Poster Kritik Gibran Berujung Represi: 'Dinasti Tiada Henti' Jadi Pemicu?
Home > Detail

Poster Kritik Gibran Berujung Represi: 'Dinasti Tiada Henti' Jadi Pemicu?

Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Jum'at, 20 Juni 2025 | 06:29 WIB

Suara.com - TINDAKAN represif dialami tiga mahasiswa anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau PMII Pengurus Cabang Blitar. Peristiwa itu terjadi di Blitar, Jawa Timur pada Rabu, 18 Juni 2025. Saat itu mereka berniat menyampaikan kritik kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang sedang melakukan kunjungan.

Mereka pun berencana membentangkan poster berisi kritik terhadap pemerintah saat rombongan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka melintas menuju salah satu rumah makan. Belum sempat poster dibentangkan, sejumlah anggota Paspampres berupaya menghalau aksi mereka dengan tindakan represif.

Dalam video yang beredar terlihat para mahasiswa ditarik secara paksa hingga terjatuh. Selain itu poster yang hendak mereka bentangkan direbut paksa.

Adapun sejumlah poster yang ingin mereka bentangkan berisi; "Dinasti tiada henti", "Omon-omon 19 juta lapangan kerja", "Semangat terus bikin bualan mas Wapres Gibran", dan "Siapa percaya pengangkang konstitusi?"

Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andrie Yunus mengecam tindakan represif aparat tersebut. Menurutnya aksi mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi seharusnya diberikan ruang. Karena itu bagian dari hak demokrasi setiap warga negara yang mesti dihargai dan dilindungi.

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka meninjau banjir dan longsor di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. (Foto dok. BNPB)
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kunjungan kerja ke daerah. (Foto dok. BNPB)

Andrie menyayangkan peristiwa itu terjadi dalam rangka kunjungan Gibran sebagai wakil presiden ke Blitar. Seharusnya kunjungan itu menjadi ruang bagi Gibran menerima aspirasi atau kritikan secara langsung dari masyarakat di daerah, bukan justru membungkam dengan tindakan represif.

"Harusnya dibuka ruang diskusinya, ruang interaksinya. Kalau misalkan mengacu ke beberapa kunjungan wapres, itu kan ada ruang interaksi. Semestinya itu yang dibuka sebagai pejabat tinggi negara, bukan malah sebaliknya," ujar Andrie saat dihubungi Suara.com, Kamis 19 Juni 2025.

Tindakan represif yang dialami mahasiswa anggota PPMI Blitar dinilai Andrie semakin menguatkan sikap antikritik pemerintahan Prabowo-Gibran. Hal itu berkaca dari sejumlah upaya pembungkaman yang dialami masyarakat sipil lewat kriminalisasi.

Seperti peristiwa yang dialami pengunjuk rasa pada peringatan Hari Buruh di depan Gedung MPR-DPR, Jakarta pada 1 Mei lalu. Setidaknya 14 pengunjuk rasa termasuk paralegal dan tim medis ditetapkan Polda Metro Jaya sebagai tersangka. Begitu juga aksi unjuk rasa peringatan 27 tahun reformasi yang digelar mahasiswa Trisakti di Balai Kota, Jakarta. Pada aksi itu 16 mahasiswa dijadikan sebagai tersangka.

Andrie menyebut terus berulangnya tindakan represif aparat kepada masyarakat sipil yang menggunakan hak demokrasinya karena adanya pembiaran. Aparat yang terlibat tidak pernah mendapatkan tindakan pendisiplinan dari institusi masing-masing.

Selain itu, Andrie juga menyayangkan narasi kepolisian yang menggunakan kata 'mengamankan' terhadap ketiga mahasiswa itu. Menurutnya upaya paksa yang disebut kepolisian adalah 'mengamankan' tidak dikenal dalam kitab undang-undang hukum acara pidana atau KUHAP. Dalam KUHAP hanya ada upaya paksa berupa penangkapan, bukan mengamankan. Penangkapan juga dilakukan jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.

"Pertanyaannya adalah apakah yang dilakukan oleh tiga kader PMII dengan membentangkan poster merupakan tindak pidana? Kami berpendapat bukan," tegas Andrie.

Sementara itu politisi PDIP, Guntur Romli memandang tindakan represif dialami tiga mahasiswa PMII karena poster yang hendak mereka bentangkan berisi kritikan kepada Gibran. Hal itu menurutnya tidak akan terjadi jika poster tersebut berisi pujian kepada putra sulung mantan Presiden Joko Widodo itu.

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (tengah) membagikan alat tulis kepada warga seusai meninjau proyek terowongan di Jalan Sultan Alimudin di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (12/2/2025). [ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nym]
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (tengah) membagikan alat tulis kepada warga saat melakukan kunjungan kerja ke daerah. [Antara/M Risyal Hidayat/nym]

"Karena kalau mereka menyambut dengan poster dan spanduk yang memuji dan menjilat Gibran tidak akan pernah ditangkap," kata Romli kepada Suara.com.

Menurutnya para mahasiswa itu hanya menagih janji Gibran, salah satunya soal 19 lapangan pekerjaan yang diutarakannya pada saat kampanye sebagai calon wakil presiden.

Dia pun menyesalkan tindakan represif aparat terhadap tiga mahasiswa PMII. Guntur menyebut hal itu sebagai tindakan yang berlebihan. Apalagi katanya, keberadaan ketiga mahasiswa itu tidak mengancam keselamatan Gibran.

"Kami menyesalkan reaksi berlebihan Pasukan Pengamanan Gibran tersebut yang tidak bisa dibela dengan dalih apapun," tegasnya.

Dia juga sepakat bahwa tindakan represif itu merupakan ancaman serius bagi demokrasi.

Tindakan represif aparat terhadap masyarakat sipil saat menyampaikan kritik kepada pejabat negara di Blitar itu bukan peristiwa tunggal. Pada Agustus 2021, saat Presiden ke-7 Joko Widodo berkunjung ke Blitar, seorang warga sempat ditangkap karena membentangkan poster bertuliskan "Pak Jokowi Bantu Peternak Beli Jagung dengan Harga Wajar."

Sementara pada Januari 2023, enam mahasiswa di Riau diintimidasi dan seditangkap oleh aparat saat Jokowi berkunjung. Tindakan itu mereka alami karena membentangkan poster bertuliskan penolakan kedatangan Jokowi ke Riau.

Wakapolres Blitar Kota Kompol Subiyantana buka suara terkait peristiwa tersebut. Dia menyebut, tindakan Paspampres bagian dari pengamanan. Paspampres disebutnya hanya menghalau ketiga mahasiswa agar tidak mengganggu rombongan wakil presiden. Subiyantana menyebut ketiga mahasiswa tersebut telah dibebaskan.

Suara.com telah menghubungi staf khusus (stafsus) Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka Tina Talisa untuk meminta tanggapan terkait peristiwa tersebut lewat aplikasi perpesanan pada Kamis 19 Juni 2025. Namun, hingga berita ini ditayangkan yang bersangkutan belum memberikan jawaban.


Terkait

Paspampres Ringkus Mahasiswa Pendemo Gibran di Blitar, Guntur Romli: Ini Ancaman Serius Demokrasi!
Kamis, 19 Juni 2025 | 17:11 WIB

Paspampres Ringkus Mahasiswa Pendemo Gibran di Blitar, Guntur Romli: Ini Ancaman Serius Demokrasi!

Guntur Romli mengkritik Paspampres Gibran yang ringkus mahasiswa saat demo di Blitar. Tindakan itu dinilai berlebihan, ancam demokrasi dan kebebasan berpendapat.

Mengurai Peta Kekuatan dan Bursa Calon Pengganti Jika Kursi Wapres Gibran Kosong
Kamis, 19 Juni 2025 | 16:11 WIB

Mengurai Peta Kekuatan dan Bursa Calon Pengganti Jika Kursi Wapres Gibran Kosong

Sejumlah tokoh penting di lingkaran parpol koalisi bisa menjadi alternatif pengganti Gibran jika benar dimakzulkan

Intip Aktivitas Gibran Sebelum Matahari Terbit: Kunjungan Kerja ke NTT Jadi Alasan
Kamis, 19 Juni 2025 | 15:25 WIB

Intip Aktivitas Gibran Sebelum Matahari Terbit: Kunjungan Kerja ke NTT Jadi Alasan

Video itu disertai narasi yang menyebutkan bahwa Gibran sudah aktif sejak sebelum matahari terbit.

Terbaru
Prasejarah Dihapus? Penyusunan Ulang Sejarah Indonesia Mengancam Reputasi Akademik
polemik

Prasejarah Dihapus? Penyusunan Ulang Sejarah Indonesia Mengancam Reputasi Akademik

Kamis, 19 Juni 2025 | 17:20 WIB

Prasejarah itu bukan sejarah awal. Saya sebagai pra sejarawan berpikir apakah yang mengganti itu tidak berpikir panjang akan implikasi yang ditimbulkan, ujar Truman.

Dari Yovie Widianto hingga Wamen Rangkap Jabatan Komisaris: BUMN Bukan Milik Rezim! polemik

Dari Yovie Widianto hingga Wamen Rangkap Jabatan Komisaris: BUMN Bukan Milik Rezim!

Kamis, 19 Juni 2025 | 15:12 WIB

"BUMN merupakan badan usaha milik rakyat, bukan milik rezim. Sudah seharusnya penunjukan direksi maupun komisaris harus melalui seleksi kualitas individu," ujar Huda.

Ditangkap Hidup, Pulang Mengenaskan: Dugaan Keterlibatan TNI di Balik Kematian Abral Wandikbo polemik

Ditangkap Hidup, Pulang Mengenaskan: Dugaan Keterlibatan TNI di Balik Kematian Abral Wandikbo

Kamis, 19 Juni 2025 | 08:24 WIB

Tiga hari sebelum ditemukan tewas, Abral ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat TNI dan tak pernah kembali.

Fadli Zon Sangkal Pemerkosaan Massal: Mengaburkan Nama Besar di Balik Tragedi Mei 98? polemik

Fadli Zon Sangkal Pemerkosaan Massal: Mengaburkan Nama Besar di Balik Tragedi Mei 98?

Rabu, 18 Juni 2025 | 22:07 WIB

"Bahasa yang diungkapkan Fadli Zon itu bahasa feodalisme paternalistik sekali. Tidak ada sensitif hak asasi manusia," ujar Romo Sandyawan.

Dari Jawa Barat ke Jakarta: Efektifkah Barak Militer Redam Tawuran Pemuda? polemik

Dari Jawa Barat ke Jakarta: Efektifkah Barak Militer Redam Tawuran Pemuda?

Rabu, 18 Juni 2025 | 17:06 WIB

"Jadi lebih baik Pemerintah Provinsi Jakarta membuat program yang lebih spesifik dan inovatif, jelas Rakhmat.

Habiburokhman Protes MK Kebanyakan Batalin UU, Tapi DPR Tak Pernah Nanya Kenapa Rakyat Menggugat polemik

Habiburokhman Protes MK Kebanyakan Batalin UU, Tapi DPR Tak Pernah Nanya Kenapa Rakyat Menggugat

Rabu, 18 Juni 2025 | 12:36 WIB

UU yang disahkan DPR sering dibatalkan MK. Kritikan muncul, DPR diminta evaluasi proses pembuatan UU yang dinilai kurang akuntabel dan minim partisipasi publik.

Retret Kepala Sekolah Rakyat: Ancaman Disiplin yang Menyempitkan Akal? polemik

Retret Kepala Sekolah Rakyat: Ancaman Disiplin yang Menyempitkan Akal?

Rabu, 18 Juni 2025 | 07:23 WIB

Pola militeristik pasti menerapkan sistem komando dan pembungkaman. Mustahil akan ada ruang kritis di dalamnya, ujar Castro.