Proyek Investasi "Ugal-ugalan" Perusahaan Pelat Merah, Eks Direktur Komersial PGN Jadi Tersangka

Proyek Investasi "Ugal-ugalan" Perusahaan Pelat Merah, Eks Direktur Komersial PGN Jadi Tersangka


Suara.com - KOMISI Pemberantasan Korupsi mengusut kasus rasuah di Perusahan Gas Negara atau PT PGN Tbk dengan nilai kerugian ditaksir mencapai ratusan miliar. Kasus dugaan korupsi ini terkait transaksi jual beli gas antara PGN dengan PT Inti Alasindo Energi (PT IAE) tahun 2017-2021.

KPK telah menaikan status hukumnya ke tahap penyidikan. Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka. 

Menurut dokumen perkara yang diperoleh Suara.com, kedua tersangka itu atas nama Danny Praditya selaku Direktur Komersial PT PGN Tbk periode 2016-2019. Saat ini yang bersangkutan menjabat Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Sedangkan tersangka kedua, Iswan Ibrahim sebagai Direktur Utama PT Isargas 2017 sekaligus Komisaris PT IAE. 

Saat dikonfirmasi Suara.com, tim juru bicara KPK Budi Prasetyo tak membantah penetapan tersangka Danny dan Iswan. Hanya saja, para tersangka akan diumumkan secara resmi ketika dilakukan penahanan.

“KPK akan mengumumkan pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka pada saat nanti ada upaya paksa,” kata Budi.

Budi belum bisa menjelaskan konstruksi perkara. Penyidik masih mendalami kasus, salah satunya dengan mengumpulkan informasi dari saksi-saksi.

Penyidikan perkara dilakukan KPK berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berdasarkan dokumen hasil audit BPK yang diterima tim redaksi Suara.com, dugaan korupsi ini berawal dari adanya kerja sama PJBG antara PGN dan PT IAE yang diduga melanggar Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2016. Aturan tersebut salah satunya melarang transaksi jual beli gas bertingkat. Selain itu, juga disinyalir adanya permainan di balik proses persetujuan hingga pembayaran uang muka senilai USD15 juta dari PGN kepada PT IAE.

Danny selaku Direktur Komersil PT PGN Tbk ketika itu berperan menyusun dan menyetujui rencana kerja sama dan pemberian uang muka sebesar USD15 juta kepada PT IAE tanpa ada kajian atau dilakukan secara ugal-ugalan. Sehingga berdampak tidak tertagihnya piutang sebesar USD14,194 juta.
 Selain Danny, dalam laporan hasil audit BPK, Direktur Utama dan Direksi PGN pada 2017 juga disebut turut menyetujui pemberian uang muka kepada PT IAE tanpa mempertimbangkan mitigasi risiko. 

Dalam dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya dan Investasi Tahun 2017 sampai semester I 2022 disebut, PGN membuat Kesepakatan Bersama (KB) dengan PT Inti Alasindo, PT Isar Aryaguna, dan PT IAE pada 2 November 2017. KB Nomor: 014901.MoU/HK.02/COD/2017 itu kemudian menghasilkan empat poin kesepakatan. 

Kesepakatan pertama berupa perikatan PJBG atas alokasi gas PT IAE yang bersumber dari Husky CNOOC Madura Ltd (HCML), yang mana PT IAE berstatus sebagai penjual dan PT PGN sebagai pembeli. Kedua, KB tersebut juga menyepakati adanya pembayaran uang muka sebesar USD15 juta atau setara Rp202,41 miliar (kurs Rp13.494 per-dolar AS pada 2 November 2017) dengan jaminan Parent Guarantee dan jaminan jaringan pipa PT Banten Inti Gasindo (BIG) yang merupakan jaringan pipa milik PT IAE dan Aryaguna. 

Infografis proyek investasi PGN tersangkut kasus korupsi. [Suara.com/Iqbal]
Infografis proyek investasi PGN tersangkut kasus korupsi. [Suara.com/Iqbal]

Ketiga, rencana akuisisi PT Isargas Grup di mana pembayaran uang muka dapat diperhitungkan sebagai pembayaran akuisisi. Keempat, PGN menjadi penyedia gas untuk seluruh afisiliasi PT Isargas Grup.

Pembayaran uang muka sebesar USD15 juta ini dimanfaatkan PT IAE untuk membayar utang ke PT Pertagas Niaga atau PTGN sebesar USD8 juta, BNI USD2 juta dan Aryaguna USD5 juta. PGN lantas membayarkan uang muka atau advance payment USD15 juta tersebut kepada PT IAE pada 17 November 2017.

Tujuan PGN saat itu melakukan kerja sama dengan PT IAE demi meningkatkan pertumbuhan penjualan di area Jawa Timur. Selain ada kekhawatiran PT IAE akan diakuisisi PT Pertagas Niaga yang merupakan pesaing besar PGN.

Hasil pemeriksan BPK menemukan adanya beberapa masalah di balik pemberiaan uang muka sebesar USD15 juta dari PGN kepada PT IAE. Pertama, keputusan Direksi PGN atas pemberian uang muka tersebut tidak mengacu kajian tim internal atas mitigasi risiko dan cost benefit analysis, serta tidak didukung jaminan yang memadai. Salah satunya, jaminan fidusia jaringan pipa PT Banten Inti Gasindo (BIG) senilai Rp16,79 miliar yang jauh lebih kecil dibandingkan nilai uang muka yang diberikan.

BPK juga menemukan masalah berkaitan dengan pemberian uang muka kepada PT IAE yang tidak didahului analisis keuangan yang memadai dan uji kelayakan atau due diligence. PGN diketahui baru melakukan due diligence rencana akuisisi pada 20 April 2018 atau setelah uang muka diberikan. Hasil gambaran kondisi perusahaan atau due diligence oleh konsultan PT Bahana pada 20 Juli 2018, menyarankan PGN tidak mengakuisisi PT IAE. Sebab PT IAE memunyai nilai pasar wajar negatif; nilai current liability lebih besar dibanding current asset, artinya jatuh tempo utang usaha yang harus dibayarkan lebih gede ketimbang nilai aset yang dapat dicairkan dalam jangka pendek.

Pemberian uang muka kepada PT IAE dari hasil pemeriksaan BPK juga dinilai telah melanggar Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi yang salah satunya melarang transaksi atau niaga gas bertingkat. Skema jual beli antara PGN dengan PT IAE berdasar hasil pengawasan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas pada 2 Desember 2020 termasuk penjualan bertingkat, karena PGN membeli gas bukan langsung dari HCML selaku produsen gas. Dirjen Migas pada 15 Januari 2021 telah memberikan teguran kepada PGN untuk menghentikan pembelian gas ke PT IAE.

Pada 2021 PGN kemudian menghapus atau impairment piutang uang muka ke PT IAE sebesar USD14,194 juta. Impairment dilakukan karena PT IAE diproyeksikan tidak dapat memenuhi pengembalian uang muka sampai dengan berakhirnya kontrak PJBG. 

Dalam dokumen BPK, PT Isargas sempat menawarkan tiga mekanisme terkait pengembalian atas pembayaran uang muka. Pertama PT Isargas menawarkan akuisisi perusahaan PT Isargas dan atau perusahaan terafiliasi. Kedua memanfaatkan kapasitas infrastruktur PT Isargas untuk kepentingan PGN. Ketiga, menjual alokasi gas PT Isargas ke PGN. Namun ketiga mekanisme tersebut dinilai tidak dapat memberikan dampak finansial untuk mengkompensasi uang muka yang telah diberikan ke PT IAE.

BPK lantas merekomendasikan Direksi PGN agar mengoptimalkan pemulihan piutang uang muka kepada PT IAE sebesar USD14,194 juta. Kemudian juga merekomendasikan agar berkoordinasi dengan Direksi PT Pertamina dan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan ini ke aparat penegak hukum.

Respons PGN

Pj. Sekretaris Perusahaan PGN Susiyani Nurwulandari saat ditanya terkait kasus ini mengklaim pihaknya meghormati proses hukum yang tengah berjalan. Dia juga memastikan PGN akan bekerja sama dengan KPK dan bersikap kooperatif. 

“Fokus kami saat ini mengikuti perkembangan proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK,” kata Susi kepada Suara.com, Senin (10/6).

Susi juga menyampaikan bahwa perkara hukum yang menjerat mantan Direktur Komersial PT PGN ini tidak akan menganggu kegiatan operasional perusahan. PGN menurutnya terus berupaya meningkatkan tata kelola perusahaan dengan menjunjung tinggi prinsip Good Corporate Governance atau GCG yang berlaku.

“Kami memastikan bahwa langkah penegakan hukum oleh KPK ini tidak akan mengganggu kegiatan operasional, layanan terhadap pelanggan serta bisnis perusahaan ke depan,” ujar dia.

KPK sendiri telah melakukan serangkaian penyidikan. Mulai dari penggeledahan di beberapa lokasi yang berlangsung pada 28-29 Mei 2024. 

Tiga tempat di antaranya kantor pusat perusahaan yang berada di Jakarta, yakni PT IAE, PT Isargas, dan PGN. Kemudian rumah Danny sebagai tersangka di Tangerang Selatan dan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kemudian rumah Iswan Ibrahim di Kota Bekasi, Jawa Barat. Serta cabang PT IAE yang berada di Gresik, Jawa Timur pada 31 Mei 2024. Dalam penggeledahan itu, KPK menemukan sejumlah dokumen berupa transaksi keuangan dan mutasi rekening bank. 

Selain itu, KPK mencegah dua orang bepergian ke luar negeri. KPK belum mengungkap identitas keduanya, namun berdasarkan informasi yang dihimpun, mereka adalah Danny Praditya dan Iswan Ibrahim. Keduanya dicegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan ke depan. 

“Pihak dimaksud adalah penyelenggara negara dan pihak swasta. Cegah ini adalah pengajuan pertama dan dapat perpanjang kembali sesuai dengan kebutuhan penyidikan,” kata Ali Fikri saat masih menjabat kepala bagian pemberitaan KPK pada 28 Mei lalu. 

Terbaru, pada Senin 10 Juni kemarin, penyidik memanggil delapan orang saksi untuk diperiksa di gedung KPK. Satu di antaranya Iswan Ibrahim yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. 

Tujuh saksi lainnya, Arso Sadewo selaku komisaris utama PT IAE, Bagas selaku corporate secretary PT PGN, Dilo Seno Widagno selaku direktur infrastruktur dan Teknologi tahun 2016, dan direktur komersial PT PGN tahun 2019, serta Jobi Triananda selaku direktur utama PT PG 2017-2018. 

Kemudian, Fadjar Harianto selaku direktur keuangan dan manajemen risiko PGN, Octavianus Lede Mude Ragawino selaku head gas suplay devision PT PGN, dan Sunanto selaku government community relations, dan Pjs. corporate secretary PT PGN.

______________________________________________________ 

Tim Reportase: Muhammad Yasir | Yaumal Asri Adi Hutasuhut