Polisi Peras Miliar Rupiah Dana Sekolah: Korupsi Menggurita di Tubuh Polri?
Home > Detail

Polisi Peras Miliar Rupiah Dana Sekolah: Korupsi Menggurita di Tubuh Polri?

Erick Tanjung

Senin, 24 Maret 2025 | 09:04 WIB

Suara.com - Tindakan kejahatan oleh polisi terus berulang. Kali ini kasus pemerasan yang dilakukan oleh dua polisi yang berdinas di Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Mereka memeras SMK Negeri terkait dana alokasi khusus (DAK) untuk kegiatan sekolah hingga miliaran rupiah.

KORPS Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri menetapkan dua anggota Polda Sumatera Utara tersebut sebagai tersangka.

Kepala Kortastipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo mengatakan bahwa tersangka pertama adalah Kompol R (Ramli) selaku Ps Kasubdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut.

“Itu sudah kami tetapkan tersangka dan yang bersangkutan telah melakukan upaya perlawanan hukum praperadilan atas penetapan tersangkanya,” kata Cahyono kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/3/2025).

Lalu, tersangka kedua adalah Brigadir BSP selaku penyidik pembantu pada Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut.

Kedua polisi itu saat ini telah dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat dari Polri.

“Setelah PTDH, kami tetapkan tersangka dan langsung kami tahan di Rutan Bareskrim Polri,” ujarnya.

Cahyono menjelaskan, kasus tersebut bermula dari kedua tersangka bersama-sama memaksa kepala sekolah SMKN di Sumut untuk memberikan bagian dari proyek DAK dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Tersangka BSP dan tim meminta proyek pekerjaan DAK fisik ke Dinas Pendidikan Sumut dan kepala sekolah SMKN yang menerima dana tersebut.

“Yang tidak mau diminta pekerjaannya, kedua orang tersangka ini pakai kewenangan yang dimilikinya untuk mengundang yang kepala sekolah,” ungkapnya.

Para kepala sekolah yang menolak, dikirimi surat aduan masyarakat (dumas) fiktif terkait dugaan korupsi dana bantuan operasional satuan pendidikan atau BOSP yang seolah-olah laporan dari masyarakat.

Ilustrasi Kepolisian Indonesia. (Shutterstock)
Ilustrasi Kepolisian. (Shutterstock)

Ketika para kepala sekolah datang ke Polda Sumut, ternyata mereka tidak diperiksa terkait dana BOSP, melainkan diminta mengalihkan pekerjaan proyek. Jika kepala sekolah menolak mengalihkan pekerjaan, maka mereka diminta menyerahkan fee kepada tersangka R sebesar 20 persen dari anggaran.

Adapun total fee yang telah diserahkan 12 kepala sekolah SMKN di Sumut kepada tersangka BSP dan tim adalah sebesar Rp4,7 miliar. Salah satu barang bukti yang diamankan adalah uang tunai senilai Rp400 juta yang ditemukan di mobil milik tersangka R.

“Pada saat kami mau melakukan upaya paksa penangkapan tersangka, mobilnya ada di bengkel dan di bengkel itu ada duitnya. (Barang bukti uang) di dalam tas koper,” ucapnya.

Atas perbuatan tersebut, kedua mantan polisi itu disangkakan dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Cahyono juga membuka kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat dalam kasus ini.

“Ada, nanti kalau ada kami update. Yang pihak swastanya ada juga,” ucapnya.

WNA Malaysia Diperas Polisi

Sebelumnya, sebanyak 45 warga negara (WN) Malaysia menjadi korban pemerasan polisi saat menghadiri acara festival musik Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024 di Jakarta.

Belasan anggota polisi telah dicopot dari jabatannya dan terancam sanksi pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH terkait kasus pemerasan tersebut. Namun para penggiat anti korupsi menilai sanksi etik saja tidak cukup, mereka menuntut agar pelaku dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi atau Tipikor.

AMIR Mansor (29), bersama teman-temannya terbang dari Malaysia menghadiri acara DWP 2024 di Jakarta International Expo atau JIExpo pada 13-15 Desember 2024.

Amir adalah penikmat musik rave. Dia sudah biasa mengikuti festival musik elektronik terbesar di Asia itu. Pada tahun 2023 lalu, Amir juga menyaksikan DWP di Bali. Pengalaman menyenangkan itu membuatnya ingin kembali mengulang di DWP 2024.

Sayang harapannya tak sesuai kenyataan. Dikutip dari BBC News Indonesia, Amir bersama delapan temannya didatangi sejumlah anggota Polri berpakaian preman di saat hendak pulang ke hotel di malam pertama usai menghadiri acara DWP 2024 di JIExpo. Polisi-polisi itu menggeladah isi dompet dan barang-barang yang mereka bawa.

Anehnya walau tak ditemukan barang bukti narkoba, Amir dkk tetap digelandang ke Polda Metro Jaya. Di sana, mereka dites urine. Polisi melarang mereka menghubungi pengacara dan Kedutaan Besar Malaysia.

"Mereka cuma mengizinkan kami menghubungi keluarga kami, tapi mereka memonitor komunikasi kami, lalu menyita kembali ponsel kami," kata Amir.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Fadhil Alfathan menyebut polisi melakukan penyalahgunaan wewenang melakukan tes urine terhadap Amir cs. Berdasar aturan, menurut dia, tes urine hanya dapat dilakukan dalam konteks penegakan hukum.

Artinya, tidak bisa dilakukan secara acak tanpa ada kepastian bahwa prosesnya sudah bergulir di ranah penyidikan. Apa yang dilakukan anggota polisi terhadap Amir dan teman-temannya, menurut Fadhil merupakan bentuk kesewenang-wenangan.

Selain melanggar aturan, tindakan anggota polisi itu melanggar hak atas privasi dan keamanan pribadi seseorang sebagaimana dijamin dalam Pasal 9 Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik. Ketentuan HAM internasional itu menjamin bahwa tidak seorangpun dapat dirampas kebebasannya tanpa alasan-alasan yang sah dan tanpa prosedur yang ditetapkan oleh hukum.

"Terlebih, dalam kejadian ini, terdapat tindakan pemerasan oleh polisi terhadap pengunjung yang urinenya dinyatakan positif. Hal ini semakin memperjelas kesewenang-wenangan dan perilaku koruptif polisi," jelas Fadhil kepada Suara.com, Senin (30/12/2024).

Ilustrasi oknum polisi. [ANTARA/Darwin Fatir]
Ilustrasi polisi. [Antara/Darwin Fatir]

Amir dan delapan orang temannya diketahui sempat dimintai sejumlah uang sebagai syarat untuk bebas sekalipun hasil tes urine dari beberapa temannya negatif. Menurut pengakuan Amir, nominal uang yang diminta mencapai Rp800 juta. Namun, setelah bernegosiasi akhirnya mereka hanya membayar sebesar RM100.000 atau sekitar Rp360 juta.

Amir sempat menunjukkan beberapa bukti transfer ke rekening seseorang berinisial MAB. Ia menyebut MAB merupakan seorang pengacara yang ditujuk polisi untuk mendampingi mereka. Selain MAB ada satu pengacara lain berinisial AT.

Setelah menyerahkan uang, Amir dan teman-temannya lalu dibebaskan pada Minggu, 15 Desember 2024. Ia telah melaporkan kejadian ini ke Mabes Polri melalui surat elektronik.

Diproses Etik

Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim menyebut total warga negara Malaysia yang menjadi korban pemerasan mencapai 45 orang. Namun ia membantah kabar terkait nominal uang hasil pemerasan yang sempat disebut-sebut mencapai Rp32 miliar.

Berdasar hasil penyelidikan, uang diduga hasil pemerasan itu sebesar Rp2,5 miliar. Uang tersebut diklaim telah disita sebagai barang bukti. Sedangkan total anggota yang terlibat mencapai 18 orang. Mereka merupakan anggota Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat atau Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menyampaikan, 18 anggota itu telah dicopot dari jabatannya. Mereka juga ditahan di tempat khusus atau patsus dalam rangka pemeriksaan. Sidang etik terhadap anggota bermasalah ini telah dijadwalkan digelar pekan ini.

"Semuanya masih berproses secara berkesinambungan dan transparan bersama eksternal dari Kompolnas," kata Trunoyudo saat dikonfirmasi, Senin (30/12/2024).

Berdasar data yang sempat beredar 12 dari 18 anggota polisi yang diduga melakukan pemerasan adalah AKBP MV, Kompol J, Kompol DF, AKP YTS, Iptu SM, Iptu S, Aiptu AJ, Brigadir DW, Brigadir FR, Bripka WT, Bripka RP dan Briptu D. AKBP MV diketahui merupakan Kasubdit III Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya. Sementara Kompol J merupakan Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Pusat.

Menurut Fadhil Polri perlu bersikap transparan dalam menangani perkara ini. Termasuk mengungkap identitas para pelaku yang terlibat. Selain memproses mereka secara etik, ia juga mendorong agar para pelaku diproses pidana.

Pasalnya, kata Fadhil, Polri acap kali mengesampingkan proses pidana terhadap anggotanya yang bermasalah. Berdasar catatan LBH Jakarta di sepanjang tahun 2013-2022, terdapat 58 kasus kekerasan yang dilakukan anggota polisi tidak diproses secara etik dan pidana.

"Dengan kondisi demikian, menjadi wajar apabila publik mencurigai bahwa proses terhadap 18 personel ini hanya berada pada level pelaku lapangan dan tidak menyentuh pelaku di level pengambil keputusan," ujarnya.

Kapolri Tidak Tegas

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, meminta Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Hal ini disebabkan semakin maraknya kasus dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian.

Bambang mengatakan salah satu penyebab maraknya pelanggaran hukum oleh kepolisian adalah tidak berjalannya reformasi di tubuh Polri. Menurutnya, hal ini terjadi karena lemahnya kepemimpinan di puncak Polri.

“Salah satu problem tidak berjalannya reformasi di kepolisian adalah lemahnya kepemimpinan. Lemahnya leadership ini ditandai dengan ketidakkonsistenan penegakan aturan, baik UU maupun peraturan organisasi,” ujar Bambang kepada wartawan, Minggu (23/3/2025).

Bambang menilai kasus pemerasan yang terus terjadi menunjukkan bahwa tidak ada konsistensi dari kepemimpinan Polri. Ia pun menyoroti seolah-olah prinsip kesamaan di mata hukum tidak berlaku bagi anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran hukum.

"Prinsip equality before the law seolah tidak berlaku bagi anggota kepolisian. Hal ini ditandai dengan tidak segera ada proses pidana bagi personel pelaku pemerasan dengan berbagai dalih," jelasnya.

Menurutnya, ketidakjelasan dalam penanganan kasus ini menunjukkan kurangnya ketegasan dari Kapolri. Oleh karena itu, dia menilai penting untuk melakukan evaluasi terhadap Kapolri.

“Itu tidak akan terjadi bila pucuk pimpinan Polri memiliki ketegasan. Jadi sebelum melakukan reformasi total yang lebih kompleks, evaluasi kepemimpinan Kapolri itu harusnya dilakukan lebih dulu,” tegas Bambang.

Bambang menambahkan bahwa Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto perlu membangun pondasi kuat untuk menciptakan stabilitas dan akan mendukung pembangunan ekonomi negara. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan tingginya tingkat kepastian hukum.

Tanpa kepastian hukum dan penegakan hukum yang adil, sulit bagi negara untuk membangun stabilitas politik dan sosial yang demokratis.

“Polri sebagai ujung tombak penegakan hukum memiliki peran sangat vital. Maka, reformasi Polri itu mutlak dilakukan," tuturnya.

Dia juga menekankan pentingnya revisi UU Polri sebagai infrastruktur untuk mendukung reformasi yang lebih komprehensif. Revisi ini memerlukan dukungan dari Polri, termasuk pimpinan Polri.


Terkait

Viral Surat Mengaku dari Polisi Minta 'Jatah Lebaran' ke Warga, Polri Langsung Selidiki
Selasa, 25 Maret 2025 | 08:23 WIB

Viral Surat Mengaku dari Polisi Minta 'Jatah Lebaran' ke Warga, Polri Langsung Selidiki

Viral di media sosial surat oknum mengaku polisi minta jatah uang lebaran. Melanggar kode etik kepolisian.

Masuk Babak Baru, Eks Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa Segera Diadili
Selasa, 25 Maret 2025 | 08:06 WIB

Masuk Babak Baru, Eks Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa Segera Diadili

Telah dilakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti untuk 3 tersangka perkara Pekanbaru (RM, IPN, NK) dari Penyidik ke Jaksa Penuntut Umum."

DPR Diam-diam Geber RUU Polri usai Sahkan UU TNI? Begini Kata Komisi III
Selasa, 25 Maret 2025 | 06:47 WIB

DPR Diam-diam Geber RUU Polri usai Sahkan UU TNI? Begini Kata Komisi III

"...kami sangat terbuka bahkan kami bikin powerpoint-nya, kami jelaskan substasinya. Kami undang banyak orang datang."

Terbaru
Wacana Pencabutan Moratorium PMI ke Arab Saudi: Jangan Hanya Demi Devisi, Tapi Abai Nasib Pekerja
polemik

Wacana Pencabutan Moratorium PMI ke Arab Saudi: Jangan Hanya Demi Devisi, Tapi Abai Nasib Pekerja

Senin, 24 Maret 2025 | 12:09 WIB

Moratorium yang telah berlaku selama 10 tahun ini akan dibuka dengan target pengiriman 600 ribu PMI.

Perang Sengit Film Lebaran 2025, Mana yang Bakal Dapat Penonton Terbanyak? nonfiksi

Perang Sengit Film Lebaran 2025, Mana yang Bakal Dapat Penonton Terbanyak?

Sabtu, 22 Maret 2025 | 09:33 WIB

Pilihan film yang tayang di momen Lebaran kali ini begitu mencuri perhatian.

Teror Kepala Babi ke Tempo: Kebebasan Pers Indonesia Makin Mengkhawatirkan polemik

Teror Kepala Babi ke Tempo: Kebebasan Pers Indonesia Makin Mengkhawatirkan

Jum'at, 21 Maret 2025 | 21:03 WIB

Pengiriman paket ini kami curigai sebagai teror, sebagai simbol ancaman pembunuhan, ucap Erick.

Membedah Rencana Rahasia di Balik Revisi UU TNI polemik

Membedah Rencana Rahasia di Balik Revisi UU TNI

Jum'at, 21 Maret 2025 | 15:16 WIB

Adakah rencana rahasia di baliknya?

Hingga Napas Terakhir: Perjuangan Pika Tuntut Legalisasi Ganja Medis Untuk Pengobatan polemik

Hingga Napas Terakhir: Perjuangan Pika Tuntut Legalisasi Ganja Medis Untuk Pengobatan

Jum'at, 21 Maret 2025 | 12:17 WIB

Pika adalah anak yang belasan tahun berjuang melawan cerebral palsy. Langkah Pika kini berhenti. Ia telah mengembuskan napas terakhir.

'Peradilan Keluarga' Lindungi Pembunuh Berseragam? Rangkaian Kasus TNI Bunuh Warga Sipil Terungkap! polemik

'Peradilan Keluarga' Lindungi Pembunuh Berseragam? Rangkaian Kasus TNI Bunuh Warga Sipil Terungkap!

Jum'at, 21 Maret 2025 | 08:44 WIB

Dua anggota TNI yang membunuh tiga polisi di Kabupaten Way Kanan seharusnya dibawa ke peradilan umum, bukan peradilan militer.

Kebut Revisi UU TNI di DPR: Minim Partisipasi Publik, Anggota Dewan Cuma Jadi Tukang Stempel? polemik

Kebut Revisi UU TNI di DPR: Minim Partisipasi Publik, Anggota Dewan Cuma Jadi Tukang Stempel?

Kamis, 20 Maret 2025 | 15:05 WIB

Dari 293 anggota yang hadir, termasuk Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir, tak ada yang menolak.