Sehari Berpuasa Bersama Muslim Syiah di Selatan Jakarta
Home > Detail

Sehari Berpuasa Bersama Muslim Syiah di Selatan Jakarta

Reza Gunadha | Ria Rizki Nirmala Sari

Senin, 28 Mei 2018 | 07:15 WIB

Suara.com - Mereka kerap diburu, dihinakan, bahkan di sejumlah daerah diusir dari tanahnya sendiri, hanya gara-gara menyatakan diri sebagai pengikut Ali, pencinta keluarga suci Nabi Muhammad SAW, dan tak masuk sekte mayoritas Islam di Indonesia. Lantas, bagaimana mereka di bulan Ramadan ini?

Mendung menggantung di langit Jakarta pada Kamis (24/5) sore pekan lalu. Tak lama, hujan mengguyur kawasan Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, termasuk kompleks yang berada di Jalan Buncit Raya No 35 RT1/RW7 tersebut.

Kompleks itu resminya bernama Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta. Ada pula yang menyebutnya Pusat Kebudayaan Iran, karena memang dibiayai oleh pemerintah Iran.

Tapi bagi kalangan Musim Syiah di Jakarta dan sekitarnya, biasa disebut sebagai “Husainiyah Al-Huda”, yang sebenarnya nama aula di ICC, tempat segala aktivitas pembelajaran Alquran dan mazhab Syiah digelar.

Saat hujan turun, Rohmah menghampiri gerbang, membukakan pintu untuk jurnalis Suara.com, Ria Rizky Nirmala Sari, yang hendak ikut berbuka puasa bersama jemaah Syiah.

Kompleks ICC terbilang lengkap. Di dalamnya, terdapat perpustakaan, aula, ruang kantor, dan juga musala.

“Bangunan kecil bertingkat itu musala. Di sini tidak ada masjid. Tapi kami biasanya salat di aula Husainiyah Al-Huda. Jadi bisa di aula yang daya tampungnya banyak, tapi di musala juga tak apa-apa,” tutur perempuan berjilbab hitam tersebut, sembari berjalan mengantar ke aula.

Aula yang dimaksud Rohmah tersebut berada di sayap kiri gedung utama ICC. Sementara musala tersebut terletak persis di depan aula tersebut.

Sementara di belakang aula, terdapat gudang terbuka sebagai ruang penyimpanan buku-buku terbitan  Divisi Pendidikan & Dakwah ICC. Selain dijual bebas di toko-toko buku, beragam penerbitan itu kerap dijual di bazar mereka.

Aula yang dinamakan Husainiyah Al-Huda untuk menghormati cucu Nabi Muhammad SAW sekaligus imam ketiga dalam mazhab Syiah Ithna ‘ashariyya (Syiah 12 Imam)—submazhab terbesar Syiah—kala itu ramai oleh ibu-ibu.

Jemaah Muslim Syiah ketika berbuka puasa di Islamic Cultural Center Jakarta, Jalan Buncit Raya No 35 RT1/RW7, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (24/5/2018). [Suara.com/Ria Rizki Nirmala Sari]

Tak ada yang berbeda dari penampilan mereka, sama seperti Muslim pada umumnya.

“Anda bisa memanggil kami apa saja. Muslim Syiah, Syiah, atau jemaah Ahlul Bait, sama saja,” tutur Rohmah menerangkan.

Sementara belasan ibu-ibu dan lelaki dewasa, termasuk anak-anak tengah khusyuk bertadarus, membaca Alquran. Di antara mereka, terdapat Ustaz Ahmad Hafidz Alkaff, seorang habib sekaligus juru bicara ICC.

“Kalau mau wawancara nantinya, tunggu semuanya beres, salat dan berbuka puasa dulu,” tuturnya.

Aula Husainiyah kala itu bernuansa sakral oleh lantunan jemaah yang mengaji. Aula itu sederhana, hanya terpasang kain-kain bertuliskan kaligrafi beragam warna. Selain itu, terdapat sejumlah televisi yang dipajang di bagian atas dinding.

Jemaah yang bertadarus membuat sebaris kelompok di satu sudut aula. Sementara bagian lain aula itu, menjadi tempat dihidangkannya takjil dan makanan untuk berbuka puasa. Makanan itu dihamparkan di atas karpet berlapiskan kain putih.

Rohmah terlihat mondar-mandir menyiapkan keperluan jemaah nantinya berbuka. Ia mengetahui, jurnalis Suara.com bukanlah jemaah Syiah, sehingga secara khusus ia memberikan air dan makanan pembuka.

"Nih, neng buat buka sudah waktunya kan," ujar perempuan berusia 52 tahun tersebut.

Kala itu jam sudah menunjukkan pukul 17.47 WIB, waktu berbuka puasa untuk mayoritas Muslim di Jakarta, yakni mazhab Sunni.

Islamic Cultural Center Jakarta, Jalan Buncit Raya No 35 RT1/RW7, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (24/5/2018). [Suara.com/Ria Rizki Nirmala Sari]

Azan sayup-sayup terdengar dari pelantang suara masjid di sekitar ICC. Namun, jemaah Muslim Syiah di aula tersebut tetap bertadarus.

Barulah 15 menit setelah azan selesai dikumandangkan di masjid-masjid sekitar, jemaah tadarus di ICC berhenti membaca Alquran.

Seseorang ke bagian mimbar, menjadi muazin. Bedanya, muazin itu tak menggunakan pelantang suara saat melantunkan azan.

Seusai azan, jemaah di aula tersebut tak juga membatalkan puasa. Mereka justru bersiap-siap menunaikan ibadah salat Magrib yang dilanjutkan salat Isya.

“Buka puasa saja duluan neng. Di sini kalau sudah azan, memang salat Mabrib dan Isya dulu, baru buka puasa,” tutur Rohmah saat menghampiri untuk memberikan air putih, kurma, dan sekotak nasi.

Jemaah Muslim Syiah melakukan salat Magrib dan Isya dengan cara dijamak, sesuai fikih mazhabnya. Setelahnya, barulah mereka membatalkan puasa.

Seusai bersantap buka puasa, mereka melanjutkan acara dengan membaca doa-doa khusus bulan Ramadan atau disebut doa Iftitah.

Seusai berdoa, kegiatan dilanjutkan pada sesi mendengarkan ceramah. Tidak ada salat Tarawih.

“Akan saya jelaskan semua yang dipertanyakan. Untuk kali pertama, saya akan mengonfirmasi bahwa benar, ICC ini berada di bawah naungan Kedutaan Besar Republik Islam Iran,” tutur Ustaz Hafidz kepada Suara.com, seusai seluruh prosesi, Kamis malam.

Selain menjadi pusat ibadah jemaah Ahlul Bait, ICC dilengkapi perpustakaan serta kegiatan-kegiatan lainnya seperti seminar atau perayaan keagamaan.

Ia mengatakan, di lingkungan ICC tidak terdapat masjid, melainkan Aula Husainiyah Al-Huda yang dipakai untuk beragam kegiatan, mulai dari tadarusan, salat, diskusi, dan lainnya.

“Rangkaian kegiatan harian kami, selama bulan Ramadan, memang agak berbeda dengan saudara-saudara kami yang Sunni. Biasanya, sebelum berbuka puasa, kami mengadakan tadarus Alquran,” terangnya.

Setiap bulan Ramadan, setiap jemaah diharapkan bisa mengkhatamkan Alquran. Tapi khusus tahun ini, mereka bertekad mengkhatamkan kitab suci pada tanggal 28 Mei.

“Jadi, jadwal tadarus kami majukan menjadi jam 5 sore, sehingga ketika azan Magrib per hari, kami bisa mengkhatamkan satu juz Alquran. Targetnya, 28 Mei, khatam Alquran,” tuturnya.

Hafidz lantas menjelaskan mengenai perbedaan waktu berbuka puasa antara Muslim Sunni dan Muslim Syiah.

"Surah Al Baqarah ayat 187 tertulis, 'Kemudian Sempurnakanlah puasa kalian hingga malam'. Jadi, kami menunggu benar-benar malam. Biasanya, azan di ICC dikumandangkan setelah 15 menit azan di masjid-masjid sekitar,” terangnya.

Ia juga menjelaskan, jemaah Syiah mengutamakan lebih dulu salat Magrib dan Isya sebelum berbuka puasa, bukanlah bertujuan untuk menunda-nunda seperti yang kerap dituduhkan, melainkan menjalankan tradisi dalam hadis-hadis Ahlul Bait Nabi Muhammad SAW.

“Salat dalam keadaan berpuasa itu tentu pahalanya akan lebih besar. Salat jamak juga mengikuti tradisi keluarga suci Rasulullah,” tambahnya.

Ustaz Hafidz mengakui, dalam mazhab Syiah, tak dikenal tradisi salat Tarawih berjemaah. Karenanya, setelah berbuka puasa dan berdoa, mereka mengganti salat Tarawih berjemaah dengan ceramah.

“Salat Tarawih adalah salat sunah. Sementara salat sunah diajarkan adalah salat yang dilakukan sendiri-sendiri. Karenanya, sebagai gantinya, kami mengadakan ceramah,” tuturnya mengakhiri pembicaraan, sembari tersenyum.


Terkait

Dijaga Ketat, Muslim Syiah Semarang Gelar Peringatan Asyura
Minggu, 01 Oktober 2017 | 18:26 WIB

Dijaga Ketat, Muslim Syiah Semarang Gelar Peringatan Asyura

"Acara ini sudah mendapat izin. Lagi pula, kami memeringati wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW," terangnya.

Taliban dan ISIS di Afganistan Bersatu Bantai Warga Muslim Syiah
Senin, 07 Agustus 2017 | 11:16 WIB

Taliban dan ISIS di Afganistan Bersatu Bantai Warga Muslim Syiah

Selain perempuan dan anak-anak, mereka juga membunuh warga lanjut usia.

Terbaru
Review Film Pangku: Menyelami Dilema Ibu Tunggal di Pantura yang Terlalu Realistis
nonfiksi

Review Film Pangku: Menyelami Dilema Ibu Tunggal di Pantura yang Terlalu Realistis

Sabtu, 08 November 2025 | 08:00 WIB

Pemilihan Claresta Taufan sebagai pemeran utama adalah bukti ketajaman mata Reza Rahadian sebagai sutradara.

Langkah Kecil di Kota Asing: Cerita Mahasiswa Perantau Menemukan Rumah Kedua di Jogja nonfiksi

Langkah Kecil di Kota Asing: Cerita Mahasiswa Perantau Menemukan Rumah Kedua di Jogja

Jum'at, 07 November 2025 | 19:50 WIB

Deway, mahasiswa Kalbar di Jogja, belajar menenangkan kecemasan dan menemukan rumah di kota asing.

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa nonfiksi

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa

Sabtu, 01 November 2025 | 08:05 WIB

Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan nonfiksi

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan

Jum'at, 31 Oktober 2025 | 13:18 WIB

Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur nonfiksi

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 08:00 WIB

Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan nonfiksi

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan

Jum'at, 24 Oktober 2025 | 13:06 WIB

Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu? nonfiksi

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:05 WIB

No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.

×
Zoomed