Suara.com - Setelah dipecat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), mantan Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi hingga saat ini belum menentukan pilihan untuk bergabung dengan partai manapun.
Namun demikian, beberapa waktu lalu, Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa ia lebih memilih bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dibanding Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat merespons namanya yang masuk dalam bursa calon ketua umum PPP.
Jokowi merasa tidak pantas bergabung dengan PPP, sebab menurutnya masih banyak calon lain yang lebih baik darinya.
Alih-alih memilih PPP, Jokowi menyatakan lebih condong ke PSI.
"Saya di PSI aja lah," kata Jokowi di rumahnya, Solo, Jawa Tengah, pada Selasa, 6 Juni lalu.
PSI diketahui akan menggelar kongres pertama di Solo pada Juli 2025. Nama Jokowi juga masuk dalam bursa calon ketua umum, menggantikan putranya, Kaesang Pangarep.
Meski demikian, Jokowi mengaku bahwa dirinya belum dicalonkan sebagai ketua umum PSI.
"Nggak tahu. Di PSI dicalonkan juga belum," ujarnya.
Sebelum isu PSI dan PPP mencuat, Partai Golkar juga sempat digadang-gadang menjadi tempat Jokowi berlabuh usai tak lagi menjabat sebagai presiden.
Isu itu mencuat saat Bahlil Lahadalia disebut-sebut akan mengambil alih kursi ketua umum Golkar, menggantikan Airlangga Hartarto. Jokowi saat itu dikabarkan akan mendapatkan posisi sebagai ketua dewan pembina.
Belum bergabungnya Jokowi dengan partai politik manapun menimbulkan pertanyaan: mengapa mantan kader PDIP tersebut tak kunjung menjatuhkan pilihan?
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas, Asrinaldi, berpandangan bahwa Jokowi belum menetapkan pilihan karena memiliki sejumlah pertimbangan. Di antaranya, jabatan apa yang akan didapat dan peluang partai tersebut untuk masuk ke Senayan.
Menurutnya, Jokowi menginginkan posisi strategis seperti ketua umum atau ketua dewan pakar.
Sementara di sisi lain, partai yang dipilih juga harus memiliki peluang lolos ke DPR, agar Jokowi memiliki perpanjangan tangan di pemerintahan untuk menggunakan pengaruhnya.
Alasan mengapa Jokowi lebih condong ke PSI, menurut Asrinaldi, adalah karena partai tersebut dapat memenuhi dua kebutuhan itu. Di PSI, Jokowi memiliki peluang besar menjadi ketua umum.
Peluang itu juga terbuka lebar, sebagaimana disampaikan Wakil Ketua Umum DPP PSI, Andy Budiman.
"Seluruh kader dan pengurus PSI siap menyambut Pak Jokowi jika bergabung dengan PSI. Bagaimanapun, PSI adalah rumah Pak Jokowi," kata Budiman, Selasa, 10 Juni lalu.
Belum lagi, PSI pernah menyatakan bahwa mereka menganut paham Jokowisme. Selain itu, putranya, Kaesang, sudah lebih dahulu bergabung dan kini menjabat sebagai ketua umum.
Dengan bergabungnya Jokowi, PSI juga berpotensi meningkatkan elektabilitas dan peluang untuk masuk ke DPR RI.
Sementara itu, secara ideologis PPP memiliki pandangan yang berbeda dengan Jokowi. Jokowi dikenal sebagai tokoh nasionalis, sedangkan partai berlambang Kabah itu dikenal sebagai partai Islam.
Asrinaldi menambahkan bahwa PPP pun punya banyak pertimbangan untuk menerima Jokowi. Terlebih, belakangan ini Jokowi banyak menuai kontroversi, seperti isu dinasti politik hingga polemik keaslian ijazahnya.
"Apalagi Jokowi juga orang luar bagi PPP. Sementara kalau PSI, saya pikir karakter atau setidaknya atmosfernya sudah memiliki bayang-bayang Jokowi," ujar Asrinaldi saat dihubungi Suara.com, Rabu, 11 Juni 2025.
Di sisi lain, ketidakterburu-buruan Jokowi bergabung dengan partai tertentu membuatnya tetap fleksibel dalam menggunakan pengaruhnya.
Sebab, jika sudah resmi bergabung dengan satu partai, ruang geraknya akan terbatas. Ia tidak akan sebebas sekarang dalam menjalin relasi dan memberikan pengaruh lintas partai.
"Kalau dia juga mau memilih partai lain, tentu harus mempertimbangkan sikap dan penerimaan elite partai yang dituju. Makanya sekarang Jokowi sedang menghitung dan mengkalkulasi semua itu, termasuk informasi dari internal partai seperti PPP," jelas Asrinaldi.
Waktu yang Tepat Gabung Partai
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai saat ini adalah momentum yang tepat bagi Jokowi untuk bergabung dengan partai politik.
Apalagi, menurutnya, hubungan Jokowi dengan Presiden Prabowo terlihat semakin menjauh.
"Sehingga Jokowi tidak bisa hanya andalkan relasi personal, ia perlu bargaining power," kata Dedi saat dihubungi Suara.com, Rabu, 11 Juni 2025.
Dedi menyebut kepentingan Jokowi dalam memiliki partai politik adalah untuk menopang kekuatan politik keluarganya. Menurutnya, PSI menjadi pilihan yang tepat.
"Faktanya, sejauh ini Jokowi sudah seperti pemilik (PSI) melalui Kaesang," ujarnya.
Asrinaldi juga sependapat. Menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat bagi Jokowi untuk meleburkan diri ke dalam partai politik.
Jika memang menjatuhkan pilihan ke PSI, maka Jokowi seharusnya sudah mulai bekerja mempersiapkan partai itu untuk Pemilu 2029.
"Partai seperti PSI membutuhkan energi dari Jokowi. Jadi, ya harusnya dimulai dari sekarang karena mempersiapkan kontestasi pemilu itu tidak mudah," ujar Asrinaldi.
Selain tidak mudah, persiapan juga membutuhkan waktu yang cukup untuk membangun infrastruktur partai dan kedekatan emosional dengan konstituen.
Meski begitu, menurutnya, konstituen Jokowi masih ada. Namun, dua tahun menuju Pemilu 2029 adalah waktu yang singkat bagi Jokowi untuk membesarkan PSI.
Dengan memulainya dari sekarang, Jokowi memiliki waktu yang cukup panjang untuk melakukan pemetaan: apakah dengan kehadirannya elektabilitas PSI akan meningkat, atau justru sebaliknya.
"Menjelang pemilu itu sudah bisa diambil kesimpulan. Dan itu juga menjadi langkah selanjutnya bagi Jokowi dan PSI untuk menentukan strategi di Pemilu 2029," katanya.
Dedy membuat geger jagat media sosial setelah menyebut Jokowi memenuhi syarat untuk menjadi nabi.
"Jadi sekali lagi saya kenal asal-usul atau intensi dari partai itu, tapi kemudian partai itu berubah menjadi partai oligarki..."
Dedy Nur memulai pernyataannya dengan mengelu-elukan Jokowi sebagai mantan presiden yang paling dekat dengan rakyat.
Sekolah Rakyat libatkan TNI-Polri, tuai kritik pemerhati pendidikan. Dinilai intervensi berlebihan dan risiko bagi tumbuh kembang anak. Klaimnya, latih disiplin.
Aipda Paulus Lecehkan Korban Pemerkosaan: Keberulangan Kekerasan Seksual oleh Polisi Tak Bisa Lagi Dipandang sebagai Anomali!
Penyelenggaraan haji 2025 dikritik, Timwas Haji DPR usul Pansus Haji karena banyak keluhan jemaah soal layanan. Komnas Haji dan pengamat ragu, prioritaskan kompensasi jemaah.
Harga beras naik di banyak daerah meski stok diklaim cukup. BPS mencatat kenaikan harga di banyak wilayah. Diduga Bulog kurang menyalurkan stok. Mentan curiga ada mafia.
Aktivitas tambang di Raja Ampat diprotes karena berdampak buruk pada lingkungan. Pemerintah dituding korupsi fakta, tapi publik tak percaya. Izin 4 perusahaan dicabut.
Jabar hapus PR mulai 2025/2026. Gubernur Dedi Mulyadi menilai PR konvensional tak efektif. Pengamat khawatir hilangnya ruang belajar jika tak ada perbaikan sistem.
TNI AD rekrut 24 ribu tamtama 2025 untuk Batalyon Teritorial Pembangunan, urus ketahanan pangan hingga infrastruktur. Rencana ini dikritik karena dianggap keluar dari tugas pokok TNI.