Senin, 01 Jan 2024
Mewaspadai Operasi Senyap Loloskan Revisi UU Pilkada Demi Langgengkan Kekuasaan
Home > Detail

Mewaspadai Operasi Senyap Loloskan Revisi UU Pilkada Demi Langgengkan Kekuasaan

Bimo Aria Fundrika | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Jum'at, 23 Agustus 2024 | 17:36 WIB

Suara.com - Sikap DPR dan pemerintah yang mengabaikan putusan MK bukan hanya sekali dua kali. Beberapa putusan MK telah dikangkangi. Pernyataan Dasco yang mengumumkan Revisi UU Pilkada dibatalkan, tak bisa diamini sebagai angin segar, sebab tak menutup kemungkinan jalan-jalan senyap masih dapat mereka tempuh demi melanggengkan kekuasaannya. 

Alarm darurat dan tagar kawal putusan MK masih harus tetap digemahkan, setidaknya sampai pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dimulai Komisi Pemilihan Umum.

***
Kemarahan warga sudah tak terbendung lagi. Di berbagai wilayah, masyarakat sipil, aktivis, akademisi, dan mahasiswa tumpah ruah di jalan, Kamis (22/8/2024). Mereka berang atas sikap DPR yang berencana mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.

Pasalnya siasat itu dikebut hanya dua hari setelah Mahkamah Konstitusi memutus sejumlah pasal yang terkandung di dalamnya inkonstitusional. Di kawasan gedung DPR-MPR, Jakarta,  mahasiswa berhasil merobohkan gerbang besi yang berada di belakang kompleks parlemen.

Di sudut lain pun demikian, massa menjebol pagar besi yang menjulang tinggi. Sorakan mereka menggema saat pembatas-pembatas itu mereka tumbangkan.

Massa Mahasiswa memadati gerbang belakang Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (22/8/2024). (ANTARA/Walda Marison)
Massa Mahasiswa memadati gerbang belakang Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (22/8/2024). (ANTARA/Walda Marison)

Orasi demi orasi mewarnai aksi unjuk rasa yang digelar masyarakat dari berbagai elemen kelompok buruh, mahasiswa, dan aktivis. Tak terkecuali sejumlah komedian seperti, Bintang Emon,  Arie Kriting hingga Abdur yang terpanggil untuk turun ke jalanan.

Tampak pula salah satu aktor kawakan tanah air, Reza Rahadian yang juga terpanggil bergabung bersama massa aksi. Reza lantas diberi kesempatan menyampaikan orasinya.  Dari atas mobil komando, dirinya lantang meneriakkan keresahannya. 

"Melihat bagaimana MK sudah mengembalikan citra setelah wajahnya porak poranda. Kini, kita sudah mendapatkan keputusan yang sangat kita hormati dari MK. Kenyataan, itu akan dianulir lembaga yang katanya wakil rakyat kita semua hari ini. Lantas anda-anda di dalam ini wakil siapa?" teriaknya bertanya.

"Ini bukan negara milik keluarga tertentu. Miris melihat ini semua," tegasnya.

Di tempat yang berbeda, pendiri Tempo, sekaligus sastrawan, Goenawan Mohamad tak mampu membendung air matanya saat mengikuti audiensi di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.

"Maaf saya enggak  bisa ngomong, karena emosi saya…," kata Goenawan terisak.

"Ya kalau saya, enggak menahan diri, saya bilang kita revolusi saja. Tapi saya tahu ongkosnya banyak, dan tagihannya kita enggak tahu kepada siapa. Tapi keadaan sudah keterlaluan. Sebenarnya DPR yang melawan konstitusi harus dibubarkan," ujarnya melanjutkan perkataan setelah sempat terdiam meredam emosinya.

Goenawan tak hadir sendirian di MK.  Dia datang bersama para guru besar dari berbagai universitas di Indonesia, aktivis 98 hingga kelompok mahasiswa. Tujuan mereka satu, menghalau pembegalan konstitusi yang akan dilakukan DPR.

Massa aksi yang terdiri dari sejumlah elemen buruh, mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya saat menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Massa aksi yang terdiri dari sejumlah elemen buruh, mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya saat menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Beberapa jam berselang, atau tepatnya pukul 17.18 WIB, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad  lewat akun X/Twitter miliknya dengan nama pengguna @bang_dasco, mengumumkan pengesahan Revisi UU Pilkada batal dilaksanakan.

Dengan demikian, disebutnya putusan  Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dan putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menetapkan usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun saat penetapan calon berlaku. Dua putusan itu yang menjadi dasar syarat pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada Pilkada  2024.

Masih Perlu Waspada

Pernyataan Dasco yang mengumumkan pengesahan Revisi UU Pilkada dibatalkan tak serta merta dapat dianggap sebagai angin segar. Upaya-upaya senyap masih berpotensi ditempuh para legislator. Hal itu disampaikan peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem, Haykal. 

"Saya rasa  akan sangat sulit untuk kita bisa percaya 100 persen dan tidak boleh juga percaya dengan statement demikian (pernyataan Dasco)," kata Haykal kepada Suara.com, Kamis (22/8/2022).

Dia merujuk kepada sejumlah  undang-undang yang disahkan DPR pada waktu kebut semalam, di antaranya pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, Undang-Undang KPK, hingga Undang-Undang Minerba.

"Yang kemudian itu (sejumlah UU ) memang disahkan di ruang-ruang yang dalam tanda kutip ya ruang-ruang gelap. Yang dimana saat masyarakat sipil, itu kita,  di malam hari (tertidur), tengah malam," ujarnya.

Terlebih  proses revisi UU Pilkada sudah masuk dalam tahap pertama, dan tinggal disahkan pada sidang paripurna. Artinya, kata Haykal, sangat mudah bagi DPR untuk membawanya kembali ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai undang-undang.

Dia lantas mewanti-wanti kepada DPR untuk tidak melakukan upaya 'gelap' tersebut. Jika tidak, akan ada harga yang harus dibayar mahal lewat eskalasi massa yang akan turun ke jalanan yang jauh lebih besar dibanding aksi demonstrasi pada Kamis (22/8).

"Dan juga mungkin itu akan membuat kericuhan," imbuhnya.

Untuk itu dia meminta masyarakat dan para aktivis tidak lengah, tetap mewaspadai segala kemungkinan yang akan terjadi, setidaknya hingga  pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dimulai Komisi Pemilihan Umum atau KPU pada 27 sampai dengan 29 Agustus mendatang.

Rekam Jejak Pengabain Putusan MK

Massa saat menggelar aksi tolak intervensi politik terhadap hakim MK di Patung Kuda, Jakarta, Kamis, (18/4/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Massa saat menggelar aksi tolak intervensi politik terhadap hakim MK di Patung Kuda, Jakarta, Kamis, (18/4/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Pengabaian putusan MK yang dilakukan pemerintah dan DPR bukan perkara baru. Berdasarkan kajian yang dosen hukum Universitas Trisakti Tri Sulistyowati berjudul 'Implikasi Putusan dan Pengaruh Putusan MK terhadap Pembentukan Hukum' pada 2023 menemukan sejumlah  putusan MK yang diabaikan.

Dia menemukan pada rentang waktu 2013 sampai dengan 2018 terdapat 109 putusan MK. Dari seluruhnya,  terdapat 41 putusan atau 37 persen yang tidak dipatuhi, 6 atau 5,5 persen dipatuhi sebagian, dipatuhi seluruhnya 59 atau 54,1 persen, dan belum diketahui 3 putusan atau 2,7 persen. Pada 2014, Tri Sulistyowati setidaknya menemukan 14 putusan MK tidak dipatuhi.

Adapun sejumlah putusan yang tidak dipatuhi atau dalam bentuk lain  di antaranya, putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 26 Tahun 2018 jo. Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah.

Kemudian putusan MK Nomor 10/PUUXV/2017 yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Konsil Kedokteran Indonesia. Lalu putusan MK Nomor 95/PUU-XIV/2016 yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Program Profesi Advokat.

Penentuan tingkat  kepatuhan dari 109  putusan MK tersebut dipandanganya berdasarkan dua kategori, self-implementing atau kepatuhan dilihat secara praktis, dan non self-implenting atau kepatuhannya dilihat dari sisi praksis atau normatifnya secara alternatif.

Dalam pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Pasal I Angka 8 UU Nomor 8 Tahun 2011 juncto UU Nomor 7 Tahun 2020,  ditegaskan bahwa sifat final putusan MK dalam undang-undang mencakup pula kekuatan hukum mengikat atau final and binding.

Tri Sulistyowati mengungkap  penyebab putusan MK tidak dipatuhi.  Pertama, lantaran MK tidak memiliki aparat dan kelengkapan apapun untuk menjamin penegakan keputusannya, meskipun secara alamiah kelembagaan. Kedua, karena tidak adanya polisi atau juru sita pengadilan dan instrumen lain untuk melaksanakan apapun yang diputuskan MK.

Bahaya DPR Tetap Ngotot

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar atau akrab disapa Uceng menyebut putusan terkait ambang batas Pilkada dan syarat usia calon kepada daerah adalah bentuk siumannya Mahkamah Konstitusi. 

Setelah, putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden yang akhirnya membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi maju sebagai cawapres dan telah terpilih.

 "Jadi saya anggap ini semacam bagaimana MK mengembalikan marwah demokrasi," kata Uceng saat ditemui Suara.com di gedung MK, Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Dia menyayangkan adanya upaya DPR untuk mengabaikan putusan MK. Disebutnya anggota parlemen di Senayan perlu diajari soal konstitusionalitas agar bertindak sesuai dengan konstitusi yang berlaku.

Uceng menegaskan putusan MK bersifat mengikat setelah diketok palu dan setara dengan undang-undang. Oleh karena ketika MK telah memutuskan tidak perlu dilakukan revisi, melainkan ditindaklanjuti melalui peraturan turunannya.

"Jangan malah kemudian pelaksanaannya itu tidak dibuat. Malah yang dibuat mencoba menegasikan bunyi undang-undang," tegasnya.

Jika DPR tetap memilih ngotot memaksa mengesahkan revisi UU Pilkada, disebut Uceng akan membuat DPR keributan sendiri, sebab akan banyak keributan yang akan terjadi.

"Misalnya kalau PDIP sudah mendaftarkan pakai putusan MK, kemudian harus dibawa lagi ke MK.  Kemudian undang-undang yang mereka buat itu di judicial review lagi ke MK," katanya.

Meski demikian, Dosen hukum tata negara Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Manunggal Kusuma Wardaya tidak memungkiri bahwa keputusan hukum, termasuk juga yang diputuskan oleh MK merupakan produk dari sebuah proses politik. 

Ia menjelaskan, bahwa komposisi Hakim MK di Indonesia merupakan representasi dari tiga cabang kekuasaan. Mereka terdiri dari tiga orang usulan Presiden, tiga orang usulan dari DPR dan  tiga orang diusulkan oleh Mahkamah Agung (MA).

“Jadi  enam dari hakim (MK) kan dari lembaga pembuat undang-undang, atau lembaga yang produknya akan diuji gitu. Itu saja sudah problematis sendiri ya. Tapi itulah hukum kita,” ujar Manunggal. 

Oleh sebab itu, Manunggal menegaskan, jika memang tidak ada konflik kepentingan politik di balik revisi itu, DPR seharusnya taat pada putusan MK. Namun, kenyataannya justru sebaliknya. Publik melihat DPR seolah ingin melakukan pemabangkangan terhadap putusan MK. Situasi ini yang menurut Manunggal sebagai tindakan yang sulit diterima dan memicu kemarahan.

“DPR tuh tidak belajar dari sejarah bahwa rakyat tuh bisa marah.”

Para guru besar Universitas Indonesia memperingatkan bahwa jika DPR terus mengabaikan putusan MK, ini bisa memicu sengketa antar lembaga negara, seperti MK dan DPR. Akibatnya, masyarakat akan dirugikan oleh aturan yang kontraproduktif, meruntuhkan kewibawaan negara dan hukum, serta menurunkan kepercayaan publik.

Konsekuensinya, kewibawaan negara, lembaga, dan hukum runtuh, diikuti oleh hilangnya kepercayaan masyarakat.

Upaya DPR

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menemui Wakapolda Metro Jaya Brigjen Djati Wiyoto Abadhy di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (23/8/2024). (Suara.com/Yasir)
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menemui Wakapolda Metro Jaya Brigjen Djati Wiyoto Abadhy di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (23/8/2024). (Suara.com/Yasir)

Upaya DPR untuk merevisi UU dianggap sebagai bentuk pengangkangan terhadap demokrasi dan konstitusi. Revisi ini terkait dengan upaya Koalisi Indonesia Maju (KIM) menghalangi Anies Baswedan maju dalam Pilkada Jakarta, sekaligus membuka jalan bagi Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, dalam Pilkada Jawa Tengah.

Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Garuda terkait UU Pilkada, dengan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah. Ambang batas baru ini disesuaikan dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT), seperti syarat calon independen. Dengan aturan ini, partai tanpa kursi di DPRD tetap bisa mencalonkan kandidatnya.

Di Jakarta, yang berpenduduk 6-12 juta, partai hanya perlu mengamankan 7,5% suara sah dari DPT. Hal ini membuka peluang bagi Anies Baswedan, yang baru saja ditinggalkan PKS, NasDem, dan PKB, untuk kembali maju. PDIP bahkan disebut-sebut bisa berkoalisi dengan Anies, mengingat partai ini belum mengumumkan calon di Pilkada Jakarta dan merupakan satu-satunya partai yang berseberangan dengan pemerintahan Jokowi.

Selain itu, MK juga menetapkan syarat usia minimal 30 tahun bagi calon gubernur dan wakil gubernur. Putusan ini menutup jalan bagi Kaesang yang belum berusia 30 tahun untuk maju di Pilkada Jawa Tengah, yang sebelumnya diperbolehkan oleh putusan Mahkamah Agung (MA).

Sehari setelah putusan MK ini, DPR tiba-tiba menggelar rapat untuk membahas revisi UU Pilkada, dengan tujuan mengabaikan putusan MK terkait ambang batas dan syarat usia calon kepala daerah. DPR ingin menetapkan ambang batas hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD, yang berpotensi menghalangi PDIP mencalonkan kandidat di Pilkada Jakarta. Sementara itu, DPR juga ingin tetap mengikuti putusan MA mengenai usia minimal 30 tahun saat pelantikan, yang memungkinkan Kaesang untuk maju.

Politisi Gerindra, Dasco, membantah bahwa revisi UU Pilkada ini untuk kepentingan partai-partai di KIM.

"Sebenarnya kalau kita ngomong revisi UU Pilkada ini hanya kepentingan koalisi Indonesia maju, ya, tidak juga. Karena yang pertama, fokus kita bagaimana menyusun tatanan yang kita atur di kabupaten/kota itu karena putusan MK ini bisa menjadi berubah," ujar Dasco di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (23/8/2024).

Menurutnya putusan MK itu tidak hanya berdampak KIM, namun bagi partai diluar koalisinya.

"Nanti bisa dilihat,  bahwa sedikit banyak tatanan di pilkada-pilkada itu akan berubah karena partai yang tadinya berkoalisi dengan ini,  karena dia enggak cukup karena keputusan MK, ya, dia bisa mencalonkan, karena dia berpikir, ah saya majuin calon saya, kan begitu," ujarnya.

Sementara alasan dibatalkannya pengesahan revisi UU Pilkada dikatakan Dasco karena tata tertib aturan sidang paripurna yang tidak terpenuhi. Dia juga membantah pembatalan pengesahan itu karena adanya aksi unjuk rasa di depan kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.

Disebutnya sidang yang awalnya akan dimulai pukul 09.00 WIB sempat ditunda 30 menit  karena tata tertib tidak terpenuhi. Pada saat itu juga disebutnya massa pengunjuk rasa belum merapat.

"Sampai 10.00 WIB  kemudian menurut tata tertib itu tidak dapat diteruskan sehingga kita tidak jadi laksanakan," ujarnya.

 Kemudian, Dasco  mengklaim dalam waktu dekat ini tidak akan sidang akan kembali membahas pengesahan Revisi UU Pilkada. Sekaligus juga membantah akan ada sidang yang dilaksanakan secara diam-diam.

 "Di badan legislasi itu kita terbuka, live. Timus, timsin, panja itu bisa  tidak kita batasi. Wartawan bisa meliput. Argumen semua dikemukakan di situ juga bisa diliput," katanya. 

Terbaru
Demokrasi Santun di Era Baru Rezim Prabowo: BEM FISIP Unair Dibungkam, Najwa Shihab Diserang
polemik

Demokrasi Santun di Era Baru Rezim Prabowo: BEM FISIP Unair Dibungkam, Najwa Shihab Diserang

Senin, 04 November 2024 | 16:07 WIB

"Sekarang upaya pelemahan demokrasi ini semakin eksplisit dan enggak malu-malu lagi," kata Nenden.

Zarof Ricar, Pintu Masuk Membuka Kotak Pandora Mafia Peradilan polemik

Zarof Ricar, Pintu Masuk Membuka Kotak Pandora Mafia Peradilan

Jum'at, 01 November 2024 | 15:00 WIB

Penyidik Kejaksaan Agung kaget bukan kepalang saat menggeledah rumah mewah Zarof Ricar

Prabowo Bentuk Kemendiktisaintek, Nasib BRIN Menggantung polemik

Prabowo Bentuk Kemendiktisaintek, Nasib BRIN Menggantung

Kamis, 31 Oktober 2024 | 17:21 WIB

"Jadi secara umum memang kami itu sedang galau dan gelisah soal posisi BRIN itu mau di kemanakan," kata sumber Suara.com di lingkungan BRIN.

Dari Janji Manis ke Kenyataan Pahit: Kesenjangan Gender di Kabinet Prabowo Subianto polemik

Dari Janji Manis ke Kenyataan Pahit: Kesenjangan Gender di Kabinet Prabowo Subianto

Rabu, 30 Oktober 2024 | 16:53 WIB

"Kenapa perempuan masih susah masuk di kabinet, karena persoalan di kabinet ini persoalan politik, sangat erat dengan lobi-lobi politik," kata Kurniawati.

Janji Manis Hilirisasi, Pahitnya Realita Warga Bantaeng Terpapar Polusi Tanpa Solusi polemik

Janji Manis Hilirisasi, Pahitnya Realita Warga Bantaeng Terpapar Polusi Tanpa Solusi

Rabu, 30 Oktober 2024 | 11:26 WIB

Cerita warga di sekitar proyek hilirisasi nikel yang bertahan hidup dengan risiko kematian.

Karpet Merah Jokowi untuk Ormas Agama 'Main' Tambang video

Karpet Merah Jokowi untuk Ormas Agama 'Main' Tambang

Rabu, 30 Oktober 2024 | 09:00 WIB

Sejauh ini, tak ada jaminan ormas keagamaan mampu lebih baik mengelola pertambangan di Indonesia.

Mengenal Liquid Life: Nasib Orang Bisa Ditentukan dari Video Viral video

Mengenal Liquid Life: Nasib Orang Bisa Ditentukan dari Video Viral

Selasa, 29 Oktober 2024 | 17:21 WIB

Nasarius, kehilangan pekerjaan sebagai satpam di Plaza Indonesia akibat potongan video yang merekam dirinya memukul anjing khusus pengamanan viral di media sosial.