Dari Yovie Widianto hingga Wamen Rangkap Jabatan Komisaris: BUMN Bukan Milik Rezim!
Home > Detail

Dari Yovie Widianto hingga Wamen Rangkap Jabatan Komisaris: BUMN Bukan Milik Rezim!

Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Kamis, 19 Juni 2025 | 15:12 WIB

Suara.com - PENYANYI Yovie Widianto ditunjuk menjadi salah satu komisaris Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, PT Pupuk Indonesia (Persero). Keputusan itu diambil melalui Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS yang digelar pada Senin, 16 Juni 2025.

Kursi komisaris yang diberikan kepada Yovie menjadi jabatannya kedua setelah ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif.

Yovie tak sendiri diberi jabatan di PT Pupuk Indonesia, ada Wakil Menteri Pertanian Sudaryono yang ditunjuk sebagai komisaris utama. Lalu Wakil Menteri Ketanaga Kerjaan Immanuel Ebenezer Gerungang alias Noel juga dapat jatah komisaris.

Jabatan komisaris yang diberikan kepada ketiganya menambah daftar wakil menteri dan jajaran Kabinet Merah Putih yang rangkap jabatan. Sebelumnya tercatat terdapat 25 wakil menteri Prabowo yang rangkap jabatan komisaris dan menduduki posisi stategis di sejumlah perusahaan BUMN.

Sebut saja nama Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha Djumaryo yang ditunjuk sebagai komisaris PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI). Kemudian Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Ahmad Riza Patria sebagai komisaris Telkomsel. Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah menjadi komisaris di PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN.

Wagub Emil Dardak, Stafsus Kepresidenan Ekraf Yovie Widianto, dan Arumi Bachsin saat pembukaan Sharing Ekraf. [SuaraJatim/Dimas Angga]
Stafsus Kepresidenan Ekraf Yovie Widianto (tengah) rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN PT Pupuk Indonesia. [SuaraJatim/Dimas Angga]

Kemudian, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo menjadi komisaris utama di PT Telkom Indonesia. Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Silmy Karim yang juga komisaris PT Telkom Indonesia.

Konflik kepentingan

Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengkritisi rangkap jabatan jajaran kabinet Prabowo-Gibran. Kata dia, penunjukan komisaris atau direksi di badan usaha milik negara seharusnya menjunjung tinggi kapabilitas dan kapasitas individu.

"BUMN merupakan badan usaha milik rakyat, bukan milik rezim. Sudah seharusnya penunjukan direksi maupun komisaris harus melalui seleksi kualitas individu untuk menjaga kualitas BUMN-nya sendiri," kata Huda kepada Suara.com, Rabu, 18 Juni 2025.

Dia menegaskan penunjukan jabatan di BUMN harus mengedepankan kualitas dan latar belakang individu, akan berdampak terhadap pengelolaan badan usaha. Potensi yang timbul pengelolaan akan sangat tidak profesional dan jauh dari kata good corporate governance (GCG).

"Penunjukan individu menjadi komisaris harus dilihat latar belakangnya. Jangan sampai seorang musisi harus terjun mengawasi perusahaan yang bergerak di bidang pertanian," ujar Huda.

Dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara mengatur secara tegas menteri rangkap jabatan di badan usaha milik negara atau swasta. Memang dalam aturan itu tidak mengatur secara eksplisit soal wakil menteri dan setingkatnya. Namun, kata Huda, selevel menteri saja dilarang, apalagi dengan wakil menteri.

Rangkap jabatan wakil menteri berpotensi menimbulkan konflik kepentingan yang melibatkan regulator dan operator. Kementerian atau lembaga sebagai regulator harusnya berada di luar badan usaha negara yang menjadi operator demi menjaga independensi. Bisa dibayangkan, Sudaryono selaku wakil menteri pertanian adalah regulator tapi secara bersamaan ia juga komisaris utama PT Pupuk Indonesia yang perannya adalah operator.

"Tidak kah lucu nanti Kementerian Pertanian harus memanggil komisaris utama PT Pupuk Indonesia--yang notabene adalah wakil menteri pertanian. Bisa apa pejabat eselon satu sampai empat menghadapi hal itu?" tutur Huda.

Giring Ganesha ditemui di Kuningan, Jakarta Selatan pada Kamis (7/11/2024). [Suara.com/Rena Pangesti]
Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha Djumaryo rangkap jabatan sebagai komisaris PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI). [Suara.com/Rena Pangesti]

Rangkap jabatan, lanjut Huda, akan mengurangi integritas para pejabat publik dalam mengambil keputusan dan kebijakan. Pengambilan keputusan berpotensi tidak lagi didasari demi kepentingan publik, melainkan kepentingan perusahaan.

Di satu sisi, fenomena wakil menteri rangkap jabatan juga tidak menunjukkan sensitivitas terhadap masyarakat. Di tengah sulitnya lowongan kerja dan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK), para pejabat tinggi justru memamerkan bagi-bagi kue kekuasaan. Terlebih mereka yang ditunjuk seperti Yovie yang tidak memiliki pengalaman atau latar belakang dengan posisi komisaris yang diberikan kepadanya.

Secara umum, wakil menteri atau staf khusus Presiden yang mendapatkan jabatan komisaris di BUMN hampir didominasi bagian tim pemenangan Prabowo-Gibran, dan kader pada partai pendukung di Pemilu 2024 lalu. Sebut saja Giring yang merupakan polisti PSI, Fahri Hamzah politisi Partai Gelora, dan Immanuel Ebenezer yang merupakan kelompok relawan pendukung Prabowo-Gibran.

Sependapat dengan Huda, Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Bagus Pradana menilai ada potensi konflik kepentingan dalam penunjukan komisaris BUMN dari kalangan politisi. Dalam tulisannya yang dimuat di laman resmi TII pada Juni 2024 lalu, Bagus memperkenalkan istilah revolving door atau pintu putar untuk menggambarkan fenomena di mana individu berpindah dari satu posisi di politik menuju ke arena bisnis atau sebaliknya.

Menurutnya jika peralihan politisi memasuki badan usaha negara tidak diatur bakal menimbulkan konflik kepentingan. Dia menjelaskan, politisi yang diangkat jadi komisaris BUMN besar kemungkinan akan merasa berhutang budi kepada pihak yang memberikannya jabatan.

"Besar pula risiko mereka yang diangkat sebagai petinggi di BUMN ini cenderung mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompoknya ketimbang kepentingan perusahaan," tulis Bagus dikutip Suara.com.

Pada titik tersebut, dijelaskannya, praktik klientalisme politik yang sudah diangap lumrah sebagaian kalangan akan turut memperbesar peluang terjadinya tindak pidana korupsi di BUMN.

Bagus menegaskan, penunjukan komisiaris atau direksi BUMN seharusnya berdasarkan kebutuhan. Karenanya, kandidat yang maju adalah sosok-sosok yang memiliki kualifikasi sesuai kebutuhan.

"Apabila pengangkatan lebih didasarkan pada pertimbangan politik atau terindikasi adanya balas budi politik, besar kemungkinan bahwa orang yang diangkat tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk posisi tersebut. Kondisi ini juga dapat mengganggu kinerja BUMN," tuturnya.


Terkait

Bos Danantara Sindir Para Petinggi BUMN yang Punya Ajudan 15: Istri Saja Dikawal!
Kamis, 19 Juni 2025 | 14:01 WIB

Bos Danantara Sindir Para Petinggi BUMN yang Punya Ajudan 15: Istri Saja Dikawal!

Dony Oskaria menyindir pedas direksi BUMN yang masih gemar dikawal ajudan atau protokol berlebihan, bahkan hingga melayani istri mereka.

BUMN RI dan Malaysia Sepakat Jual Beli Gas dari Blok Ketapang
Kamis, 19 Juni 2025 | 12:21 WIB

BUMN RI dan Malaysia Sepakat Jual Beli Gas dari Blok Ketapang

Petrokimia Gresik anggota holding Pupuk Indonesia menandatangani Head of Agreement (HoA) dengan PC Ketapang II Ltd, anak perusahaan Petronas untuk jual beli gas.

Susunan Direksi dan Komisaris PT PLN (Persero) Terbaru Setelah RUPSLB
Kamis, 19 Juni 2025 | 11:19 WIB

Susunan Direksi dan Komisaris PT PLN (Persero) Terbaru Setelah RUPSLB

Di jajaran Dewan Komisaris, RUPSLB resmi memberhentikan Susiwijono Moegiarso dan mengangkat Bambang Eko Suhariyanto sebagai anggota baru.

Terbaru
Ditangkap Hidup, Pulang Mengenaskan: Dugaan Keterlibatan TNI di Balik Kematian Abral Wandikbo
polemik

Ditangkap Hidup, Pulang Mengenaskan: Dugaan Keterlibatan TNI di Balik Kematian Abral Wandikbo

Kamis, 19 Juni 2025 | 08:24 WIB

Tiga hari sebelum ditemukan tewas, Abral ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat TNI dan tak pernah kembali.

Fadli Zon Sangkal Pemerkosaan Massal: Mengaburkan Nama Besar di Balik Tragedi Mei 98? polemik

Fadli Zon Sangkal Pemerkosaan Massal: Mengaburkan Nama Besar di Balik Tragedi Mei 98?

Rabu, 18 Juni 2025 | 22:07 WIB

"Bahasa yang diungkapkan Fadli Zon itu bahasa feodalisme paternalistik sekali. Tidak ada sensitif hak asasi manusia," ujar Romo Sandyawan.

Dari Jawa Barat ke Jakarta: Efektifkah Barak Militer Redam Tawuran Pemuda? polemik

Dari Jawa Barat ke Jakarta: Efektifkah Barak Militer Redam Tawuran Pemuda?

Rabu, 18 Juni 2025 | 17:06 WIB

"Jadi lebih baik Pemerintah Provinsi Jakarta membuat program yang lebih spesifik dan inovatif, jelas Rakhmat.

Habiburokhman Protes MK Kebanyakan Batalin UU, Tapi DPR Tak Pernah Nanya Kenapa Rakyat Menggugat polemik

Habiburokhman Protes MK Kebanyakan Batalin UU, Tapi DPR Tak Pernah Nanya Kenapa Rakyat Menggugat

Rabu, 18 Juni 2025 | 12:36 WIB

UU yang disahkan DPR sering dibatalkan MK. Kritikan muncul, DPR diminta evaluasi proses pembuatan UU yang dinilai kurang akuntabel dan minim partisipasi publik.

Retret Kepala Sekolah Rakyat: Ancaman Disiplin yang Menyempitkan Akal? polemik

Retret Kepala Sekolah Rakyat: Ancaman Disiplin yang Menyempitkan Akal?

Rabu, 18 Juni 2025 | 07:23 WIB

Pola militeristik pasti menerapkan sistem komando dan pembungkaman. Mustahil akan ada ruang kritis di dalamnya, ujar Castro.

Mafia Sawit di Tesso Nilo: Antara Konservasi, Korupsi, dan Masa Depan Hutan polemik

Mafia Sawit di Tesso Nilo: Antara Konservasi, Korupsi, dan Masa Depan Hutan

Selasa, 17 Juni 2025 | 19:05 WIB

Semakin meluas kerusakan hutan di Taman Nasional Tesso Nilo dan timbulnya dampak sosial adalah bukti dari lemahnya pengawasan, serta pembiaran yang berlangsung bertahun-tahun.

BSU Gagal Cegah PHK: Jutaan Pekerja Rentan Jadi Korban? polemik

BSU Gagal Cegah PHK: Jutaan Pekerja Rentan Jadi Korban?

Selasa, 17 Juni 2025 | 15:19 WIB

Sebab kondisinya justru pekerja informal seperti ride hailing atau ojol itu sangat rentan, ungkap Jaya.