Suara.com - Sunni dan Syiah, dua mazhab arus utama Islam sedunia itu kerap disebut saling berseberangan. Namun, bagi Zainal, bingkai perseteruan keduanya justru diembuskan oleh orang-orang yang tak menginginkan kedua penganut sekte tersebut bersatu sebagai saudara.
Sudah 15 tahun Zainal bekerja di Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta, Jalan Buncit Raya No 35 RT1/RW7, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
“Saya sudah lama bekerja di ICC Jakarta ini, sebagai penjaga keamanan. Orang-orang mengenal saya sebagai Babeh. Saya seorang Muslim Sunni, tulen,” tuturnya memperkenalkan diri kepada Suara.com, Kamis (24/5/2018).
Sebagai seorang Sunni, Zainal menuturkan terdapat sejumlah perbedaan dengan Syiah. Namun, ia memastikan, perbedaan itu tidak prinsip atau yang berkaitan dengan masalah Ketuhanan.
Ia mengakui, tak mudah sebagai seorang Suni bekerja di kalangan Syiah. Bukan lantaran terdapat diskriminasi, bukan. Melainkan pandangan orang-orang yang mengenalnya.
Sang istri misalnya, diakui Zainal sempat memunyai pikiran negatif mengenai Muslim Syiah, dan mencurigai dirinya sudah menjadi bagian jemaah tersebut.
“Dulu sekali, waktu kali pertama diterima bekerja di sini, istri saya curiga. Sempat kesal juga sih, karena tuduhan-tuduhannya semakin kebangetan,” tukasnya.
Tak hanya istri, tetangga rumahnya juga menaruh pandangan negatif dan kecurigaan seperti itu.
Kecurigaan yang sama juga ditunjukkan oleh keluarga maupun tetangga-tetangganya di kampung halaman.
Bagi Zainal, kecurigaan itu wajar, karena masih banyak yang menyebar tuduhan-tuduhan salah mengenai Syiah. Namun, Zainal tetap sabar memberikan penjelasan kepada mereka.
“Saya jelaskan kepada mereka, bahwa tak ada yang perlu dicurigai atau bahkan ditakutkan dari saudara-saudara Muslim Syiah. Mereka tetap Islam seperti kita, dan persoalan mazhab, itu persoalan keputusan masing-masing orang,” jelasnya.
Apalagi, Zainal mengakui, meskipun bekerja di lingkungan Syiah, tak pernah sekali pun dirinya dibujuk atau bahkan dipaksa berpindah mazhab.
"Lucu memang, di kampung, saya sudah di cap Syiah. Biarkan orang mau bilang apa. Tidak ada yang namanya perbandingan apalagi membanding-bandingkan. Bagi saya semuanya sama, Islam, dan pengikutnya adalah manusia, yang penting itu, saling menghargai," tukasnya.
Ia juga menceritakan, jemaah Syiah dan ICC Jakarta kerapkali dituduh tak mau membaur dengan masyarakat sekitar maupun masjid-masjid Sunni.
Menurutnya, semua tuduhan itu tidak benar. Ia menceritakan, seluruh jemaah Syiah yang kerap datang maupun pengurus ICC Jakarta, menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar.
Sejak dulu, sambungnya, ustaz-ustaz ICC Jakarta sering diundang oleh masjid-masjid sekitar dalam berbagai kegiatan.
Begitu juga sebaliknya, ICC Jakarta kerapkali mengundang tokoh-tokoh agama Sunni maupun masyarakat sekitar untuk mengikuti acara-acara mereka.
Orang-orang Islam yang bukan Syiah juga dipersilakan mengikuti ceramah-ceramah maupun pengajian di ICC Jakarta.
Zainal menjelaskan, Syiah dan Sunni seringkali dihadap-hadapkan karena ada kelompok yang masih mewarisi pola pikir era Orde Baru.
”Padahal, sejak tahun 1908-an, orang-orang yang berceramah itu benar-benar disorot pemerintah, bukan hanya Syiah, tapi juga Sunni. Kebebasan beragama itu ada kan baru saat zaman Presiden Gus Dur (Abdurrahman Wahid),” katanya.
Zainal menginsyafi, selain menjadi petugas keamanan ICC Jakarta, dirinya memunyai tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan persaudaraan kedua mazhab Islam tersebut.
”Saya sudah memberikan penjelasan ke banyak orang mengenai Sunni-Syiah. Sebenarnya yang merecoki itu bukan Syiah, juga bukan Sunni, tapi di luarnya, itu banyak. Jadi kuncinya adalah, pelajari benar-benar ilmu agama, sehingga tak mudah diperdaya,” tandasnya.
                        "Setahu saya di NTB itu masalah syiah dan sunni yang masih,"
                        ISIS klaim bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri itu.
                        "Acara ini sudah mendapat izin. Lagi pula, kami memeringati wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW," terangnya.
Selain perempuan dan anak-anak, mereka juga membunuh warga lanjut usia.
                    
                    Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.
                        
                        
                                nonfiksi                        
                        Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.
                        
                        
                                nonfiksi                        
                        Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.
                        
                        
                                nonfiksi                        
                        Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.
                        
                        
                                nonfiksi                        
                        No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.
                        
                        
                                nonfiksi                        
                        Di tengah padatnya kuliah, mahasiswa Jogja bernama Vio menyulap hobi nail art menjadi bisnis. Bagaimana ia mengukir kesuksesan dengan kuku, kreativitas, dan tekad baja?
                        
                        
                                nonfiksi                        
                        Rangga & Cinta tak bisa menghindar untuk dibandingkan dengan film pendahulunya, Ada Apa Dengan Cinta? alias AADC.