Suara.com - LANGKAH Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang menempatkan 11 koleganya dari Partai Solidaritas Indonesia dalam struktur Operation Management Office (OMO) Indonesia's Forestry and Other Land Use atau FOLU Net Sink 2030 menuai kritik keras. Selain dinilai nepotis, struktur kepengurusan yang tidak berdasar profesionalisme itu dikhawatirkan akan membuat FOLU Net Sink 2030 sulit mencapai tujuan.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI, Uli Arta Siagian mengatakan, struktur kepengurusan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 semestinya diisi profesional yang memang mengetahui persoalan kehutanan dan iklim. Bukan justru diisi orang-orang berlatarbelakang politisi.
“Saya tidak bisa membayangkan mereka (11 kader PSI) bisa bekerja secara maksimal. Kami justru curiga mereka diposisikan untuk mengurusi perdagangan karbon,” kata Uli kepada Suara.com, Selasa (11/3/2025).
Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 merupakan organisasi pemerintah yang dibentuk sebagai tindak lanjut atas perjanjian Paris 2015. Salah satu tujuannya, menurunkan emisi gas rumah kaca atau GRK.
Sebelas kader PSI yang masuk dalam struktur Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 adalah Andy Budiman (Dewan Penasihat Ahli), Endika Fitra Wijaya (staf Kesekretariatan Bidang Pengelolaan Hutan Lestari), Sigit Widodo (anggota Bidang Peningkatan Cadangan Karbon), Furqan Amini Chaniago (anggota Bidang Konservasi), Suci Mayang Sari (anggota Bidang Penegakan Hukum dan Peningkatan Kapasitas).
Kemudian Kokok Dirgantoro (anggota Bidang Pengelolaan Hutan Lestari), Rama Hadi Prasetya (staf Kesekretariatan Bidang Peningkatan Cadangan Karbon), Nandya Maharani Irawan (staf Kesekretariatan Bidang Konservasi), Andi Syaiful Oeding (anggota Bidang Pengelolaan Ekosistem Gambut), Yus Ariyanto (anggota Bidang Pengelolaan Ekosistem Gambut), dan Nurtanti (anggota Bidang Penegakan Hukum dan Peningkatan Kapasitas).
Sebelas kader PSI itu ditunjuk lewat Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32 Tahun 2025. Dalam surat itu, Antoni diketahui, turut mengisi posisi sebagai Penanggung Jawab atau Pengarah Indonesia's FOLU Net Sink 2030 dengan honor Rp50 juta/bulan. Sedangkan Andy Budiman yang menjabat sebagai Dewan Penasihat menerima honor Rp25 juta/bulan.
Antoni telah membenarkan struktur Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 yang sempat berada di media sosial itu. Namun dia mengklaim struktur organisasi yang telah dilakukan penyempurnaan tersebut juga terdiri dari aparatur sipil negara (ASN), mantan ASN, dan pihak eksternal.
“Pendanaan dari donor dan atau negara mitra, dan saya pastikan itu tidak bersumber dari APBN," kata Antoni.
Sementara Uli menilai sekalipun bukan bersumber dari APBN, anggaran Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 itu bukan berarti bisa seenaknya dipergunakan untuk membayar orang-orang yang tidak berkapasitas. Semestinya, kata dia, dana hibah dari pemerintah Norwegia itu dialokasikan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat, seperti kerja-kerja perlindungan kawasan hutan dan pemulihan hutan.
“Uang itu sebenarnya sangat baik sekali dipakai untuk kerja-kerja seperti itu,” ungkapnya.
Nepotisme
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Seira Tamara menilai tindakan Antoni membawa kader-kader PSI dalam struktur Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 kental akan nuansa nepotisme. Apalagi jika melihat latar belakang mereka yang tidak relevan dengan posisi yang diemban dalam struktur tersebut.
“Apakah 11 kader PSI itu memiliki pengalaman profesional dalam isu ini? Terlebih ini isu yang sangat teknis, jika tidak, maka ini memang hanya bagi-bagi jabatan semata,” kata Seira kepada Suara.com.
Penunjukan orang-orang yang tidak berdasar profesionalisme dalam struktur Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, kata Seira, sangat merugikan negara dan masyarakat. Sekalipun dalih Antoni menyebut sumber pendanaannya itu bukan dari APBN.
“Jadi bukan sebatas asal sumber pendanaannya darimana. Kalau tidak bisa menyelesaikan target pemerintah karena mereka tidak kompeten, tetap saja merugikan,” jelas Seira.
Sementara Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menyebut praktik nepotisme seperti yang dilakukan Antoni banyak terjadi di kementerian dan lembaga. Terlebih di kementerian dan lembaga yang dipimpin oleh orang-orang yang berasal dari partai politik.
“Bukan hanya terjadi pada PSI. Kalau kita mau tracking ke belakang, banyak juga sebenarnya,” beber Adi.
Praktik semacam ini menurut Adi juga bukan hal yang baru. Tetapi sudah ada sejak lama.
“Semua menteri yang berasal dari partai politik ada kecenderungan ini. Sejak lama sampai hari ini memang ingin memasukkan kader-kader partainya untuk menjadi bagian dalam setiap organisasi dan kegiatan kegiatan yang melibatkan kementerian,” ujarnya.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menyebut praktik nepotisme hingga kekinian terus terjadi karena tidak adanya keseriusan dari aparat penegak hukum dalam menindak persoalan itu.
“Jadi susah berharap deterrence effect kalau penegakan hukum tidak ada,” tutur Hamzah kepada Suara.com.
Padahal, kata Hamzah, apa yang dilakukan Antoni ini bisa diproses hukum merujuk Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Di mana dalam Pasal 22 undang-undang itu disebutkan; setiap penyelenggara negara yang melakukan nepotisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
“Persoalannya, apakah aparat penegak hukum ini serius atau tidak mengusut itu? Yang jelas kalau mau menggunakan undang-undang ini, tindakan nepotisme semacam ini bisa diproses hukum,” tandasnya.
"...Proses kenaikan ini mengikuti sistem meritokrasi yang ketat, tidak ada intervensi politik atau nepotisme."
"Kalau ada yang mengatakan masjid sekedar tempat sujud dan doa, salah."
Guntur merasa heran bila PSI meminta dirinya tidak perlu ikut campur dapur partai lain, tetapi di sisi lain kader-kader PSI masih sering menyerang partai lain
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dibully netizen setelah sindir ceramah Anies Baswedan yang sarat akan tema politik.
"Dari dulu sampai sekarang tidak ada perbaikan signifikan. Zulkifli Hasan jelas gagal," tegas Miftahudin.
TNI perlu menjelaskan kepada publik untuk menjawab berbagai spekulasi kenaikan pangkat ini tidak berkaitan dengan merit system, tetapi politik dan kekuasaan, ujar Ikhsan.
"Satu kata, pecat dan proses pidana. Itu sudah mempermalukan institusi penegak hukum dan negara," kata Bambang.
Itu jadi alarm juga dari sisi demand pull inflation, jelas Bhima.
"Penegak hukum kan harus fair. Artinya penegakan hukum itu harus diperlakukan kepada semua pejabat yang melakukan hal sama (impor gula) dengan Tom Lembong," kata Aan.
Anora adalah potret kejam dari dunia yang tidak adil, tetapi tetap menyelipkan secercah harapan dalam absurditasnya.
Karena tanpa menjadi bagian dari PSI sekalipun, PSI sudah mengakomodasi gagasan dan pikiran Jokowi, ujar Adi.