saya temui dukun itu. Dia menghitung peluang saya memakai ilmu falaq. Dalam hitungan dukun itu, nomor peserta saya yakni 5 bisa ‘bertemu’ dengan 17 April (hari pencoblosan). Dia bilang Insyallah jadi, ini peluangnya besar," klaimnya.

Karena berpeluang besar menang menurut ilmu falaq, Supri mengklaim dukun tua itu mau membantunya secara gratis.

"Dukun tua itu kini jadi relawan saya. Dia minta kartu nama saya. Dia sampai bilang, satu kampung ini semua milih kamu, tenang saja pasti menang," tutur Supri menirukan perkataan sang dukun.

Air Sakti Gunung Karang

Supri bukan satu-satunya orang yang melakoni laku gaib demi menang dalam Pemilu 2019.

Agar bisa ke Senayan, tempat gedung DPR RI berada, seorang caleg lain rela mendaki Gunung Karang di Pandeglang, Banten, yang berketinggian 1.778 Meter di atas permukaan laut (Mdpl).

Caleg dari partai berasas keagamaan tersebut mengakui datang berkunjung ke Gunung Karang, Pandegelang, Banten untuk mengambil air sakti.

Air dari sumber mata air yang terletak dekat batu besar itu diyakini dapat memberikan kemujuran saat mengikuti pemilu.

Gunung Karang terletak di Pandeglang, Banten, Indonesia. Gunung ini masuk dalam kelompok stratovolcano yang memiliki potensi meletus.

Daerah tersebut sejak lama menjadi lokasi wisata ziarah favorit di Provinsi Banten. Sebab, salah satu daya tarik gunung itu adalah keunikan pada puncaknya yang terdapat sumber mata air bernama Sumur Tujuh.

Keberadaan Sumur Tujuh itu unik, karena biasanya, sumber mata air terletak di lereng atau kaki gunung. Tapi dalam kasus Gunung Karang, mata air justru berada di puncaknya.

Untuk menuju ke sumber mata air itu, sang caleg harus di dampingi seorang juru kunci atau kuncen setempat.

Nyi Roro Kidul [Wikipedia]
Nyi Roro Kidul [Wikipedia]

Setiap orang yang ingin menuju ke sumber mata air itu harus membayar jasa kuncen Rp 100 ribu.

Kemudian, sebelum jalan menuju ke lokasi, sang caleg harus lebih dulu dimandikan memakai air kembang di sumur rumah si kuncen.

"Ya, saya memaknai laku itu (mengambil air sakti di Gunung Karang) kan bagian dari tradisi saja," kata caleg yang tak mau ditulis namanya itu.

Menurut pengakuan caleg tersebut, ada banyak peserta Pemilu 2019 yang juga menempuh jalur klenik demi menang.

Misalnya, kata dia, ada juga caleg yang berziarah ke makam para wali dan ulama yang dikramatkan. Mereka berziarah dan berdoa di makam-makam itu berharap mendapatkan energi dan keberuntungan.

Stigma Caleg Kuburan

Sugiono, caleg PKB untuk DPR RI mengakui kerap berziarah ke makam para wali maupun kuburan keramat.

Kalau turun ke daerah pemilihannya di Jawa Tengah VIII yang terdiri dari Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Sugiono menyempatkan berziarah ke makam-makam tokoh setempat yang dikeramatkan.

Ia menuturkan, berziarah ke makam-makam keramat untuk menghormati para leluhur karena dianggap berjasa besar untuk umat, bangsa dan negara.

Karenanya, ia menyangkal berziarah bertujuan untuk mencari wangsit seperti yang distigmakan oleh sebagian orang.

"Ziarah makam itu kan bagian dari menghormati leluhur. Saya melakukan politik lahir batin, karena saya kan dari partai yang didirikan oleh kiai dan ulama," kata Sugiono kepada Suara.com, Senin (25/2/2019).

Sugiono mengungkapkan, konstituennya mayoritas warga pedesaan yang masih menjalani praktik-praktik tradisional dan memegang budaya leluhur. Contohnya tradisi tahlilan, syukuran, wayangan hingga ziarah kubur.

Itu semua merupakan bagian dari budaya yang diwariskan turun temurun pada masyarakat. Situasi sosial masyarakat desa yang seperti itu tidak bisa disamakan dengan warga perkotaan.

Bahkan, kata dia, juga tak sedikit warga perkotaan yang berasal dari desa masih memegang tradisi tersebut.

Bagi Sugiono, khusus untuk ziarah kubur, seperti penambah energi, semangat. Sama halnya seseorang yang bertemu idola.

"Ziarah itu yang penting bagi saya untuk mengisi energi, menambah semangat. Sama seperti orang yang mengidolakan tokoh dan bertemu dengan idolanya," tutur dia.

Sugiono mengakui pernah dirisak oleh pihak tertentu sebagai caleg klenik atau caleg kuburan, karena kegemarannya berziarah ke makam keramat. Namun ia tak mau ambil pusing atas tudingan-tudingan seperti itu.

"Ya silakan saja. Kalau mau menilai caleg itu kan bukan itu (klenik) ukurannya. Tapi yang perlu dilihat itu apakah si caleg terlibat kasus korupsi, kasus asusila, atau tidak," terang dia.

Menurutnya, ziarah makam merupakan bagian dari budaya masyarakat yang beragam. Keberagaman itu harus dijaga sesuai amanah UUD 1945.

"Ziarah itu adalah kebutuhan seseorang untuk keseimbangan lahir dan batin.”

Supriatno, juga caleg DPR RI dari PKB, sependapat dengan Sugiono. Menurutnya, tidak semua orang yang berziarah ke makam-makam keramat bertujuan klenik.

Ziarah merupakan budaya bangsa timur, termasuk Indonesia yang telah berlangsung turun temurun. Ziarah makam maknanya penghormatan terhadap leluhur.

Ia mengakui, tradisi ziarah makam ini kontradiktif dengan cara pandang dan budaya Barat maupun Arab.

Supriatno menjelaskan, pada masa pra-Islam, Nabi Muhammad SAW sempat melarang ziarah kubur karena pada saat itu masyarakat Arab masih jahiliyah.

“Mereka ketika itu banyak yang menyembah berhala. Makanya sebagian masyarakat Arab berpandangan orang yang sudah mati itu hanyalah mayat yang tidak lagi bermakna,” jelasnya.

Namun, setelah bangsa Arab telah mengenal Islam, Nabi Muhammad justru menganjurkan agar masyarakat berziarah guna mengingatkan kepada kematian dan akhirat.

Sedangkan peradaban Barat mengagungkan rasionalitas, sehingga hal-hal di luar itu dianggap sebagai praktik peradaban terbelakang.

Menurut Supri, orang yang berziarah ke makam-makam keramat itu biasanya memperoleh ketenangan jiwa. Seperti orang yang bersemadi. Dengan ketenangan jiwa, orang akan mendapat inspirasi-inspirasi bagi dirinya sendiri.

"Selain itu, keberadaan makam keramat itu sangat berdampak positif bagi masyarakat sekitar. Karena ekonomi warga tumbuh.”

Terbaru
Di Balik Kepulan Asap: Siapa Raup Untung dari PLTU Baru Suralaya?
polemik

Di Balik Kepulan Asap: Siapa Raup Untung dari PLTU Baru Suralaya?

Kamis, 19 September 2024 | 20:06 WIB

Data Kementerian ESDM akhir 2023 menunjukkan oversupply listrik di grid Jawa-Bali mencapai 4 gigawatt. Artinya, keberadaan PLTU baru sebenarnya tidak terlalu mendesak.

Cuma Heboh di Dunia Maya, Ada Apa di Balik Skenario Fufufafa? polemik

Cuma Heboh di Dunia Maya, Ada Apa di Balik Skenario Fufufafa?

Kamis, 19 September 2024 | 08:29 WIB

Apa yang terjadi pada isu Fufufafa sudah bukan lagi echo chamber. Perbincangan isu Fufufafa sudah crossed platform media sosial and crossed cluster.

Polemik Akun Fufufafa: Fakta Kabur yang Menciptakan Kebingungan Publik polemik

Polemik Akun Fufufafa: Fakta Kabur yang Menciptakan Kebingungan Publik

Selasa, 17 September 2024 | 20:10 WIB

Kecurigaan mengenai Gibran sebagai pemilik akun Fufufafa bermula dari postingan seorang netizen

Perilaku Kejahatan Anak Makin Liar: Gejala Anomie yang Tak Cukup Diselesaikan Lewat Penjara polemik

Perilaku Kejahatan Anak Makin Liar: Gejala Anomie yang Tak Cukup Diselesaikan Lewat Penjara

Sabtu, 14 September 2024 | 20:09 WIB

Kondisi anomie acap kali menyertai setiap perubahan sosial di masyarakat.

Kasus Nyoman Sukena: Peringatan Darurat Pelestarian Landak Jawa polemik

Kasus Nyoman Sukena: Peringatan Darurat Pelestarian Landak Jawa

Jum'at, 13 September 2024 | 20:20 WIB

Dengan penuh kasih sayang, Nyoman Sukena memelihara dua ekor Landak Jawa itu

Menantu Hingga Anak Jokowi di Pusaran Dugaan Gratifikasi: Masihkah KPK Punya Taji? polemik

Menantu Hingga Anak Jokowi di Pusaran Dugaan Gratifikasi: Masihkah KPK Punya Taji?

Jum'at, 13 September 2024 | 09:54 WIB

Pada prosesnya nanti, KPK harus mengusut pihak yang memberikan dan memastikan maksud pemberian dugaan gratifikasi itu.

Babak Baru Seteru PKB-PBNU: Cak Imin dan Gus Yahya Semakin Jauh dari Titik Temu polemik

Babak Baru Seteru PKB-PBNU: Cak Imin dan Gus Yahya Semakin Jauh dari Titik Temu

Kamis, 12 September 2024 | 17:32 WIB

Dinamika ini mengundang pertanyaan besar: benarkah tidak ada konflik di balik layar?