Ironi Kekerasan Seksual oleh Anak di Bekasi: Ketika Korban Berubah Jadi Pelaku
Home > Detail

Ironi Kekerasan Seksual oleh Anak di Bekasi: Ketika Korban Berubah Jadi Pelaku

Erick Tanjung | Muhammad Yasir

Selasa, 17 Juni 2025 | 07:58 WIB

Suara.com - Kasus kekerasan seksual yang dilakukan anak di bawah umur di Bekasi, Jawa Barat memantik keprihatinan publik. Terlebih pelaku diduga juga merupakan korban kekerasan seksual. Mengapa ini bisa terjadi?

SISWA kelas 2 Sekolah Dasar diduga melakukan kekerasan seksual terhadap sembilan anak di bawah umur. Pelaku sebut saja Y (bukan nama sebenarnya). Peristiwa memilukan itu memantik keprihatinan publik setelah salah satu orang tua korban menceritakan kejadian yang dialami anaknya di media sosial.

Lewat akun Instagram, orang tua korban bercerita anaknya telah tiga kali menjadi korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan Y. Ironisnya tindakan di luar nalar itu dilakukan oleh anak berusia 8 tahun kepada korban di area masjid.

Selaku orang tua korban, ia bercerita sempat melaporkan kasus ini ke Polres Metro Bekasi Kota. Namun alih-alih menerima dan menindaklanjuti laporan tersebut, pihak kepolisian justru menyarankan untuk melapor ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi dengan alasan terduga pelaku merupakan anak di bawah umur.

“Laporan kami ditolak karena pelaku usianya di bawah 12 tahun,” tulis orang tua korban lewat akun Instagram pribadinya pada 7 Juni 2025.

Setelah kasus ini ramai dan menjadi perhatian publik, polisi akhirnya menindaklanjuti laporan tersebut. Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Kusumo Wahyu Bintoro menyebut kasus ini ditangani langsung oleh Unit Pelayanan Anak dan Perempuan atau PPA Satreskrim Polres Metro Bekasi Kota.

“Sudah ditangani,” ujar Bintoro kepada wartawan, 10 Juni 2025.

Ilustrasi seorang ayah di Lampung Tengah merudapaksa anak kandungnya bertahun-tahun. [ANTARA]
Ilustrasi kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur. [Antara]

Diusir Warga

Tindakan yang dilakukan Y menyulut emosi warga. Mereka tidak terima dan berupaya mengusir anak berkonflik dengan hukum (ABH) itu dari lingkungan tempat tinggalnya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi, Novrian telah mengimbau warga untuk tidak main hakim sendiri. Sekaligus mengingatkan bahwa Y selaku anak di bawah umur sejatinya juga merupakan korban.

Terlebih, kata Novrian, hasil pemeriksaan KPAD Kota Bekasi terhadap Y, yang bersangkutan mengaku melakukan perbuatan tersebut karena pernah menjadi korban kekerasan seksual. Selain juga akibat terpapar konten pornografi.

“Masalah itu bukan untuk dihilangkan, tapi masalah itu harus ditangani,” kata Novrian kepada Suara.com, Kamis, 12 Juni 2025.

Sementara Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menilai kemarahan warga hingga berupaya mengusir Y menunjukkan masih minimnya pemahaman masyarakat terhadap proses hukum terhadap anak.

“Saya kira ini tugas pemerintah daerah untuk kemudian mengedukasi,” jelas Aris kepada Suara.com, Senin, 16 Juni 2025.

Pendapat serupa juga disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi. Arifah menilai minimnya pemahaman terhadap proses hukum bagi ABH sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atau SPPA, tidak hanya terjadi di level masyarakat. Tetapi juga terjadi di tengah aparat penegak hukum serta petugas layanan perlindungan anak di daerah.

“Kami mencermati adanya kesenjangan pemahaman di tingkat penerima aduan, baik di kepolisian maupun Dinas PPPA dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA),” ungkap Arifah dalam keterangannya dikutip Suara.com.

Pemahaman yang belum merata tersebut, kata Arifah, acap kali menimbulkan miskomunikasi, mispersepsi, dan penanganan yang belum berpihak pada kepentingan terbaik anak; baik korban, pelaku, maupun saksi yang mempunyai hak untuk mendapatkan penanganan dan perlindungan.

“Ini bukan semata kelalaian, tetapi lebih pada kebutuhan akan pelatihan dan pembekalan yang hingga kini memang belum terselenggara merata,” imbuhnya.

Menteri PPPA Arifah Fauzi. (Suara.com/Lilis)
Menteri PPPA Arifah Fauzi. (Suara.com/Lilis)

Menurut Arifah, Kementerian PPPA bersama Kementerian Hukum kekinian tengah berkoordinasi secara intensif untuk menyusun dan merampungkan pedoman penyelenggaraan pelatihan pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual. Di samping itu bersama Bareskrim Polri, Kementerian PPPA rencananya juga akan melakukan asistensi dalam penanganan kasus-kasus serupa sebagai bentuk komitmen terhadap perlindungan anak yang holistik.

“Semua anak berhak atas perlindungan dan semua proses hukum harus berkeadilan. Kepentingan terbaik bagi anak, terutama anak korban harus menjadi prioritas utama dalam setiap langkah kebijakan dan penanganan kasus,” katanya.

Mengapa korban bisa menjadi pelaku?

Komisioner KPAI Aris Adi Leksono mengungkap beberapa faktor di balik fenomena tersebut. Seperti yang terjadi pada Y.

Salah satu faktor utamanya, kata Aris, acap kali disebabkan oleh proses pemulihan atau rehabilitasi yang tidak tuntas. Padahal pemulihan secara tuntas bagi anak korban kekerasan seksual, penting sebagai upaya memutus mata rantai kekerasan seksual.

“KPAI secara umum menyimpulkan memang seringkali kasus yang terjadi di anak itu akibat dari pemulihan yang tidak maksimal,” ungkap Aris kepada Suara.com.

Berdasar data, sepanjang Januari hingga Desember 2024, KPAI menerima sekitar 1.604 aduan. Rinciannya; 1.378 terkait pemenuhan hak anak dan 679 berkaitan dengan perlindungan khusus anak.

Aris menyebut dari 679 aduan dalam klaster perlindungan khusus anak, mayoritas di antaranya terkait kasus kekerasan seksual. Di mana angkanya itu mencapai 265 kasus.

Walau begitu, menurut Aris tak menutup kemungkinan banyak kasus kekerasan seksual yang dialami anak tidak dilaporkan. Apalagi banyak masyarakat yang masih menganggap itu sebagai aib.

“Kondisi ini yang juga menyulitkan untuk memutus mata rantai kekerasan seksual,” bebernya.

Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Adelia Sidik sebelumnya juga mendesak Pemerintah Kota Bekasi segera menyediakan tempat rehabilitasi khusus bagi korban dan pelaku anak yang berhadapan dengan hukum. Sebab kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur menurutnya sering kali hanya sebatas ditangani oleh DP3A Kota Bekasi.

Menurut Adelia, Pemerintah Kota Bekasi sebenarnya dapat memaafkan gedung-gedung pemerintahan yang belum memiliki fungsi untuk dijadikan tempat rehabilitasi. Selain menyediakan tempat, ia juga meminta Pemerintah Kota Bekasi menyediakan psikolog yang dapat memberikan pendampingan secara maksimal baik kepada pelaku anak atau korban hingga pulih.

“Kita butuh tempat rehabilitasi yang dibutuhkan anak-anak yang menjadi korban atau pelaku supaya memutus mata rantai ini,” jelas Adelia.


Terkait

2 Ide Desain Rumah Sederhana 3 Kamar, Plus Ongkos Tukang di Bekasi dan Estimasi Biaya
Kamis, 12 Juni 2025 | 14:17 WIB

2 Ide Desain Rumah Sederhana 3 Kamar, Plus Ongkos Tukang di Bekasi dan Estimasi Biaya

Beberapa desain rumah sederhana ini cocok untuk warga Bekasi yang ingin membangun hunian dengan budget pas-pasan.

Wisata Kampoeng Kita, Hadirkan Suasana Asri khas Pedesaan di Bekasi
Rabu, 11 Juni 2025 | 12:06 WIB

Wisata Kampoeng Kita, Hadirkan Suasana Asri khas Pedesaan di Bekasi

Wisata Kampoeng Kita merupakan salah satu destinasi wisata bernuansa pedesaan di Bekasi yang cocok dijadikan lokasi untuk liburan keluarga.

Jadwal Pra-pendaftaran SPMB SD dan SMP Kota Bekasi 2025, Cek Verifikasi Dokumen Terbaru
Kamis, 05 Juni 2025 | 11:41 WIB

Jadwal Pra-pendaftaran SPMB SD dan SMP Kota Bekasi 2025, Cek Verifikasi Dokumen Terbaru

Dengan mengikuti panduan dan tips-tips penting dari artikel ini, Anda diharapkan dapat melalui tahap pra pendaftaran SPMB Kota Bekasi 2025 dengan lancar dan sukses

Terbaru
Isu Fatherless Makin Marak, Film Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah Tayang di saat yang Tepat!
nonfiksi

Isu Fatherless Makin Marak, Film Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah Tayang di saat yang Tepat!

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah berhasil meraih 420 ribu penonton meski berhadapan dengan film The Conjuring.

Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan nonfiksi

Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan

Selasa, 09 September 2025 | 20:27 WIB

Catatan tiga hari Pestapora 2025, pesta musik lintas generasi.

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring nonfiksi

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring

Sabtu, 06 September 2025 | 08:00 WIB

Plot yang lemah, jumpscare yang klise, serta kurangnya ide segar membuat film terasa datar.

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat nonfiksi

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat

Sabtu, 30 Agustus 2025 | 08:00 WIB

Film ini justru hadir dengan nuansa kelam, penuh darah, dan sarat pertarungan.

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob polemik

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob

Jum'at, 29 Agustus 2025 | 13:04 WIB

Affa Kurniawan, driver ojol yang baru berusia 21 tahun tewas dilindas rantis Brimob Polda Jaya yang menghalau demonstran, Kamis (28/8) malam. Semua bermula dari arogansi DPR.

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita nonfiksi

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Film Tinggal Meninggal lebih banyak mengajak penonton merenungi hidup ketimbang tertawa?

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror polemik

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror

Minggu, 17 Agustus 2025 | 15:38 WIB

Di usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia, jurnalis masih menghadapi intimidasi, teror, hingga kekerasan.