Suara.com - Karut-marut penyelenggaraan haji tahun 2025 menuai sorotan tajam. Perlu evaluasi secara maksimal demi perbaikan pelayanan di musim haji mendatang.Tim Pengawas Haji DPR RI bahkan mengusulkan agar dibentuk panitia khusus atau Pansus Haji.
WACANA pembentukan Pansus Haji salah satunya diusulkan anggota Timwas Haji DPR RI Muslim Ayub.
Usulan itu digelindingkannya setelah menemukan secara langsung banyaknya keluhan dari jemaah Haji Indonesia.
“Kalau kita runut dari perjalanan Mekah ke Arafah, Arafah ke Muzdalifah, Muzdalifah ke Mina, banyak kekecewaan dari jemaah yang kami dapatkan,” kata Muslim di Mekkah, Selasa, 10 Juni 2025.
Muslim membeberkan beberapa persoalan yang banyak dikeluhkan jemaah. Seperti layanan katering, tenda, transportasi, hingga buruknya perencanaan sistem multisyarikah.
Sebagai pengawas, ia menilai DPR memiliki tanggung jawab untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap penyelenggaraan haji tahun ini.
“Kami akan mengusulkan pembentukan Pansus Haji di DPR RI,” ujar anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi NasDem tersebut.
Persoalan serupa juga ditemukan Anggota Timwas Haji Abdul Fikri Faqih. Ia menyoroti soal keterlambatan transportasi yang terjadi di puncak pelaksanaan haji hingga membuat jemaah stres dan kelelahan.
Fikri menyebut para jemaah sejak Rabu, 4 Juni 2025 pagi waktu Arab Saudi yang ketika itu telah siap berangkat ke Arafah untuk melaksanakan wukuf. Namun hingga Kamis, 5 Juni 2025 pagi, tranportasi tak kunjung datang.
"Padahal Kamis pagi jemaah mestinya sudah di Arafah," ungkap Fikri.
Keterlambatan transportasi itu, menurut Fikri juga terjadi ketika jemaah hendak berangkat dari Muzdalifah ke Mina untuk melaksanakan jumrah.
Akibat keterlambatan yang berlarut, para jemaah akhirnya memutuskan untuk berjalan kaki sejauh 7 kilometer.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS tersebut menilai banyak kesepakatan yang dibuat antara pemerintah dengan syarikah di Arab Saudi tidak dipenuhi dengan baik. Salah satunya berkaitan dengan layanan transportasi.
“Kami Timwas Haji DPR berkomitmen akan menindaklanjuti temuan ini agar kualitas pelayanan haji di tahun-tahun mendatang dapat diperbaiki secara signifikan,” ungkapnya.
Catatan dari Timwas Haji tersebut merupakan gambaran secara umum persoalan yang dialami jemaah.
Dari pantauan Suara.com melalui aplikasi Kawal Haji, keriuhan problematika haji tahun 2025 sudah nampak sedari awal jemaah haji tiba di Tanah Suci.
Persoalan terpisahnya pendamping haji lansia hingga kloter pun diakui Ketua Panitia Penyelenggara ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Muchlis M Hanafi.
“Memang ada pasangan suami istri yang terpisah, orang tua yang terpisah dengan anaknya, serta ada juga beberapa jemaah disabilitas yang terpisah dengan pendampingnya," ungkap Muchlis di Madinah, Kamis 15 Mei 2025 kala itu.
Meski begitu, ia menjamin bahwa hal tersebut akan dimitigasi agar dampaknya bisa diminimalisasi agar jemaah tetap nyaman dalam beribadah
Pun kemudian persoalan tersebut masih terus berlangsung dengan sederet catatan-catatan. Pascapuncak haji, sejumlah jemaah haji melaporkan keterlambatan mendapatkan konsumsi melalui aplikasi Kawal Haji.
Sementara dari sejumlah sumber disebutkan konsumsi untuk ribuan jemaah haji mengalami keterlambatan usai puncak haji.
Perlukah Dibentuk Pansus Haji?
Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj menilai bahwa DPR tidak perlu sampai membentuk Pansus Haji.
Sekalipun, diakuinya dalam pelaksanaan penyelenggaraan haji tahun ini banyak ragam persoalan akibat sistem baru yang diberlakukan, multisyarikah.
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar sendiri mengklaim bahwa skema penyediaan layanan haji yang melibatkan delapan Syarikah dilakukan untuk mencegah praktik monopoli.
Bahkan, menurutnya menjadi pondasi awal dalam menyesuaikan dengan transformasi penyelenggaraan ibadah haji yang sedang berlangsung di Saudi.
Terlepas dari alasan tersebut, Siradj berpandangan bahwa langkah yang lebih mendesak saat ini, yakni bagaimana memberikan kompensasi kepada para jemaah yang mengalami kerugian akibat buruknya pelayanan.
"Yang terpenting justru saat ini adalah bagaimana jemaah haji yang sudah membayar begitu mahal—bahkan ada yang menjual rumah, sawah, properti, menguras tabungan—mereka diberikan kompensasi dan ganti rugi atas pelayanan syarikah yang sangat mengecewakan," kata Siradj kepada Suara.com, Rabu 11 Juni 2025.
Siradj juga sependapat dengan anggota Timwas Haji DPR RI Abdul Fikri Faqih. Memang beragam persoalan krusial yang terjadi di lapangan.
Seperti pemisahan rombongan jemaah yang tidak sesuai kloter, lansia yang terpisah dari pendamping, hingga pelayanan transportasi, tenda, dan katering yang jauh dari standar kontrak.
Padahal, kata Siradj, dengan biaya haji tahun ini yang mencapai Rp18,6 triliun, seharusnya dapat menjamin pelayanan maksimal kepada para jemaah.
Karena itu, ia mempertanyakan langkah konkret Kementerian Agama (Kemenag) dalam menyikapi wanprestasi para syarikah yang telah terikat kontrak namun gagal memenuhi kewajiban.
“Selama ini Kemenag hanya melempar persoalan ke syarikah, tapi kita tidak tahu langkah konkret apa yang telah dilakukan. Apakah ada gugatan hukum? Atau hanya sekadar komplain informal lewat media?” tuturnya.
Ketimbang membentuk pansus, yang menurutnya sarat muatan politis, Mustolih menyarankan agar DPR lebih baik mendesak pemerintah melakukan gugatan resmi kepada syarikah yang terbukti wanprestasi. Pun memastikan jemaah menerima kompensasi dan ganti rugi.
“Saya kira itu lebih menarik dan lebih mendesak daripada pansus yang sangat politis,” ujarnya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus juga tak sepakat dengan usulan DPR membentuk Pansus Haji. Apalagi tahun 2024 lalu DPR juga telah membentuk Pansus Haji.
“Apakah rekomendasi dari Pansus Haji 2024 lalu sudah dijalankan? Kalau belum, ya artinya pembentukan Pansus jadi percuma saja,” ujar Lucius kepada Suara.com.
Lucius menilai Pansus Haji jangan sampai justru terkesan jadi semacam cara DPR untuk tidak terlihat sebagai pihak yang bertanggung jawab atas banyak persoalan yang muncul selama pelaksanaan haji.
“Saya kira DPR harus dimintai pertanggungjawaban oleh publik selaku pihak yang harusnya menyiapkan regulasi penyelenggaraan haji. Tugas DPR menyiapkan regulasi nampak gagal ketika persoalan haji tak pernah terlihat tuntas,” jelas Lucius.
Belakangan, Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyebut peluang dibentuknya Pansus Haji sangat terbuka. Namun, hal itu menurutnya perlu terlebih dahulu dikaji.
Ketua Timwas Haji DPR itu mengatakan, keputusan pembentukan Pansus Haji akan ditentukan setelah Timwas Haji DPR menyelesaikan pengawasan.
Setidaknya ada tiga aspek pengawasan yang dilakukan tim pengawas haji. Ketiganya meliputi pelayanan, manajemen, dan kepatuhan regulasi Kementerian Agama selaku penyelenggara haji.
“Kami akan lihat nanti, apakah cukup lewat Panja atau ada pelanggaran yang perlu ditindaklanjuti lewat Pansus,” katanya.
Anggota DPR dari Fraksi PKB menilai permasalahan haji 2025 terletak pada kusutnya diplomasi pemerintah dengan Arab Saudi.
"Kalau kita runut dari perjalanan Mekah ke Arafah, Arafah ke Muzdalifah, Muzdalifah ke Mina, banyak kekecewaan dari jemaah yang kami dapatkan,"
"Jika sejak awal tidak ada standarisasi layanan yang kuat dan pengawasan lapangan yang ketat, maka akan terus terjadi kekacauan seperti sekarang."
Jika rumah dibuat terlalu kecil, tidak hanya ruang hidup yang terbatas, tapi juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, sosial, dan psikologis penghuninya, ujar Irine.
Menteri Hukum Yusril Sedang Kritik Diri Sendiri Soal Kepastian Hukum dan Pertumbuhan Ekonomi
Sekolah Rakyat libatkan TNI-Polri, tuai kritik pemerhati pendidikan. Dinilai intervensi berlebihan dan risiko bagi tumbuh kembang anak. Klaimnya, latih disiplin.
Aipda Paulus Lecehkan Korban Pemerkosaan: Keberulangan Kekerasan Seksual oleh Polisi Tak Bisa Lagi Dipandang sebagai Anomali!
Setelah tidak lagi di PDIP, Jokowi belum pilih partai. Lebih condong ke PSI karena potensi jadi ketua umum dan PSI "rumah Jokowi".
Harga beras naik di banyak daerah meski stok diklaim cukup. BPS mencatat kenaikan harga di banyak wilayah. Diduga Bulog kurang menyalurkan stok. Mentan curiga ada mafia.
Aktivitas tambang di Raja Ampat diprotes karena berdampak buruk pada lingkungan. Pemerintah dituding korupsi fakta, tapi publik tak percaya. Izin 4 perusahaan dicabut.