Selat Malaka: Jalur Tikus Narkoba dari Malaysia ke Indonesia
Home > Detail

Selat Malaka: Jalur Tikus Narkoba dari Malaysia ke Indonesia

Erick Tanjung

Selasa, 11 Februari 2025 | 17:55 WIB

Suara.com - Perairan Aceh di kawasan Selat Malaka yang tenang kerap menjadi jalur gelap penyelundupan. Pintu masuk narkoba dari luar negeri ke Indonesia.

BARANG haram itu tersimpan di rumah kosong kawasan perkebunan kelapa sawit Tanah Jambo Aye, Aceh Utara. Terpisah dalam 18 bungkus, sabu-sabu itu memiliki berat total 33 kilogram. Di tempat yang sama, anggota Badan Narkotika Nasional (BNN) Aceh juga menemukan 104 bungkus pil ekstasi berjumlah 262,5 ribu butir.

Kepala BNN Aceh Brigadir Jenderal Polisi Marzuki Ali Basyah menuturkan kasus itu bagian jaringan penyelundupan narkoba jalur Malaysia-Aceh. Pengendali narkoba itu seseorang berinisial Y, berada di Malaysia.

Kasus ini terkuak ketika BNN Aceh pada Kamis, 7 Februari lalu menangkap H (35), warga Kota Lhokseumawe. Atas suruhan Y, ia menjemput 15 bungkus ekstasi dan 1 bungkus sabu-sabu dari seseorang.

Setelah dibekuk, ia buka suara. Barang ilegal itu diambil di sebuah rumah dalam kebun sawit.

“Terbongkarnya kasus peredaran ini menambah panjang daftar jaringan internasional Aceh-Malaysia yang diungkap tim BNN,” kata Marzuki kepada jurnalis, Senin (10/2/2025).

Penyelundupan narkoba melalui jalur itu juga dibongkar BNN pada Minggu, 8 September 2024 lalu. Bersama Kepolisian Daerah Aceh dan Bea Cukai Aceh, mereka menangkap enam tersangka dan menyita 29,25 kilogram sabu-sabu.

Petugas awalnya menerima informasi ada 'kapal oskadon'—sebutan untuk perahu nelayan pembawa narkoba dari Malaysia. Ketika bertemu aparat gabungan, oskadon itu sedang mogok yang berjarak 20 mil dari Pantai Kuala Idi, Aceh Timur.

Tiga orang di perahu itu ditangkap, yaitu JP alias SU, SA alias BA, dan AL. Aparat menemukan 50 bungkus sabu-sabu dikemas dalam tiga karung putih. Barang itu sempat dilempar oleh para tersangka ke laut sehingga ditemukan dalam kondisi basah.

“Para tersangka mengaku mendapatkan narkotika jenis sabu-sabu dari seseorang berbahasa Thailand di sekitar perairan Pulau Adang, Thailand,” kata Komjen Marthinus Hukom, Kepala BNN dalam konferensi pers di Aceh, pada Selasa (17/9).

Tersangka dan barang bukti narkoba saat gelar perkara jaringan narkoba Malaysia-Indonesia, di Jakarta, Jumat (19/2).
Tersangka dan barang bukti narkoba saat gelar perkara jaringan narkoba Malaysia-Indonesia, di Jakarta. [Ist]

Pengembangan perkara di laut Idi menuntun petugas menangkap tiga orang lainnya. Mereka adalah PH alias PU, berperan sebagai koordinator kapal yang dibekuk di Pelabuhan Perikanan Idi Aceh Timur, serta MK dan MN alias NA di kawasan tambak Desa Kuta Lawah.

Modus Selundup di Selat Malaka

Diapit sejumlah negara, sejak dulu perairan Selat Malaka terkenal sebagai salah satu jalur laut terpadat di dunia. Kapal-kapal hilir mudik dari berbagai belahan dunia.

Di antara arus lalu lintas laut yang sibuk dan perairan yang tenang itu, mafia lintas negara menyelundupkan narkoba ke Aceh—daratan paling utara Pulau Sumatra. Kerap kali narkoba masuk dari Malaysia.

“Kejahatan narkoba ini mencari celah-celah pintu masuk sepanjang jalur yang ada,” kata Marzuki kepada Suara.com, Selasa (4/2/2025).

Menurut Marzuki, pintu masuk narkoba itu menyebar di sepanjang pesisir pantai utara dan timur Aceh yang menghadap Selat Malaka. Pelabuhan tikus bertebaran. Mulai dari Laweung di Kabupaten Pidie hingga jauh di bibir pantai Aceh Tamiang.

Dua bulan belakangan, ia gencar mengawasi garis pantai itu. Meski narkoba selundupan jaringan Malaysia-Aceh, tapi asal barang tersebut bukan dari negeri jiran. Jenis narkoba yang kerap ditangkap adalah sabu-sabu.

Menurut Marzuki, sabu-sabu diproduksi di negara lain, seperti Thailand dan Cina. Malaysia lantas menjadi salah satu negara lintasan sebelum jauh sampai ke Indonesia melalui perairan Aceh. Penyelundup narkoba kucing-kucingan dengan aparat keamanan.

“Begitu kami lengah, dia masuk. Pintu-pintunya banyak di Aceh,” ungkap Marzuki.

Dalam beberapa kasus, para penyelundup bahkan membuang barang bukti ke laut begitu mereka mengetahui ada petugas yang mendekat. Meskipun petugas mengendus aktivitas ilegal, tapi barang bukti seringkali tidak ditemukan.

“Seperti Desember lalu, kami menangkap 58 kilogram (sabu-sabu) sisa. Itu sudah setengah basah. Telat sedikit, mungkin 58 kilogram itu sudah tidak bisa diamankan,” kata Marzuki.

Di laut, para penyelundup memiliki banyak waktu untuk membuang barang bukti. Sebab, jika jarak kapal setengah kilometer saja dengan target akan memakan waktu sekitar 15 menit untuk sampai di lokasi.

“Dia sudah bisa buang. Bisa ditenggelamkan. Makanya kesulitan ditangkap di laut,” ucapnya.

Adapun modus lain penyelundupan, lanjut Marzuki, para kurir berpura-pura menjadi nelayan untuk menjemput narkoba di tengah laut.

“Kurir yang mengambil jalan pintas merusak citra nelayan,” ujarnya.

Kapal Pencuri Ikan Berbendera Malaysia Ditangkap di Selat Malaka. [ANTARA]
Ilustrasi--Kapal nelayan melintasi jalur penyelundupan di perairan Selat Malaka. [Antara]

Temuan BNN Aceh, kurir itu dikenali karena pergi melaut tidak membawa jaring dan pancing sebagaimana nelayan umumnya. Mereka hanya bermodal bensin.

“Tapi pulang dari laut senang-senang,” tuturnya.

Adapun komunikasi di antara sindikat penyelundup narkoba memakai telepon satelit. Antara pemasok dari luar negeri dan kurir di Aceh tidak bertemu. Pemasok meletakkan narkoba yang dipasangi GPS di laut dan memberikan titik koordinatnya ke kurir.

“Mereka teknologinya canggih menggunakan telepon satelit. Makanya nelayan-nelayan yang canggih bukan nelayan sebenarnya, tapi kurir,” katanya.

“Mungkin juga ada nelayan asli, tapi yang sudah malas jadi nelayan.”

Karena itu, BNN Aceh melibatkan Panglima Laot, lembaga adat yang menaungi nelayan Aceh, untuk melaporkan jika ada yang mencurigakan di laut.

“Panglima Laot sudah mulai memberikan informasi-informasi kepada kami,” katanya.

Pengawasan Laut Lemah

Ketua Panglima Laôt Aceh Miftachhuddin Tjut Adek mengatakan, selama ini sudah membantu pemerintah dalam memberikan informasi.

“Jika ada yang mencurigakan, kami akan melapor,” katanya kepada Suara.com pada Kamis (6/2).

Penyelundupan narkoba, menurut Miftach, tidak diatur dalam hukum adat laôt Aceh. Karena itu, siapa pun yang terlibat dalam jaringan itu, meskipun nelayan, tidak berurusan dengan hukum adat.

“Itu harus ditindak secara hukum negara,” ujarnya.

Perairan Aceh kerap dipakai penyelundup karena menjadi laut paling depan, strategis, dan berhubungan dengan negara-negara luar seperti Thailand, Malaysia, India, dan Myanmar. Di kawasan yang luas dan hilir mudik kapal yang padat, menurut Miftach, sangat sulit menebak kapal mana yang melakukan aktivitas yang benar.

Ia menilai pengawasan perairan Aceh oleh pemerintah masih kurang ketat dibanding negara lain, seperti India atau Thailand. Selama ini nelayan Aceh yang melintasi batas negara lain langsung ditangkap. Sebaliknya, Miftach menyebut, langkah serupa tidak terjadi jika ada yang masuk perairan Indonesia secara ilegal.

“Orang lewat tapi tidak ada tindakan. Itu mungkin karena pengawasan laut kita sedikit lemah,” kata Miftach.

“Kami meminta pemerintah agar meningkatkan pengawasan, itu yang sangat urgen sekali.”

Polda Metro Jaya merilis barang bukti narkoba di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (9/9).
Ilustrasi--barang bukti narkoba jenis sabu-sabu dan ekstasi. (Ist)

Dari Perairan Aceh ke Seluruh Indonesia

Marzuki mengatakan, perairan Aceh hanya menjadi pintu masuk narkoba ke Indonesia. Menurutnya, pemodal bisnis gelap itu bukan saja di Aceh.

“Ada orang India, Malaysia, dan Thailand. Jadi, variasi kalau mafianya,” katanya.

Narkoba yang berhasil masuk melalui perairan Aceh langsung dikirim ke Medan, Sumatra Utara lewat jalur darat.

“Dari Medan lah distribusi. Nanti orang Aceh juga belinya dari Medan. Fakta beberapa kegiatan kami tangkap, (mereka) belinya di Medan,” kata Marzuki.

Ia menyebutkan pemakaian narkoba di Aceh tidak sebanding dengan jumlah yang diselundupkan ke Aceh.

“Jadi kalau di sini dijual segitu banyaknya, siapa yang beli? Nanti jadi tidak laku. Jadi Aceh tetap beli dari Medan,” ucapnya.

Setelah di Medan, menurut Marzuki, narkoba dipasok ke berbagai daerah di Indonesia, termasuk Pulau Jawa, Sulawesi, hingga Kalimantan. BNN Aceh pernah menangkap penyelundup sabu-sabu yang dikirim ke Sulawesi Tengah dan Kalimantan Selatan.

Lantas mengapa narkoba tersebut disuplai dari perairan Aceh?

Menurut Marzuki, perairan Aceh sebelah timur berbatasan dengan negara lain, seperti Malaysia. Kawasan itu juga jalur perlintasan kapal dengan situasi laut yang tenang. Berbeda dengan Sulawesi dan Kalimantan yang butuh perjalanan jauh.

Selain itu, penyelundupan jarang menggunakan perairan pantai barat Aceh, seperti Aceh Barat dan Aceh Singkil, karena situasi laut yang jauh berbeda.

“Itu laut Andaman, tidak nyaman untuk pakai perairan kapal-kapal kecil. Makanya kapal yang paling nyaman Selat Malaka,” katanya.

______________________________

Kontributor Aceh: Habil Razali


Terkait

Reaksi Pelatih Malaysia Lihat Timnas Indonesia U-17 Lolos Piala Dunia U-17 2025
Rabu, 16 April 2025 | 15:19 WIB

Reaksi Pelatih Malaysia Lihat Timnas Indonesia U-17 Lolos Piala Dunia U-17 2025

Timnas Indonesia U-17 lolos Piala Dunia U-17 2025, pelatih Malaysia ikut merespons.

Malaysia Rekrut Sosok yang Pernah Bikin Timnas Indonesia Malu di Stadion GBK
Rabu, 16 April 2025 | 14:11 WIB

Malaysia Rekrut Sosok yang Pernah Bikin Timnas Indonesia Malu di Stadion GBK

Malaysia merekrut Tan Cheng Hoe, sosok yang pernah jadi mimpi buruk Timnas Indonesia di Stadion GBK.

Jay Idzes Ditunjuk Jadi Kapten ASEAN All Star vs Manchester United!
Selasa, 15 April 2025 | 08:29 WIB

Jay Idzes Ditunjuk Jadi Kapten ASEAN All Star vs Manchester United!

Kehadiran Manchester United di Malaysia tahun ini menjadi momen yang sangat dinanti-nanti

Terbaru
'Mesra' dengan Megawati, Mungkinkah Prabowo Lepas dari Bayang-bayang Jokowi?
polemik

'Mesra' dengan Megawati, Mungkinkah Prabowo Lepas dari Bayang-bayang Jokowi?

Rabu, 16 April 2025 | 13:03 WIB

Ketua DPP PDIP Puan Maharani mengonfirmasi kabar soal rencana pertemuan lanjutan.

Kasus Suap Hakim: Budaya Jual Beli Perkara Mengakar di Peradilan polemik

Kasus Suap Hakim: Budaya Jual Beli Perkara Mengakar di Peradilan

Rabu, 16 April 2025 | 08:41 WIB

Kasus suap empat hakim ini bukan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga, tetapi corruption by greed atau keserakahan.

Pengampunan Pajak Kendaraan dan Mewaspadai Potensi Moral Hazard polemik

Pengampunan Pajak Kendaraan dan Mewaspadai Potensi Moral Hazard

Selasa, 15 April 2025 | 15:06 WIB

"Setelah diberikan kelonggaran, maka tidak boleh ada lagi toleransi bagi pelanggaran serupa di masa depan, ujar Nur.

Situasi Ekonomi Kian Memburuk: Benarkah Posisi Airlangga Hartarto Kini di Ujung Tanduk? polemik

Situasi Ekonomi Kian Memburuk: Benarkah Posisi Airlangga Hartarto Kini di Ujung Tanduk?

Selasa, 15 April 2025 | 08:52 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto disebut-sebut masuk radar reshuffle Presiden Prabowo Subianto.

Kala Masyarakat Beralih Investasi Emas di Tengah Ketidakpastian Ekonomi polemik

Kala Masyarakat Beralih Investasi Emas di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Senin, 14 April 2025 | 19:15 WIB

Harga emas bakal terus melejit, bahkan pada akhir tahun ini harga emas Antam diprediksi bisa tembus mencapai Rp2,5 juta per gram.

Jalur Sutra Sepak Bola China: Hidup Mati di Markas Timnas Indonesia polemik

Jalur Sutra Sepak Bola China: Hidup Mati di Markas Timnas Indonesia

Sabtu, 12 April 2025 | 10:07 WIB

China yang klaim penemu sepak bola punya ambisi besar untuk jadi kekuatan dunia. Ambisi itu bakal dipertaruhkan di markas Timnas Indonesia.

Review Jumbo: Sebenarnya Film 'Horor' yang Dibalut Kebahagiaan nonfiksi

Review Jumbo: Sebenarnya Film 'Horor' yang Dibalut Kebahagiaan

Sabtu, 12 April 2025 | 09:39 WIB

Jumbo, secara mengejutkan, menjadi salah satu film lebaran 2025 yang paling banyak ditonton.