TNI-Polri di Sekolah Rakyat: Upaya Bangun Disiplin atau Intervensi Berlebihan?
Home > Detail

TNI-Polri di Sekolah Rakyat: Upaya Bangun Disiplin atau Intervensi Berlebihan?

Chandra Iswinarno | Muhammad Yasir

Kamis, 12 Juni 2025 | 19:04 WIB

Suara.com - Pemerintah akan melibatkan TNI dan Polri dalam program Sekolah Rakyat. Wacana itu mendapat sorotan tajam dari kalangan pemerhati dan pengamat pendidikan. Selain dinilai sebagai bentuk intervensi berlebihan, keterlibatan TNI dan Polri dikhawatirkan menimbulkan risiko bagi tumbuh kembang anak. 

SEKOLAH Rakyat akan mulai beroperasi Juli 2025. Sebelum memulai tahun ajaran baru, siswa akan terlebih dahulu mengikuti program matrikulasi di asrama berupa pelatihan fisik hingga pembinaan karakter. 

Program matrikulasi itu diklaim bertujuan; meningkatkan kedisiplinan, kepercayaan diri, mentalitas, serta kohesi sosial.

Sehingga siswa diharapkan dapat lebih siap menerima pelajaran saat tahun ajaran baru dimulai pada pertengahan Juli 2025 mendatang. 

Namun keterlibatan TNI dan Polri dalam Sekolah Rakyat justru menimbulkan kekhawatiran di tengah kalangan pengamat atau pemerhati pendidikan. Sebab selain dinilai tidak tepat sasaran, juga berbahaya secara prinsipil.

Pengamat pendidikan Bukik Setiawan menyebut TNI-Polri tidak memiliki latar belakang pedagogis.

Kondisi itu yang dikhawatirkannya akan menimbulkan risiko serius bagi tumbuh kembang anak.

"Mengundang aparat keamanan masuk ke ruang pendidikan tanpa pelatihan pedagogis yang memadai adalah keputusan yang rawan mencederai tumbuh kembang anak,” jelas Bukik kepada Suara.com, Kamis 12 Juni 2025.

Bukik juga menolak anggapan bahwa disiplin bisa dibentuk lewat pendekatan militeristik. Sebab menurutnya disiplin yang mendidik itu, seharusnya atas dasar kesadaran, bukan pada rasa takut. 

"Disiplin dalam pendidikan bukan sekadar soal baris-berbaris atau pakaian yang rapi, tapi tentang kesadaran diri: anak tahu kenapa ia melakukan sesuatu, bukan karena takut dihukum atau diperintah," ujarnya. 

Selain itu, kata Bukik, salah satu kekhawatiran terbesar di balik keterlibatan TNI dan Polri dalam Sekolah Rakyat adalah dampak psikologis terhadap anak, terutama di usia dini dan remaja.

Sebab, anak-anak yang tumbuh di bawah pendekatan perintah dan hukuman, itu cenderung kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis dan menyuarakan pendapatnya.

Keterlibatan TNI dan Polri itu, lanjut Bukik, mungkin bisa membuat siswa atau anak patuh. Tapi belum tentu membuat mereka mengerti.

Bahkan, bisa jadi membuat siswa kehilangan suara dan keberaniannya untuk berpikir kritis.

“Padahal di usia dini dan remaja, yang justru dibutuhkan adalah ruang aman untuk bertanya, berbuat salah, belajar dari pengalaman, bukan tekanan untuk selalu “benar” versi orang dewasa,” katanya. 

Intervensi Berlebihan

Kekhawatiran serupa disampaikan Direktur Pusat Kajian Kurikulum Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang (UNNES) Edi Subkhan. 

Edi menilai keterlibatan TNI dan Polri dalam Sekolah Rakyat itu tidak bisa dilihat sekadar upaya menanamkan disiplin. Tapi ia melihat ini justru bentuk intervensi berlebihan dalam dunia pendidikan. 

“Menurut saya ini sudah di luar kewenangan dan tanggung jawab TNI dan Polri,” ujar Edi kepada Suara.com

Senada dengan Bukik, Edi mengatakan bahwa pendidikan sejatinya menjadi ruang aman untuk tumbuh, bukan arena komando.

Apabila TNI dan Polri mengambil alih peran-peran utama dalam pendidikan tanpa kompetensi pedagogis, ia khawatir sistem pendidikan yang telah dibangun selama ini bisa runtuh pelan-pelan, akibat kebijakan yang melenceng dari akarnya.

"Kita punya sistem pendidikan nasional, dan yang jelas di dalamnya tidak ada elemen militer masuk sekolah," ujarnya. 

Edi mengingatkan bahwa pelibatan TNI dan Polri di ranah sipil yang di luar kapasitas dan kompetensi bukan kali ini saja.

ilustrasi sekolah rakyat. (Ist)
Ilustrasi Sekolah Rakyat. Keberadaan TNI-Polri dalam Sekolah Rakyat menimbulkan polemik baru pada program tersebut. (Ist)

Tetapi juga terjadi di beberapa program pemerintah lain, seperti; pembukaan lahan sawit, food estate, hingga makan bergizi gratis atau MBG, yang terbukti menimbulkan masalah. 

"Intervensi militer masuk ke hampir semua lini kehidupan ini sangat mengkhawatirkan. Intervensi ke dunia pendidikan juga dikhawatirkan akan menyisakan masalah yang sama,” ungkapnya. 

Alih-alih mengambil alih peran pendidikan yang bukan domain mereka, Edi menyarankan TNI dan Polri sebaiknya fokus meningkatkan profesionalitas internal.

Sebab, bila tujuan pelibatan TNI dan Polri itu hanya untuk meningkatkan kedisiplinan dan ketahanan fisik siswa, hal itu cukup dan bisa diatasi oleh guru. 

"Jadi sebaiknya TNI dan Polri fokus saja meningkatkan profesionalitas kerja mereka yang selama ini banyak dikritik, bahkan kalah baik imejnya dibanding Damkar," ujar Edi.

Bantah Militeristik 

Sementara Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat Prof M Nuh mengklaim keterlibatan TNI dan Polri bukan bentuk militerisme. 

“Bukan untuk membentuk militer, tetapi untuk melatih kedisiplinan,” kata Nuh di Kantor Kementerian Sosial, Jakarta, Rabu, 12 Juni 2025.

Nuh menjelaskan bahwa pelibatan TNI dan Polri dalam Sekolah Rakyat karena mereka dinilai sebagai pihak yang paling tepat untuk memberikan materi terkait kedisiplinan.

Seperti melalui pelatihan baris-berbaris hingga ketahanan fisik. 

“TNI dan Polri mereka sudah teruji. Ini semua untuk membentuk kedisiplinan dan kesiapan fisik siswa. Kalau mereka minta anak-anak lari, mungkin jaraknya setengah kilometer saja sudah cukup,” katanya.

Nuh juga menegaskan bahwa sistem pendidikan Sekolah Rakyat tetap akan mengacu pada kebijakan dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah atau Kemendikdasmen.

Namun, karena Sekolah Rakyat menerapkan sistem boarding school atau asrama, maka akan ada tambahan materi pembelajaran yang berkaitan dengan cinta tanah air dan penguatan nilai-nilai sosial.

“Semua program ini sedang kami siapkan dan Alhamdulillah progresnya berjalan dengan baik,” katanya.


Terkait

TNI/Polri Dilibatkan dalam Pendidikan di Sekolah Rakyat, M Nuh: Yang Kita Ambil Kedisiplinan
Rabu, 11 Juni 2025 | 17:41 WIB

TNI/Polri Dilibatkan dalam Pendidikan di Sekolah Rakyat, M Nuh: Yang Kita Ambil Kedisiplinan

Sekolah Rakyat akan melibatkan TNI/Polri Ketua tim formatur Sekolah Rakyat Prof M Nuh mengatakan melatih kedisiplinan siswa, tanpa militerisme.

Akan Launching Juli 2025, Wamensos Agus Jabo Sebut Bangunan Sekolah Rakyat Tahap 1 Belum Permanen
Rabu, 11 Juni 2025 | 10:52 WIB

Akan Launching Juli 2025, Wamensos Agus Jabo Sebut Bangunan Sekolah Rakyat Tahap 1 Belum Permanen

Perintah dari Presiden Prabowo Subianto bahwa harus ada 100 titik lokasi Sekolah Rakyat yang akan dibuka pada tahap 1 pada Juli 2025

Terbaru
Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan
nonfiksi

Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan

Selasa, 09 September 2025 | 20:27 WIB

Catatan tiga hari Pestapora 2025, pesta musik lintas generasi.

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring nonfiksi

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring

Sabtu, 06 September 2025 | 08:00 WIB

Plot yang lemah, jumpscare yang klise, serta kurangnya ide segar membuat film terasa datar.

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat nonfiksi

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat

Sabtu, 30 Agustus 2025 | 08:00 WIB

Film ini justru hadir dengan nuansa kelam, penuh darah, dan sarat pertarungan.

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob polemik

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob

Jum'at, 29 Agustus 2025 | 13:04 WIB

Affa Kurniawan, driver ojol yang baru berusia 21 tahun tewas dilindas rantis Brimob Polda Jaya yang menghalau demonstran, Kamis (28/8) malam. Semua bermula dari arogansi DPR.

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita nonfiksi

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Film Tinggal Meninggal lebih banyak mengajak penonton merenungi hidup ketimbang tertawa?

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror polemik

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror

Minggu, 17 Agustus 2025 | 15:38 WIB

Di usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia, jurnalis masih menghadapi intimidasi, teror, hingga kekerasan.

Review Jujur Merah Putih One for All: Film yang Seharusnya Tidak Dibuat polemik

Review Jujur Merah Putih One for All: Film yang Seharusnya Tidak Dibuat

Sabtu, 16 Agustus 2025 | 11:46 WIB

Efek suaranya minim, mixing audionya berantakan, dan dubbing-nya seperti orang membaca teks sambil menunggu pesanan makanan datang.