Jelang pergantian rezim dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada Prabowo Subianto, menyisakan segudang persoalan. Salah satu yang peling menonjol, yakni penyelesaian kasus kekerasan HAM masa lalu yang hingga kini masih menggantung.
Ganjalan utama tersebut menjadi batu sandungan utama Prabowo yang mesti dilewati sebelum menjadi pemimpin Bangsa Indonesia. Meski begitu, para keluarga korban tetap akan menuntut kasus pelanggaran HAM masa lalu agar segera dituntaskan secara hukum.
Mirisnya, kala keluarga korban menyuarakan suara untuk mencari keadilan, sejumlah pihak malah memanfaatkannya untuk menyelesaikan kasus dengan cara nonyudisial. Puncaknya, sejumlah keluarga korban penculikan antara tahun 1997-1998 dipertemukan dengan pihak yang mewakili Prabowo Subianto.
Dalam pertemuan yang dimotori mantan Koordinator Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) Mugiyanto Sipin di hotel mewah di bilangan Senayan, Jakarta, keluarga korban diiming-imingi sejumlah uang yang terlampau kecil bila dibandingkan rasa kehilangan mereka selama puluhan tahun.
Skandal itu terkuak menjadi ramai di media sosial (medsos), pasalnya agenda picik itu menjadi bentuk pembungkaman terhadap keluarga korban untuk tidak lagi menyuarakan anggota keluarga mereka yang hilang diculik pihak-pihak tertentu.
Sejumlah keluarga korban yang sedari awal mendesak dan menuntut penyelesaian kasus penculikan aktivis di tahun 1997-1998 diselesaikan melalui jalur hukum meradang. Mereka murka dengan langkah yang dilakukan 'calon penguasa' Indonesia di masa mendatang.
Tak hanya itu, luka masa lalu kembali menganga di kalangan aktivis reformasi yang masih berada di garda terdepan garis massa. Mereka terang-terangan mengecam tindakan yang tidak mencerminkan prinsip-prinsip perjuangan reformasi 1998.
Cerita itu pun kini bergulir mengawali masa-masa yang yang menegangkan bagi demokrasi Indonesia di masa mendatang.
Setelah pihak Gerindra menemui keluarga kobran penculikan 98, bagaimana nasib penyelesaian HAM masa lalu di Indonesia?
"Ini adalah manuver-manuver para petualang politik yang saya kira secara mereka menjual korban. Kita tahu posisi relasi mereka (korban) tidak setara," kata Wahyu.
Lantas, apa sebenarnya motif di balik lolosnya aturan tersebut?
DPR sebagai lembaga negara yang menjadi 'tempat kerja' wakil rakyat menghasilkan regulasi kerap berada di urutan ketiga ataupun kedua dari posisi buncit.
Setidaknya 80,9 persen responden menyatakan puas dengan Pemerintahan 100 hari Prabowo-Gibran.
Apakah Prabowo Subianto akan melakukan reshuffle kabinet pada 100 hari pertama kepemimpinannya? Siapa saja yang akan diganti?