Kerap 'Salah Baca' Jumlah Suara, Sirekap KPU Diduga Pakai OCR Gratisan

Kerap 'Salah Baca' Jumlah Suara, Sirekap KPU Diduga Pakai OCR Gratisan


Suara.com - Digadang-gadang jadi andalan akurasi data Pemilu 2024, Sirekap milik KPU justru jadi persoalan. Foto jumlah suara sering salah. OCR yang tertanam di aplikasi diduga gratisan milik Google. 

KAMIS 15 Februari 2024 dini hari, Hari Widyawan masih sibuk melakukan pemberkasan rekapitulasi hasil suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 050 Kelurahan Cijantung, Jakarta Timur.

Bersama sejumlah personel Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) lainnya, Hari mengaku waswas bila nantinya Form C1 Hasil Plano tidak terunggah melalui aplikasi Sirekap.

“Saat itu, rasa khawatir kami gede banget. Soalnya kalau enggak ter-upload bisa jadi masalah kan,” kata Hari, Minggu (17/3) akhir pekan lalu.

Tak disangka-sangka, Hari dan kawan-kawan justru harus menunggu berjam-jam untuk bisa memastikan hasil fotonya bisa terunggah.

"Pas difoto (Form C1) kayak langsung stak, enggak langsung jadi angkanya tuh. Cuma bisa di-next saja. Akhirnya, kami foto-fotoin dulu Form C yang lainnya."

Sekira jam 02.30 WIB, Hari dan kawan-kawan memutuskan untuk menyerahkan hasil rekapitulasi di Form C1 ke PPK Kecamatan, tanpa memastikan lagi hasil foto pemindaian plano sudah terunggah atau belum di laman Pemilu2024.kpu.go.id.

"Pas itu, ada teman-teman di TPS lain mengecek ke kami. Mereka bertanya 'sudah selesai apa belum', karena melihat kami masih menunggu hasil unggahan."

"Mereka bilang 'dikumpulin aja ke PPK Kecamatan, nanti kalau ada kurang-kurang dari hasil fotonya, tinggal nunggu dipanggil buat foto ulang,'" katanya menirukan.

Sebenarnya, ada kejanggalan terkait penggunaan teknologi yang baru kali pertama dipratikkan pada Pemilu 2024.

Hari mengemukakan, persoalan itu seperti penulisan angka yang berbeda-beda.

"Kayak penulisan angka 1 dan 7 misalnya. Kalau dalam plano, ada kotak berisi titik-titik yang harus disambung membentuk angka. Untuk angka 1 ini agak membingungkan untuk peletakannya, karena titiknya berjajar di tiga kolom. Jadinya angka 1 ini diletakkan di depan, tengah, atau belakang, kita bingung," katanya.

Sementara untuk angka tujuh, ia mencontohkan membentuk garis panjang di titik satu hingga ketiga dan kemudian turun ke bawah menjadi angka numerik seperti ditemui dalam kalkulator atau papan skor.

"Tapi ada juga yang menulisnya setelah garis lurus di atas kemudian dibikin serong ke kiri," ucapnya.

Selain persoalan angka tersebut, ia juga mengemukakan soal bentuk silang yang sebenarnya menunjukkan kotak tidak digunakan alias 0.

Dalam surat suara ada 3 kotak yang diisi angka hasil. Bila angkanya tidak mencapai ratusan, maka kotak di urutan pertama diisi tanda silang.

"Nah ini juga soal tanda silang tidak secara spesifik dijelaskan. Ada yang silangnya full, dari ujung ke ujung, ada yang tidak. Yang jelas saat bimtek instruksinya bebas saja," ujarnya.

Pengetahuan tersebut didapatnya dari mengikuti Bimtek Sirekap yang dilakukan pada H-4 sebelum hari pencoblosan, 14 Februari 2024.

Saat itu, Hari mengatakan bersama Anggota KPPS di TPS-nya mengikuti Bimtek Sirekap yang tidak dilakukan dengan Bimtek KPPS.

“Bimtek Sirekap itu kalau enggak salah H-4 deh (jelang hari pencoblosan). Kalau Bimtek KPPS sudah dilakukan duluan,” ujarnya.

Saat Bimtek Sirekap, ia dan tim berkesempatan melakukan simulasi membaca hasil tulis tangan di kertas serupa C1 plano.

Dalam simulasi yang ditampilkan, berupa surat suara pilpres yang menampilkan tiga pasang calon. Namun, nama yang digunakan tidak merujuk pada nama capres-cawapres dalam kontestasi Pilpres 2024.

Saat disimulasikan, ternyata ditemukan keanehan. Hasilnya, ketika memfoto hasil simulasinya menggunakan aplikasi Sirekap, malah tidak sinkron dengan tulisan.

“Hasilnya enggak sama, apa yang saya tulis, sama yang dibaca aplikasi,” ujarnya.

Spesifikasi Ponsel

HARI mengakui, pernah bertanya mengenai persoalan tersebut saat bimbingan teknis KPU. Secara spesifik, dia mempertanyakan apakah ada ponsel dengan fitur kamera khusus agar hasil pemindaian Form C1 Plano terbaca secara benar. 

"Tapi jawabannya, semua ponsel bisa dipakai. Ternyata, fitur kameranya langsung pakai bawaan di dalam aplikasi Sirekap," ujarnya.

Hari mengungkapkan, pada aplikasi Sirekap, tertanam fitur kamera yang menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) dengan kemampuan memindai angka dan huruf untuk dikonversikan ke dalam situs Pemilu2024.kpu.go.id.

Berdasarkan penelusuran Suara.com, ada tata cara dalam menuliskan hasil form C1 menggunakan spidol.

Seperti untuk menyatakan nilai kosong, maka dituliskan angka 0 atau huruf X. Namun dalam penulisannya disarankan menulis angka 0.

Metode penulisan Form C Hasil Pemilu 2024.
Metode penulisan Form C Hasil Pemilu 2024.

Apabila menuliskannya dengan X, maka garis silang tersebut tidak boleh menempel pada kotak agar tidak dideteksi sebagai angka 8.

Metode penulisan Form C Hasil Pemilu 2024.
Metode penulisan Form C Hasil Pemilu 2024.

Kemudian angka 7 ditulis seperti biasa atau bisa menggunakan garis. Ketentuan-ketentuan umum itu bila tidak dipraktikkan, bakal berdampak pada hasil di Sirekap yang menggunakan built in modul fungsi optical character recognition (OCR).

Untuk diketahui, OCR sendiri berfungsi mengonversi gambar teks menjadi format teks yang bisa terbaca mesin, seperti dalam mekanisme kerja Sirekap.

Namun, masalahnya, menurut Ketua Cyberity Arif Kurniawan, OCR yang digunakan dalam Sirekap diduga menggunakan piranti lunak gratis Tensorflow Lite.

“Itu open source punya Google. Membaca (misal) 017 itu dia pakai kecerdasan buatan, machine learning, namanya Tensorflow Lite, TF Lite,” ujarnya.

Arif mengatakan, TF Lite memiliki keterbatasan. Sebab, bisa jadi, ketika memotret suatu objek, hasil konversinya akan berbeda-beda, pun bila menggunakan gawai yang sama.

“Orangnya beda, tapi HP-nya sama, itu hasilnya bisa beda kalau pakai TF Lite. Jadi bayangkan ketika HP orang di TPS kan macam-macam, bukan cuma satu jenis. HP yang sama hasilnya beda, apalagi HP yang berbeda-beda di setiap TPS. Itu masalah utama,” ujarnya.

Sebenarnya, kata dia, sudah menjadi hal yang diketahui umum bahwa Sirekap menggunakan Tensorflow Lite.

“Itu sudah ada penelitiannya, kelanjutan dari Situng yang dipakai KPU dulu. Tahun 2021 ada beberapa skripsi dan tesis menyimpulkan Sirekap memang bermasalah juga dalam proses penghitungan."

Ledakan Suara PSI

BELAKANGAN, fenomena lonjakan perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Pemilu 2024 juga dikait-kaitkan dengan masalah OCR pada aplikasi Sirekap.

'Ledakan' suara PSI itu menjadi pembicaraan hangat di kalangan pollster atau peneliti di kalangan Lembaga survei.

Tercatat ledakan suara PSI terjadi pada Sabtu (2/3/2024), berdasarkan data sementara yang masuk dari sejumlah TPS di Sirekap kian menjanjikan.

Angka perolehan partai berlambang mawar tersebut mencapai 3,31 persen dari sebelumnya berada pada kisaran 2,6 persen.

Pergerakan suara ini mengagetkan semua pihak, bahkan Litbang Kompas menyebut anomali tersebut menerabas teorema mapan statistik yang telah diamini selama tiga abad.

Direktur Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi pun bereaksi dengan menyatakan dalam cuitan di akun X. Menurutnya PSI dan Gelora mengalami lonjakan yang tidak wajar.

“Sementara perolehan suara PSI 'meledak' hanya dalam beberapa hari terakhir saja. Biasanya kalau data masuk di Sirekap sudah besar dan proporsional, suara partai-partai tidak akan sedinamis ini," tulis Burhanuddin.

Polemik itu berlanjut dengan banyaknya temuan form C1 hasil yang menunjukkan adanya ‘salah baca’ Sirekap terhadap perolehan suara PSI.

Perbedaan perolehan suara PSI pada Form C Hasil Plano TPS 02, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, dengan Sirekap KPU.
Perbedaan perolehan suara PSI pada Form C Hasil Plano TPS 02, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, dengan Sirekap KPU.

Misalnya, pada TPS 02, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, Form C Hasil plano menunjukkan PSI sama sekali tak mendapat suara pemilih. Tapi pada Sirekap, partai itu mendapat 23 suara.

Perbedaan perolehan suara PSI pada Form C Hasil Plano TPS 04, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, dengan Sirekap KPU.
Perbedaan perolehan suara PSI pada Form C Hasil Plano TPS 04, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, dengan Sirekap KPU.

Hal yang sama juga terjadi di TPS 04, partai yang diketuai Kaesang Pangarep itu tercatat pada Form C Hasil plano tidak mendapat suara pemilih. Namun dalam Sirekap, mereka mendapat 23 suara.

Meski begitu, KPU membantah terjadinya penggelembungan suara PSI. Idham Holik, anggota komisi mengatakan, anomali data Sirekap tidak sesuai dengan Form C 1 hasil, disebabkan OCR yang tidak akurat.

“Di sini pentingnya peran serta aktif pengakses Sirekap untuk menyampaikan telah terjadinya ketidakakuratan tersebut. Sejak awal, sesuai rekomendasi Bawaslu, bahwa Sirekap harus diakurasi datanya sesuai data C hasil plano dan data itu sedang dalam proses akurasi,” kata Idham kepada wartawan, Senin (4/3).

Terlepas dari persoalan penggelembungan suara tersebut, Hari mengungkapkan secara teknis bila ada kesalahan dalam pemindaian angka yang tertera dalam Sirekap untuk Pilpres, tidak bisa diperbaiki.

“Cuma ada sesuai atau tidak sesuai, begitu saja."

Namun, hal tersebut tidak terjadi pada calon legislatif (caleg). Ia mengungkapkan, aplikasi Sirekap untuk pemilihan legislatif memiliki fitur edit angka, kalau terjadi kesalahan dalam foto pemindaian.

“Kalau yang lain bisa diedit, untuk surat suara legislatif,” ujarnya.

Jejak Sirekap

Sebelum digunakan untuk Pemilu 2024, Sirekap sejatinya sudah digunakan dalam Pilkada serentak tahun 2020 silam.

Saat itu, uji coba Sirekap dilaksanakan di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Berdasarkan hasil ‘pecobaan Sirekap’ dalam pilkada serentak, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengungkap sejumlah kelemahan.

“Ternyata autentikasi saksi hanya verbal. Ini harus dipikirkan secara serius, agar saksi tidak berubah-ubah. Bagaimana autentikasi saksi ini bisa terekam? Apakah bisa dengan sidik jari atau sebagainya,” kata Anggota DKPP saat itu, Didik Supriyanto.

DKPP juga menyoroti keterampilan petugas TPS beradaptasi dengan aplikasi Sirekap.

“Catatan selanjutnya adalah aplikasi ini mau diterapkan sekaligus, mengganti sistem manual yang ada. Hanya beberapa daerah yang punya kapabilitas atau sebagai pendamping dari sistem yang ada,” ujarnya.

Sementara dalam Pilkada 2020 di 21 kabupaten/kota Jawa Tengah, mengutip situs Bawaslu setempat, sebagian besar proses rekapitulasi suara di wilayah tersebut dilakukan manual.

Alih-alih memudahkan petugas KPPS, Sirekap malah membuat kendala baru lantaran Sirekap tidak bisa diakses atau tidak lancar saat dibuka.

“Pengawasan Bawaslu menyebut hanya ada satu kabupaten yang sepenuhnya menggunakan Sirekap dalam rekapitulasi, yakni Kabupaten Sragen,” tulis Bawaslu Jateng dalam lamannya.

Kabupaten Sragen sendiri sejak awal sepenuhnya lancar dalam akses jaringannya. Sedangkan metode penghitungan manual dilakukan di sejumlah wilayah yang meliputi, Pekalongan, Kota Magelang, Purworejo, Kebumen, Blora, Kabupaten Pekalongan, Klaten, Kabupaten Semarang, Sukoharjo, Pemalang, Wonogiri, dan Wonosobo.

Dalam catatan Bawaslu Jateng, pada tahap rekapitulasi perolehan suara di tingkat kecamatan, hampir seluruhnya juga dilakukan secara manual.

Meskipun dalam perencanaan dilakukan melalui Sirekap, sistem ini tak bisa diakses pada hari H rapat pleno rekapitulasi.

Persoalan ini yang mengakibatkan proses rekapitulasi di kecamatan terhambat secara teknis, karena harus dilakukan penyesuaian-penyesuaian.

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menyebut, Sirekap sudah menunjukkan banyak persoalan seperti kemunculan anomali data  dari teknologi OCR yang membaca Form C1 Hasil.

“Jadi, memang bisa dikatakan sistem ini memang tidak siap untuk digunakan dari awal,” kata Wahyudi.

------------------------------------------------

Reporter: Dea Hardiningsih Irianto

Penyunting Pertama: Chandra Iswinarno

Penyunting Akhir: Reza Gunadha