Urbanisasi Pasca Lebaran: Jakarta Antara Momok dan Kota Impian
Home > Detail

Urbanisasi Pasca Lebaran: Jakarta Antara Momok dan Kota Impian

Erick Tanjung

Kamis, 10 April 2025 | 20:23 WIB

Suara.com - Pendatang baru ke Jakarta diprediksi turun usai lebaran tahun ini. Namun ibu kota tetap jadi magnet perantau. Penghasilan minim di daerah memicu urbanisasi.

BUDI Awaluddin sudah menaksir jumlah pendatang baru yang bakal merantau ke Jakarta pada saat arus balik mudik setelah Hari Raya Idulfitri. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta itu menyebut perantau baru akan tiba bersama dengan kembalinya pemudik ke ibu kota.

"Berdasarkan perhitungan kami sekitar 10 ribu sampai dengan 15 ribu jiwa pendatang baru akan datang ke Jakarta pada musim pascahari raya tahun ini," kata Budi, Jumat (4/4/2025).

Jumlah itu diklaim turun dibanding tahun lalu. Misalnya, pada 2024, perantau baru ke Jakarta saat arus balik Lebaran 16 ribu orang. Adapun 2023 berjumlah 25.918 orang.

Namun Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno menyebut angka 15 ribu yang disebut Budi itu kecil. Ia justru mengeluarkan angka baru.

"Sangat kecil. Mungkin bisa di atas, prediksi kami di atas 50 ribuan," ujar Rano di Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Jumat (4/4).

Tapi yang pasti, urbanisasi alias warga ramai-ramai ke kota menjadi fenomena yang masih terjadi, dan Jakarta salah satu tujuannya.

Budi punya alasan mengapa jumlah itu diklaim turun. Salah satunya, perkembangan kota-kota besar di Indonesia yang menjadi pilihan mencari pekerjaan warga dari daerah. Menurutnya, Jakarta bukan opsi satu-satunya ketika warga ingin menjadi masyarakat urban.

Selain itu, ada anggapan di masyarakat dari daerah lain bahwa persaingan kerja di Jakarta sudah sangat ketat. Alhasil, mereka berpikir ulang merantau ke Jakarta.

Suasana pemudik di Terminal Kalideres, Jakarta Barat, Senin (8/4/2024). (Suara.com/Faqih)
Ilustrasi pemudik di Terminal Kalideres, Jakarta Barat. (Suara.com/Faqih)

Budi mengimbau pendatang baru tak datang ke Jakarta tanpa persiapan. Jika ingin mengadu nasib, maka harus ada kepastian tempat tinggal dan pekerjaan.

"Setidaknya memiliki keterampilan serta jaminan tempat tinggal, agar dapat berkontribusi bersama-sama membangun kota Jakarta," ujarnya.

Benarkah Minat Merantau ke Jakarta Turun?

Pakar Tata Kota Yayat Supriatna menilai penurunan urbanisasi ke Jakarta menjadi sinyal bahwa kondisi sosial ekonomi di sana makin tidak bersahabat, bahkan untuk penduduk lama. Menurutnya, di sisi yang lain, jumlah warga Jakarta pindah ke daerah lain justru meningkat.

"Kalau kita bandingkan antara yang datang dan yang keluar dari Jakarta, angkanya menunjukkan ada hampir 321.000 orang yang pindah keluar Jakarta di tahun 2024. Ini bukan angka kecil, dan menunjukkan ada sesuatu yang berubah dalam cara masyarakat memandang Jakarta," ujar Yayat, Senin (7/4).

Ia mengatakan, bagi sebagian besar masyarakat, terutama kelas menengah ke atas, Jakarta sudah tidak lagi nyaman. Masalahnya seperti kepadatan yang makin ekstrem, kemacetan yang seolah tak ada solusi, serta kualitas udara yang kian buruk.

Banyak orang lantas memilih menetap di kawasan penyangga seperti Bogor, Depok, atau bahkan pulang kampung ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Menurut Yayat, tidak sedikit masyarakat yang biasa hidup di kota besar, kini kembali ke kampung halaman untuk menikmati hidup yang lebih nyaman dan murah.

"Banyak yang merasa Jakarta makin padat, makin macet, makin polusi. Kalau biaya hidup mahal tapi kualitas hidup rendah, wajar kalau orang mulai berpikir ulang untuk tetap bertahan di sini," kata Yayat.

Faktor lain menurut Yayat, biaya hidup di Jakarta makin tinggi; sewa tempat tinggal hingga kebutuhan pokok. Cita-cita untuk sukses di ibu kota pun perlahan memudar.

Yayat menyebut saat ini banyak warga daerah memilih bekerja atau merintis usaha kecil di kota asal karena biaya hidup terjangkau.

Tapi memang bagi sebagian orang, menguji nasib ke Jakarta masih menjadi pilihan. Yayat mengingatkan perantau baru ke Jakarta agar memiliki rencana dan strategi yang matang. Datang tanpa bekal keterampilan atau tanpa persiapan hanya akan memperbesar risiko kegagalan.

"Harus ada skill yang mereka bawa dari daerah. Jangan sampai datang tanpa rencana, akhirnya hanya menambah jumlah pengangguran di kota," tuturnya.

Penghasilan di Daerah Minim

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies, Nailul Huda mengatakan faktor orang berbondong-bondong ke kota besar, terutama Jakarta adalah penghasilan mereka di daerah semakin tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup.

"Yang kita lihat mungkin biaya hidup di daerah cukup rendah, tapi jika sudah memiliki anak, maka akan meningkat hingga 1,5-2 kali lipat. Sedangkan, penghasilan di luar Jabodetabek dan kota metropolitan sangat minim," kata Nailul Huda kepada Suara.com, Kamis (10/4/2025).

Penumpang Kereta Api Jarak Jauh (KAJJ) berjalan setibanya di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Sabtu (5/4/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Ilustrasi pendatang baru usai lebaran di Stasiun Pasar Senen, Jakarta. [Suara.com/Alfian Winanto]

Penghasilan untuk usia muda di daerah pedesaan, kata dia, rata-rata pada angka Rp1,5 juta. Menurutnya, lebih dari 30 persen pekerja muda di desa diberikan penghasilan kurang dari Rp1 juta per bulan.

"Bahkan saya yakin masih cukup banyak yang memiliki penghasilan hanya Rp 500 Ribu per bulan. Sedangkan di kota-kota besar, jika mampu bekerja di sektor formal, gaji mereka sudah lebih dari Rp5 juta (khusus Jakarta)," tuturnya.

"Meskipun memang biaya hidup di Jakarta juga sangat tinggi, tapi mereka dapat menyiasati dengan berbagai cara."

Selain itu, Huda menyebut faktor lainnya adalah kondisi perekonomian di daerah lain sangat terbatas karena perputaran uang yang sangat terkonsentrasi di Jabodetabek.

Ketika perputaran uang terbatas, maka bisnis di daerah tidak bisa tumbuh dengan optimal. Tidak ada akses permodalan yang cukup tinggi untuk memfasilitasi pembiayaan pelaku usaha.

Dari sisi pendapatan, ketimpangan antardaerah juga semakin tinggi. meskipun dari sisi biaya hidup peningkatannya sudah seperti daerah pinggiran Jakarta.

"Ini yang semakin mendorong orang melakukan migrasi ke DKI Jakarta ataupun di daerah penyangganya," kata Huda.

Dampaknya apa ketika semakin banyak masyarakat yang masuk ke Jakarta? Huda menyebut jika yang masuk adalah pekerja berkualitas, dampaknya akan positif.

Namun, jika pendatang baru dengan sumber daya manusia yang berkualitas rendah, maka akan semakin banyak informalities di Jakarta. Pendapatan kurang memadai hingga mereka dikhawatirkan akan bermukim di pemukiman kumuh.

"Maka, tugas dari pemerintah saya rasa dapat didorong untuk pengembangan sektor di Jakarta dari manufaktur menjadi sektor jasa, terutama jasa perdagangan," katanya.

Salah satunya dengan revitalisasi pusat perdagangan di Jakarta sehingga menjadi daya tarik wisatawan global.

Huda menyarankan pemerintah pusat untuk memperbanyak pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar Jakarta, terutama di luar pulau Jawa dengan pembangunan pusat industri.

"Dengan adanya pusat industri, sektor jasa akan terangkat," ujarnya.

Jakarta Terbuka Bagi Siapa Saja

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan ibu kota akan tetap membuka pintu lebar bagi para perantau. Termasuk mereka yang datang usai Lebaran 2025.

Menurut Pramono, Pemprov tak hanya membuka pintu, tapi juga menyiapkan bekal bagi pendatang baru. Pelatihan kerja akan disiapkan melalui Pusat Pelatihan Kerja milik Disnakertrans DKI.

"Silakan mencari pekerjaan di Jakarta, kalau perlu keterampilan, pendidikan, pelatihan, kami akan menyiapkan untuk itu," kata Pramono, Selasa (8/4).

Tapi, dia minta para pendatang yang ingin bekerja di Jakarta wajib membawa identitas diri dan menjalankan prosedur pendataan penduduk pada Disdukcapil DKI Jakarta.

"Kalau dia mau mencari pekerjaan, apapun dia harus punya identitas. Dan identitas itu dikeluarkan oleh Dukcapil. Jadi ini semacam administrasi yang harus dipenuhi siapapun yang datang di Jakarta dalam kondisi yang seperti ini," ujar Pramono.

Pramono menyatakan tak akan ada operasi yustisi. Pemerintah tak akan menghalangi siapa pun datang, selama tertib administrasi dan menjaga ketertiban.

"Intinya adalah Jakarta terbuka bagi siapa saja, tetapi kami mengharapkan siapapun yang datang tentunya tetap membawa suasana kedamaian," katanya.

______________________________

Kontributor: Habil Razali


Terkait

Kawasan Pesisir Jakarta Jadi Primadona Wisata Selama Libur Lebaran 2025, Ini Daya Tariknya
Rabu, 16 April 2025 | 18:47 WIB

Kawasan Pesisir Jakarta Jadi Primadona Wisata Selama Libur Lebaran 2025, Ini Daya Tariknya

Mulai dari area kuliner yang menggoda selera, spot-spot foto yang Instagramable, hingga area pantai dan pusat hiburan keluarga yang menyenangkan.

Resmi! Bintang Voli Dunia Jordan Thompson Bergabung dengan Jakarta Pertamina Enduro
Rabu, 16 April 2025 | 18:24 WIB

Resmi! Bintang Voli Dunia Jordan Thompson Bergabung dengan Jakarta Pertamina Enduro

JPE diharapkan dapat meningkatkan prestasinya di Proliga 2025 dengan masuknya Jordan Thompson.

Jakarta Siapkan "Teman Curhat 24 Jam": Konsultasi Psikolog Gratis, Cek Caranya!
Rabu, 16 April 2025 | 13:53 WIB

Jakarta Siapkan "Teman Curhat 24 Jam": Konsultasi Psikolog Gratis, Cek Caranya!

Dalam aplikasi, pengguna masuk ke kategori kesehatan kemudian pilih layanan telekonsultasi

Terbaru
Ketika Isu Ijazah Palsu Jokowi Makin Menggema
polemik

Ketika Isu Ijazah Palsu Jokowi Makin Menggema

Rabu, 16 April 2025 | 21:18 WIB

"Kontroversial Jokowi ini kan terlihat karena selama memimpin sebagai presiden sering dinilai banyak berbohong," kata Jamiluddin.

'Mesra' dengan Megawati, Mungkinkah Prabowo Lepas dari Bayang-bayang Jokowi? polemik

'Mesra' dengan Megawati, Mungkinkah Prabowo Lepas dari Bayang-bayang Jokowi?

Rabu, 16 April 2025 | 13:03 WIB

Ketua DPP PDIP Puan Maharani mengonfirmasi kabar soal rencana pertemuan lanjutan.

Kasus Suap Hakim: Budaya Jual Beli Perkara Mengakar di Peradilan polemik

Kasus Suap Hakim: Budaya Jual Beli Perkara Mengakar di Peradilan

Rabu, 16 April 2025 | 08:41 WIB

Kasus suap empat hakim ini bukan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga, tetapi corruption by greed atau keserakahan.

Pengampunan Pajak Kendaraan dan Mewaspadai Potensi Moral Hazard polemik

Pengampunan Pajak Kendaraan dan Mewaspadai Potensi Moral Hazard

Selasa, 15 April 2025 | 15:06 WIB

"Setelah diberikan kelonggaran, maka tidak boleh ada lagi toleransi bagi pelanggaran serupa di masa depan, ujar Nur.

Situasi Ekonomi Kian Memburuk: Benarkah Posisi Airlangga Hartarto Kini di Ujung Tanduk? polemik

Situasi Ekonomi Kian Memburuk: Benarkah Posisi Airlangga Hartarto Kini di Ujung Tanduk?

Selasa, 15 April 2025 | 08:52 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto disebut-sebut masuk radar reshuffle Presiden Prabowo Subianto.

Kala Masyarakat Beralih Investasi Emas di Tengah Ketidakpastian Ekonomi polemik

Kala Masyarakat Beralih Investasi Emas di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Senin, 14 April 2025 | 19:15 WIB

Harga emas bakal terus melejit, bahkan pada akhir tahun ini harga emas Antam diprediksi bisa tembus mencapai Rp2,5 juta per gram.

Jalur Sutra Sepak Bola China: Hidup Mati di Markas Timnas Indonesia polemik

Jalur Sutra Sepak Bola China: Hidup Mati di Markas Timnas Indonesia

Sabtu, 12 April 2025 | 10:07 WIB

China yang klaim penemu sepak bola punya ambisi besar untuk jadi kekuatan dunia. Ambisi itu bakal dipertaruhkan di markas Timnas Indonesia.