Suara.com - Perdebatan sistem pemilihan umum (pemilu) menjadi salah satu yang menonjol menjelang gelaran kontestasi politik 2024 mendatang. Pengajuan gugatan untuk mengevaluasi sistem pemilu dengan sistem proporsional terbuka diajukan sejumlah warga ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Bahkan terakhir, Partai Bulan Bintang (PBB) memperkuat gugatan tersebut ke MK dan membuka komunikasi dengan PDIP sebagai partai politik yang mendukung digunakannya sistem proporsional tertutup. Meski begitu, sebelumnya ada delapan partai politik di parlemen yang mendukung sistem proporsional terbuka.
Meski begitu, ada untung rugi terkait pemberlakuan proporsional terbuka yang mulai diberlakukan dalam Pemilu 2004. Sebelumnya, pemilu di Indonesia sejak zaman Orde Lama hingga masa awal reformasi pada 1999 silam menggunakan sistem proporsional tertutup.
Namun, keinginan agar sistem pemilu dengan proporsional tertutup kembali muncul dengan berbagai pertimbangan, seperti efisiensi waktu hingga biaya yang besar jika tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Sedangkan, keuntungan menggunakan sistem proporsional terbuka, salah satunya adalah warga mengenal calon yang akan menjadi wakilnya di lembaga legislatif.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan tidak ada motif elektoral di balik sidang Mahkamah Konstitusi terkait dukungan terhadap sistem proporsional tertutup.
Pemilihan umum atau pemiliu yang menggunakan sistem proporsional terbuka dan tertutup mempunyai perbedaan, lantas apa perbedaan dari kedua sistem ini?
AHY tegaskan bersama NasDem berada di barisan terdepan menolak sistem pemilu proporsional terbuka.
PDIP masih terganjal dengan pengaruh mantan Presiden Jokowi di Pemerintahan Prabowo.
"Ketakutan pada asing, kekhawatiran pada asing, padahal dia sendiri menerima bantuan-bantuan dari asing," kata Ignatius.
PSI perpanjang pendaftaran ketua umum hingga 23 Juni 2025, di tengah wacana Jokowi ambil alih. Namun, analis menilai wacana Jokowi ambil alih PSI kurang strategis.
Faktornya adalah karena panjangnya antrean haji reguler, mahalnya biaya haji khusus atau furoda, hingga maraknya praktik travel umroh-haji ilegal.
Peristiwa yang dialami siswa SD di Indragiri Hulu ini menjadi peringatan bahaya mengakarnya sikap intoleransi di lingkungan pendidikan.
Buruknya kualitas legislasi DPR RI adalah salah satu faktor di balik banyaknya undang-undang yang digugat ke MK karena
"Antusiasme orang untuk mencari kerja karena angka pengangguran (meningkat)," kata Tadjudin.