Luka Tambang di Raja Ampat; Undang-undang Diabaikan, Alam dan Masyarakat Kian Terancam
Home > Detail

Luka Tambang di Raja Ampat; Undang-undang Diabaikan, Alam dan Masyarakat Kian Terancam

Chandra Iswinarno | Muhammad Yasir

Selasa, 10 Juni 2025 | 08:05 WIB

Suara.com - Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya mendapat kecaman keras dari masyarakat hingga aktivis lingkungan. Tegar #SaveRajaAmpat memenuhi setiap lini masa media sosial. Mereka mendesak izin usaha pertambangan di wilayah tersebut dicabut dan menuntut proses hukum serta pemulihan ekologis.

AKTIVITAS tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya memantik perhatian publik setelah aktivis Greenpeace Indonesia bersama empat anak muda Papua dari Raja Ampat menggelar aksi damai di tengah acara Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta, pada Selasa, 3 Juni 2025.

Mereka membentangkan spanduk bertuliskan 'Nickel Mines Destroy Lives' hingga 'Save Raja Ampat from Nickel Mining' sebagai bentuk kritik atas dampak buruk pertambangan serta hilirisasi nikel yang telah menimbulkan nestapa bagi lingkungan hidup dan masyarakat sekitar. 

Tak hanya di ruang konferensi, aktivis Greenpeace Indonesia bersama empat anak muda Papua itu juga membentangkan spanduk di exhibition area yang terletak di luar ruang konferensi.

Spanduk bertuliskan 'Nickel Mines Destroy Lives' hingga 'Save Raja Ampat the Last Paradise' terpampang di antara gerai-gerai dan para pengunjung pameran.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik menyebut aktivitas tambang dan hilirisasi nikel yang kian masif -seiring tren naiknya permintaan mobil listrik-  terbukti membawa penderitaan bagi masyarakat.

Selain merusak lingkungan, mencemari sumber air, sungai, laut, hingga udara. Seperti yang terjadi di Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi.

“Kini tambang nikel juga mengancam Raja Ampat, Papua, tempat dengan keanekaragaman hayati yang amat kaya yang sering dijuluki sebagai surga terakhir di bumi,” jelas Iqbal.

Greenpeace Indonesia menemukan setidaknya ada tiga aktivitas tambang di sejumlah pulau di Raja Ampat. Di antaranya di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.

Ketiga pulau itu merupakan pulau-pulau kecil yang sebenarnya tak boleh ditambang sebagaimana ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil.

Hasil analisis Greenpeace Indonesia, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah menyebabkan kerusakan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami khas.

Sementara di sisi lain, dokumentasi di lapangan juga menunjukkan adanya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir hingga berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat.

Selain Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, terdapat dua pulau kecil lain di Raja Ampat yang terancam tambang nikel, yakni Pulau Batang Pele dan Manyaifun.

Kedua pulau yang bersebelahan itu berjarak sekitar 30 kilometer dari Piaynemo, sebuah gugusan bukit karst yang gambarnya terpacak dalam uang pecahan Rp100 ribu.

Hentikan Izin Sementara 

Di tengah kecaman tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memutuskan untuk membekukan sementara Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat.

Berdasar data Kementerian ESDM terdapat lima IUP yang terbit di Raja Ampat. Kelima IUP itu dimiliki beberapa perusahaan, yakni; PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KWS), dan PT Nurham. 

"Untuk sementara kami hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan," kata Bahlil dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis, 5 Juni 2025.

Bahlil menjelaskan bahwa dari lima IUP, dua di antaranya milik PT Gag Nikel dan PT ASP, diterbitkan oleh pemerintah pusat.

IUP PT Gag Nikel dengan izin operasi produksi diketahui telah terbit sejak 2017. Kemudian IUP PT ASP dengan izin operasi produksi terbit pada 2013.

Sedangkan, IUP PT MRP, PT KWS dan PT Nurham diterbitkan oleh pemerintah daerah pada tahun 2013 dan 2025. 

Bahlil juga mengklaim, dari lima IUP yang berada di Raja Ampat hanya satu perusahaan yang masih beroperasi. Perusahaan itu, yakni PT GAG Nikel yang tidak lain merupakan anak perusahaan PT Antam Tbk.

"Sekarang dengan kondisi seperti ini kita harus cross-check," katanya. 

Sementara Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno mengklaim tidak menemukan masalah atas aktivitas tambang di Raja Ampat sebagaimana yang disebutkan Greenpeace.

Hal tersebut disampaikan Tri usai mendampingi Bahlil meninjau area pertambangan PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, pada Sabtu, 7 Juni 2025.

"Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini nggak ada masalah,' tutur Tri di depan Bahlil. 

Namun Tri mengklaim Kementerian ESDM akan tetap menurunkan tim Inspektur Tambang untuk melakukan inspeksi di beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan atau WIUP di Raja Ampat.

Selain juga melakukan evaluasi secara menyeluruh sebagai bahan rekomendasi yang akan diberikan kepada Menteri ESDM untuk melakukan eksekusi keputusannya.

Sedangkan, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas mendesak Menteri ESDM tidak sebatas membekukan IUP di Raja Ampat. Tapi mencabut secara permanen.

Sebab, ia khawatir langkah Bahlil membekukan sementara IUP tersebut hanya upaya untuk meredam kemarahan publik. 

Kondisi salah satu pulau di Raja Ampat yang ditambang oleh perusahaan nikel. [IG Greenpeace Indonesia]
Kondisi salah satu pulau di Raja Ampat yang ditambang oleh perusahaan nikel. [IG Greenpeace Indonesia]

"Bahkan bukan hanya meredam, tapi dia coba mengalihkan itu. Ini yang berbahaya menurut kami. Karena persoalan-persoalan di Raja Ampat bukan hanya di Pulau Gag saja,” kata Arie kepada Suara.com, Senin 9 Juni 2025.

Arie juga menyoroti pernyataan Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno yang mengklaim tidak menemukan permasalahan terkait aktivitas tambang nikel di Raja Ampat.

Sebab, pernyataan itu disampaikan sebelum adanya inspeksi dan evaluasi yang dilakukan oleh Inspektur Tambang secara menyeluruh. 

"Kami melihat ini sebagai langkah mereka untuk lari dari tanggung jawab," ujar Arie. 

Desakan serupa juga disampaikan anggota Komisi IV DPR RI dari fraksi PKB, Daniel Johan.

Daniel menilai pemerintah sudah semestinya mencabut secara permanen IUP di Raja Ampat sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat adat dan lokal yang terdampak akibat aktivitas tambang. 

"Kita minta kepada Menteri ESDM untuk mencabut IUP secara permanen bukan melakukan pembekuan sementara," ujarnya kepada wartawan, Senin 9 Juni 2025. 

Proses Hukum

Tak sebatas mencabut permanen IUP di Raja Ampat, aparat penegak hukum juga didorong untuk mendalami adanya dugaan pelanggaran hukum di balik penerbitan izin tersebut. 

Dorongan itu disampaikan oleh Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi. Sebab, ia curiga ada kongkalikong di balik penerbitan IUP di Raja Ampat tersebut. 

"Saya menduga ada kongkalikong alias konspirasi antara oknum pemerintah pusat dengan pengusaha tambang sehingga diizinkan penambangan di Raja Ampat, yang merupakan strong oligarchy," kata Fahmy dalam keterangan yang diterima Suara.com, Minggu 8 Juni 2025.

Sementara, Kementerian Kehutanan mengklaim kekinian tengah menyiapkan langkah hukum baik administrasi, pidana hingga gugatan perdata terhadap perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat. 

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Dwi Januanto Nugroho mengatakan, pihaknya saat ini sedang berupaya mengumpulkan data dan informasi di lapangan.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan informasi atau puldasi sementara, terdapat tiga perusahaan yang terindikasi melakukan penambangan di kawasan hutan wilayah Kabupaten Raja Ampat. 

Ketiga perusahaan tersebut, yaitu PT Gag Nikel dan PT KSM yang telah memiliki PPKH atau Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, serta PT MRP belum memiliki PPKH dan dalam tahap eksplorasi.

Dwi menyebut dari hasil puldasi tersebut, terhadap PT Gag Nikel dan PT KSM yang telah memiliki PPKH, Kementerian Kehutanan akan dilakukan pengawasan untuk mengevaluasi ketaatan perusahaan terhadap kewajiban dan peraturan perundang-undangan.

Apabila terbukti melakukan pelanggaran, ia memastikan kedua perusahaan itu akan dikenakan sanksi administratif mulai dari teguran, paksaan pemerintah, pembekuan izin hingga pencabutan izin sesuai skala pelanggarannya.

Selain itu, Kementerian Kehutanan juga akan menerapkan instrumen penegakan hukum pidana dan gugatan perdata apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup.

Sementara terhadap PT MRP, kata Dwi, Kementerian Kehutanan telah menugaskan Kepala Balai Gakkum Kehutanan Maluku Papua untuk mengumpulkan bahan dan keterangan.

Salah satunya dengan melayangkan pemanggilan kepada perwakilan PT MRP untuk diminta klarifikasi terkait indikasi melakukan kegiatan penambangan di kawasan hutan tanpa izin. 

"Langkah awal yang kita lakukan adalah penerapan instrumen hukum administratif melalui kegiatan pengawasan kehutanan dan secara paralel kita juga terus mengumpulkan bukti-bukti melalui kegiatan pulbaket untuk menyiapkan langkah instrumen hukum lainnya," kata Dwi dilansir Antara, Senin 9 Juni 2025.

Pada Senin, 9 Juni 2025, Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, hingga Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq di kediamannya di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Jawa Barat.

Mereka dikabarkan dipanggil untuk membahas terkait polemik aktivitas tambang nikel yang terjadi di Raja Ampat. 

Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas berharap, Prabowo dapat segera memutuskan untuk mencabut IUP di Raja Ampat secara permanen.

Selain juga mendorong adanya upaya penegakan hukum hingga pemulihan ekologis akibat aktivitas tambang yang dilakukan perusahaan. 

"Upaya penegakan hukum ini penting untuk memberikan efek jera. Kemudian pemulihan juga harus dibebankan kepada perusahaan. Mereka harus bertanggung jawab," katanya.


Terkait

Ramai Bela Bahlil soal Tambang Nikel Raja Ampat, Golkar: Izin di Era Jokowi, Menterinya Jonan
Senin, 09 Juni 2025 | 21:49 WIB

Ramai Bela Bahlil soal Tambang Nikel Raja Ampat, Golkar: Izin di Era Jokowi, Menterinya Jonan

Para politkus Golkar di Senayan mengatakan izin tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat dikeluarkan di era Presiden Jokowi, ketika Ignasius Jonan menjabat sebagai Menteri ESDM.

Tak Ada Pilihan, Tambang Nikel di Raja Ampat Harus Stop
Senin, 09 Juni 2025 | 17:08 WIB

Tak Ada Pilihan, Tambang Nikel di Raja Ampat Harus Stop

Tidak ada pilihan lain selain menghentikan secara permanen operasi tambang nikel di Raja Ampat.

Sikap Setengah Hati Bahlil soal Tambang Nikel di Raja Ampat
Senin, 09 Juni 2025 | 16:43 WIB

Sikap Setengah Hati Bahlil soal Tambang Nikel di Raja Ampat

Bahlil Lahadalia menunjukkan sikap setengah hati terkait polemik tambang nikel di Raja Ampat, Papua.

Terbaru
Fenomena Jual Hotel di Ambang Kebangkrutan, Efek Domino di Balik Kebijakan Efisiensi?
polemik

Fenomena Jual Hotel di Ambang Kebangkrutan, Efek Domino di Balik Kebijakan Efisiensi?

Senin, 09 Juni 2025 | 14:44 WIB

Hotel terancam bangkrut akibat efisiensi anggaran pemerintah, tingkat hunian turun. Banyak hotel dijual, PHK terjadi. Pemerintah didorong intervensi.

Prabowo Tunjuk Fadli Zon Jadi Ketua Dewan GTK: Upaya Muluskan Gelar Pahlawan Nasional Soeharto? polemik

Prabowo Tunjuk Fadli Zon Jadi Ketua Dewan GTK: Upaya Muluskan Gelar Pahlawan Nasional Soeharto?

Senin, 09 Juni 2025 | 08:00 WIB

Penunjukan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan GTK dikritik karena dicurigai sebagai upaya Prabowo memuluskan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, mantan mertuanya.

Review Gowok: Kamasutra Jawa, Eksplorasi Budaya yang Gagal Fokus nonfiksi

Review Gowok: Kamasutra Jawa, Eksplorasi Budaya yang Gagal Fokus

Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:51 WIB

Penampilan kuat dari para aktor dan visual yang menarik menjadi nilai plus tersendiri.

Penulisan Sejarah Baru: Pelanggaran HAM Dinegasikan, Soeharto Dijadikan Pahlawan? polemik

Penulisan Sejarah Baru: Pelanggaran HAM Dinegasikan, Soeharto Dijadikan Pahlawan?

Kamis, 05 Juni 2025 | 21:38 WIB

"Angin segar bagi para pelaku yang hingga hari ini belum tersentuh hukum. Penulisan sejarah ini hanya akan melanggengkan budaya impunitas di Indonesia," ujar Usman.

Koperasi Desa 'Merah Putih': Dana Triliunan, Bau Korupsi, dan Intervensi Politik? polemik

Koperasi Desa 'Merah Putih': Dana Triliunan, Bau Korupsi, dan Intervensi Politik?

Kamis, 05 Juni 2025 | 19:26 WIB

Sebanyak 65 persen atau mayoritas perangkat desa yang kami wawancara menilai adanya potensi korupsi dalam program Koperasi Desa Merah Putih, kata Askar.

Demonstran Dijerat Pidana Pakai Pasal Karet, Bentuk Teror Aparat Penegak Hukum? polemik

Demonstran Dijerat Pidana Pakai Pasal Karet, Bentuk Teror Aparat Penegak Hukum?

Kamis, 05 Juni 2025 | 17:42 WIB

Polisi makin sering jadikan pengunjuk rasa tersangka, termasuk tim medis, dengan pasal karet. Tindakan represif aparat jarang diproses hukum, HAM terancam.

Asia Diguncang Covid-19: Bisakah Indonesia Pertahankan Status Aman? polemik

Asia Diguncang Covid-19: Bisakah Indonesia Pertahankan Status Aman?

Kamis, 05 Juni 2025 | 08:11 WIB

Tentu tidak perlu panik tetapi jelas harus waspada, tidak bisa diabaikan begitu saja, kata Tjandra.