Suara.com - Komunitas Sapta Darma dicap sebagai komunitas penyembah Semar. Benarkah demikian? Untuk mengetahuinya, kami bertemu Sukamto, staf Tuntunan Agung Sapta Darma di Yogyakarta.
"Para warga Sapta Darma dalam sujudnya, cara menyembah kita tidak menyembah semar. Tapi semar sebagai gambaran roh suci manusia," kata Sukamto.
"Jadi itu simbol, semar adalah gambaran dari roh suci manusia yang asalnya dari Allah yang maha kuasa," lanjutnya.
Lalu yang menjadi pertanyaan selanjutnya, dari mana ajaran tersebut berasal.
Sukamto lalu memulai ceritanya dari sejak turunnya wahyu. Berikut penuturannya.
Mati 'Sak Jeroning Urip'
Turunnya wahyu ajaran, sekitar di Desa Koplakan, Pandean, Pare, Kediri. Pada tanggal 27 Desember 1952, ada seorang yang bernama Harjo Sepuro. Tengah malam, beliau sedang tidur di tengah rumahnya yang berupa bilik. Beliau menggelar tikar.
Sekitar pukul 01.00 malam, Harjo Sepuro dibangunkan oleh suatu kekuatan yang tidak bisa ditolak. Beliau didudukkan bersila, bersedekap menghadap ke timur. Setelah duduk bersila, mengucapkan 'Allah Yang Maha Agung. Allah Yang Maha Rahim. Allah Yang Maha Adil'.
Harjo Sepuro kemudian dibungkukkan lagi oleh kekuatan. Bungkuk pertama mengucap 'Yang Maha Suci sujud Yang Maha Kuasa', tiga kali menggunakan bahasa Jawa.
Duduk tegak lagi, dan kemudian bungkuk kedua, mengucapkan 'Kesalahane Yang Maha Suci, nyuwun ngapura Yang Maha Kuasa', selama tiga kali.
Tegak. Kemudian bungkuk ketiga, mengucapkan 'Yang Maha Suci mertaubat, Yang Maha Kuasa'.
Seperti itu sampai puku 05.00 pagi. Tiga kali bungkukan seperti itu.
Harjo Sepuro merasa mengucapkan dengan keras. Namun ternyata tidak ada yang mendengar.
Dari pukul 01.00 malam sampai pukul 05.00 pagi, tiga kali bungkukan. Harjo Sepuro merasa dia mengucap dengan keras. Tapi keluarganya tidak ada yang mendengar. Seperti tidur nyenyak saja.
Begitu selesai pukul 05.00 pagi, beliau seperti sudah bisa lepas dari sujud.
Harjo Sepuro bertanya pada istri dan anak-anaknya, 'Apakah kamu mendengar saya tadi mengucap sampai pagi mengucap sedemikian keras?'
Keluarganya mengatakan bahwa tidak mendengar.
Ingin mengetahui apa yang terjadi. Harjo Sepuro ingin pergi ke rumah temannya untuk bercerita.
Ketika masuk ke rumah temannya, mereka berdua melakukan hal yang sama, sujud juga. Setiap hari begitu. Sampai dapat teman sekitar 6 orang, lalu bergiliran.
Harjo Sepuro tak berani pulang. Sampai kira-kira tanggal 13 Februari 1953. Ada suara 'Kamu segara pulang karena mendapatkan pelajaran yang lebih tinggi'.
Setelah pulang, Harjo Sepuro mengobrol dengan teman-temannya, dan berkata,'Teman-teman ini aku mau meninggal. Tolong disaksikan'.
Harjo Sepuro membujur ke kiri dan mengambil posisi seperti layaknya orang meninggal dunia.
Kemudian Harjo Sepuro lepas, roh sucinya (Yang Maha Suci) keluar melewati tempat yang sangat indah sampai ke tempat bangunan yang sangat bagus. Bertemu dengan seseorang Maha Raja yang duduk di singgasana. Muka bercahaya, tidak terlihat.
Harjo Sepuro sujud di situ. Diayun-ayun oleh Maha Raja dan ditunjukkan ada satu Sumur Gumuling dan Sumur Jalatunda. Harjo Sepuro diberikan dua bilah keris, Keris Naga Sasra dan Bendo Segada. Harjo Sepuro disuruh kembali dan dikawal oleh bintang besar saat kembali ke jasadnya.
Pada peristiwa itu, waktunya kurang lebih setengah jam. Teman-temannya takut karena seperti orang meninggal.
Setelah Harjo Sepuro masuk ke jasadnya kembali, semua teman-temannya disuruh untuk mengalami seperti yang dia alami.
Setelah bertemu dengan Maha Raja, benda yang diberikan berbeda-berbeda.
Mereka mengalami mati 'sak jeroning urip' (Racut). Roh sucinya saja yang keluar untuk menghadap yang Maha Kuasa.
Simbol Semar dan Wewarah 7
Sampai tahun 12 Juli 1954, Harjo Sepuro berbincang-bincang dengan temannya pada sekitar pukul 11.00 siang. Muncul gambar simbol semar di mejanya.
Satu temannya mengatakan bahwa simbol tersebut harus digambar. Setelah digambar selesai di seluruh bilik, muncul gambar wewarah 7 (sapta). Ada yang muncul di dada dan macam-macam.
Isinya tulisan latin dengan bahasa Jawa. Setelah tujuh wewarah tertulis, kemudian gambaran tersebut hilang. Biasa disebut Sastra Jendro atau tulisan tanpa papan.
Terakhir muncul sesanti berbunyi 'Ing ngendi wae, marang sapa wae, warga Sapta Darma kudu suminar pinda baskara'.
Demikianlah nama Sapta Darma menjadi nama ajarannya.
Arti Simbol Semar
Sukamto menjelaskan arti simbol Semar yang digunakan dalam ajaran Sapta Darma.
"Simbol berarti isi dari pribadi manusia. Semar itu apa? Lingkaran apa? Semua ada maknanya," kata Sukamto.
"Jadi, ada gambar semar di tengah. Di dalam ajaran Sapta Darma bukan semar wayang, tapi semar bagus," lanjut pria yang dipercaya sebagai Staf Tuntunan Agung ini.
Tak sembarang Semar, bagi Komunitas Sapta Darma, Semar memiliki makna yang lebih dalam.
"Semar yang punya kuncung tapi punya payudara. Hakikatnya semar bukan laki-laki dan bukan perempuan. Semar adalah cahaya, roh sucinya manusia. Penggambaran roh suci manusia," kata Sukamto.
Sapta Darma Menyembah Tuhan
Bukan menyembah Semar seperti yang sudah sering dilayangkan ke mereka, Komunitas Sapta Darma menyembah Tuhan.
"Dalam sujudnya kan sudah diterangkan, 'Yang Maha Suci sujud, Yang Maha Kuasa'. Di sini yang disebut sebagai Yang Maha Kuasa. Yang Maha Suci itu nama dari roh suci manusia yang asalnya dari Tuhan, dari sinar cahaya Allah," kata Sukamto.
Ia menambahkan bahwa manusia berasal dari tiga perkara.
"Asal usul manusia terdiri dari 3 perkara, dari nur rasa, nur buat, dan nur cahaya. Nur buat adalah sari dari ibu, nur rasa adalah sari dari bapak, dan nur cahya adalah sinar cahaya dari Tuhan yang kemudian diimplementasikan sebagai roh dari manusia," katanya.
"Nur rasa dan buat jadi jasmani, yang kemudian bisa hidup karena ada nur cahaya. Kalau orang Jawa bilangnya Bopo Akasa. Ibu pertiwi jadi jasad, bopo akasa datangnya dari Yang Maha Kuasa. Nur cahaya itu yang kemudian kita namakan Yang Maha Suci," jelasnya.
Arti Tuhan dalam Komunitas Sapta Darma
Komunitas Sapta Darma percaya, bahwa Tuhan itu satu. Maka dari itu, dalam sujud, mereka mengucap Allah Yang Maha Agung, Allah Yang Maha Rahim, Allah Yang Maha Adil.
"Itu adalah ucapan di dalam kita mengagungkan Asma Tuhan, asma Allah. Jadi di dalam keyakinan kerohanian Sapta Darma, Allah hanya satu dan Esa adanya. Jadi tidak ada sesembahan lain kecuali Allah yang Maha Kuasa," kata penganut Komunitas Sapta Darma.
"Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan bahwa ajaran kerohanian Sapta Darma hanya menyembah kepada Allah Yang Maha Kasa. Ucapan-ucapan yang ada di dalam sujud kita, semua tidak ada kata-kata lain selain menyembah kepada Allah Yang Maha Kuasa," tegas penganut Sapta Darma.
Cara Menyembah Tuhan
Terkait ibadah, Komunitas Sapta Darma mengatakan caranya dengan bersujud.
"Cara kita menyembah itu adalah dengan sujud. Sujud itu adalah bukan istilah yang kita dapat dari tempat lain. Sujud adalah juga bagian yang tidak terpisahkan dari cara menyembah warga kerohanian Sapta Darma."
Ucapan ketika sujud, baik laki-laki maupun perempuan sama.
"Ucapan-ucapan sujud, bahwa ada posisi tertentu menghadap ke timur. Bersila bagi seorang pria. Timpuh bagi seorang wanita. Ucapan-ucapan antara pria dan wanita sama," kata penganut Sapta Darma.
Adapun untuk kiblat, Komunitas Sapta Darma sujud menghadap arah timur.
"Menghadap ke timur semua sama. Kita memakai alas kain putih. Itu adalah simbol lagi bahwa asal kita dari hal yang suci. Diharapkan nanti kita akan kembali ke hal yang sucin juga, kembali kepada Allah Yang Maha Kuasa," katanya.
Terkait waktu kapan harus menyembah, penganut Sapta Darma memiliki waktu satu hari satu malam, minimal satu kali sujud.
"Sujud di kerohanian Sapta Darma, satu hari satu malam, 24 jam, paling tidak 1 kali. Boleh berkali-kali, tentang waktunya kita sendiri yang mengatur. Tapi Yang penting adalah waktu itu tidak terganggu oleh aktivitas lain, selain khusus kita itu mau menghadap untuk sujud," kata penganut.
"Jadi tidak ditentukan oleh jam, oleh kira-kira yang tepat jam berapa. Waktu kita longgar. Wah ini enak kalau saya harus melakukan sujud. Maka kita bisa melakukan sujud. Yang penting, kalau orang lain mengatakan kita harus dalam suasana khusyuk seperti bermeditasi," imbuhnya.
Bagaimana Sujud yang Tepat Bagi Komunitas Sapta Darma?
Sujud bukan hanya gerakan fisik. Yang penting, dalam suasana khusyuk seperti bermeditasi.
"Suasana keheningan harus tetap terpelihara. Lalu kita menunggu untuk bungkukan kedua, dengan cara dan kondisi yang sama. Kita dibungkukkan lagi oleh rasa, sampai kening sampai menyentuh ke kain putih, mengucap lagi," kata penganut Sapta Darma.
"Ucapan dalam sujud tidak diucapkan secara jasmani. Ucapan-ucapan itu kalau kondisi kita sudah hening, ucapan itu akan otomatis ucapan itu muncul dengan sendirinya," lanjutnya.
Begitu juga pada saat menunduk. Jadi posisi duduk bersila, beralaskan kain putih, menghadap ke timur, bersedekap, tangan kanan di atas, tangan kiri di bawah.
"Setelah ada rasa yang menggerakkan kita harus bersujud, itu otomatis akan digerakkan seperti itu, dan kita hanya mengikuti saja. Sampai kening kita itu menyentuh ke kain putih. Di situ juga sama, setelah tadi rileks, dalam suasana hening, ucapan pertama sujud 'Yang Maha Suci sujud Yang Maha Kuasa', tiga kali. Itu tidak diucapkan dengan 'karep', itu akan muncul dengan sendirinya, pada saat kita menunduk," katanya.
"Setelah selesai tiga kali mengucap 'Yang Maha Suci sujud Yang Maha Kuasa', kita duduk lagi. Begitu juga saat sedang posisi menunduk. Mengucap lagi 'Kesalahane Yang Maha Suci, nyuwun ngapura Yang Maha Kuasa', tiga kali. Sudah begitu, balik duduk."
"Yang ketiga sama, kita menunggu lagi gerakan yang menghendaki tubuh ini untuk menunduk kembali. Kening menyentuh ke kain putih, mengucap 'Yang Maha Suci mertaubat, Yang Maha Kuasa'" jelasnya yakin.
Bagi Komunitas Sapta Darma, Yang Maha Suci sendiri itu bukan Tuhan lain, tetapi itu adalah roh suci manusia.
"Yang Maha Suci sendiri itu bukan Tuhan lain, tetapi itu adalah roh suci kita, hidup kita. Hidup kita kan terdiri dari dua, fisik dan non fisik. Yang menyembah Yang Maha Kuasa, fisiknya juga diatur sampai menuju ke keheningan. Ucapan-ucapan tadi adalah roh suci kita, untuk menyembah kepada Yang Maha Kuasa," ujar Komunitas Sapta Darma.
"Dari Agama Lain Bisa Melakukan Sujud Secara Sapta Darma"
Durasi sujud setiap penganut Sapta Darma bisa berbeda-beda, ada yang lama, ada yang sebentar, ada yang banyak sujud, ada yang sedikit sujud.
"Tadi saya jelaskan bahwa orang sujud itu tidak fisik, kesiapan dari badan dan dalam kita, rohani kita. Pada saat kita banyak pikiran, sujud kita untuk menjadi hening itu akan memerlukan waktu," kata penganut Sapta Darma.
Terkait perbedaan durasi sujud ini, ia mengungkap bahwa ukurannya bukan fisik, jadi fisik dan spiritual sangat menentukan durasi dari sujud itu sendiri.
"Saya tidak tahu, sujudnya lama berhasil, belum tentu juga. Sujudnya cepat, tidak berhasil, belum tentu juga. Jadi tergantung dari kesiapan antara mental dan spiritual kita," katanya.
Warga kerohanian Sapta Darma ada yang muncul seperti yang kami temui di Yogyakarta ini, artinya betul-betul aktif menunjukkan diri bahwa mereka adalah warga Sapta Darma. Tapi ada juga yang undercover, sujud tapi tidak muncul sebagai Sapta Darma.
Jadi warga Sapta Darma tidak pernah dihitung atau sensus. Tidak ada kartu anggota. Mereka mengaku akhir-akhir ini sudah mencoba membuat sensus, karena ada metode online, tetapi, finalnya belum didapat.
"Di orang lain pun, maaf dari agama lain pun, dari agama-agama bisa melakukan sujud secara Sapta Darma juga. Beriringan dengan agama yang diyakini. Dan itu tidak berbenturan," kata warga Sapta Darma.
Ia kemudian mencontohkan bahwa istrinya meskipun sujud Sapta Darma tapi juga menjalankan ibadaha agamanya.
"Itu tidak berbenturan dan banyak yang melakukan seperti itu. Itu tidak harus ditonjolkan, karena ini sifatnya adalah untuk tidak mengekspose diri keluar. Jadi kita ini sebetulnya, khusus untuk pembenahan diri pribadi. Untuk mengarah kepada cita-cita ajaran Sapta Darma menuju ke budi luhur," katanya.
Isi Wewarah 7
Kita harus 'ngugemi' kepada Wewarah 7.
'Nomor 1, Setyo tuhu kepada Allah Yang Maha Agung, Allah Yang Maha Rahim, Allah Yang Maha Adil, Allah Yang Maha Waseso, Allah Yang Maha Langgeng'
Berarti itu adalah kita harus mengingat dan menyembah kepada Allah Yang Maha Kuasa melalui ritual kita.
'Nomor 2, Dengan jujur dan suci hati harus setia menjalankan perundang-undangan negaranya'
Jadi kita patuh kepada perundang-undangan negara. Jadi warga Sapta Darma tidak mungkin melawan pemerintah.
'Nomor 3, turut serta menyingsingkan lengan baju, menegakkan berdirnya nusa dan bangsanya'
Kalau misalnya menjadi guru, ya menjadi guru yang baik, mengajarkan yang baik, sehingga muridnya menjadi seseorang yang berguna dari bangsa dan negara. Intinya kita harus bela negara.
'Nomor 4, menolong kepada siapa saja bila perlu, tanpa mengharapkan suatu balasan, melainkan berdasarkan rasa cinta kasih'
Kalau di kerohanian Sapta Darma, dengan kemampuan sujud yang bagus, ada beberapa warga yang diberikan kelebihan untuk melakukan penyembuhan di jalan Tuhan. Namanya Sapda Husada.
'Nomor 5, berani hidup berdasarkan kepercayaan atas kekuatan diri sendiri'
Mandiri, warga Sapta Darma harus berani mandiri. Jadi dengan kepercayaan diri kita sendiri, kita harus mandiri. Tidak bergantung pada siapa-siapa.
'Nomor 6, sikapnya dalam hidup bermasyarakat, kekeluargaan, harus susila berserta halusnya budi pekerti, selalu merupakan penunjuk jalan yang mengandung jasa serta memuaskan'
Itu masing-masing punya presepsi sendiri-sendiri, tergantung dari kemampuan individu dalam menerjemahkan. Kita selalu membuat orang lain senang atau suka sama kita. Suka dengan sifat kita, suka dengan tingkah laku kita.
'Nomor 7, yakin bahwa keadaan dunia tidak langgeng tetapi selalu berubah'
Yang disebut dunia itu adalah dua hal, yaitu dunia kecil dan dunia besar. Dunia kecil adalah diri sendiri, dari detik ke detik tidak pernah sama. Dunia besar juga sama.
Dengan Wewarah 7, tanpa larangan apapun, manusia bisa mengendalikan diri. Intinya larangan itu untuk pengendalian diri. Dengan melihat Wewarah 7, manusia menyesuaikan dengan diri.
Di sini ada yang namanya Tuntunan Agung, merupakan tuntunan yang paling tinggi hierarkinya di kerohanian Sapta Darma. Ada Staf Tuntunan Agung, ada Pembantu dari Tuntunan Agung, ada Tuntunan-tuntunan.
Tuntunan itu merupakan orang yang membimbing warga-warga di sini maupun di daerah-daerah. Kalau di sini namanya juga Tuntunan.
Respons Masyarakat dengan Adanya Komunitas Sapta Darma
Menurut pengakuan warga Komunitas Sapta Darma, selalu ada pihak-pihak yang 'tidak suka' terhadap kehadiran mereka, tetapi tidak ada sesuatu yang berlebihan, karena selalu diupayakan mediasi untuk mencari solusi.
"Contohnya warga kami yang ada di Rembang, itu terjadi pada beberapa tahun yang lalu, mau mendirikan tempat ibadah atau sanggar. Itu dirusak massa, sampai dibakar. Nah, pada akhirnya dicarilah jalan keluar terbaik. Tentu saja dari kami, kita punya yang berurusan dengan pihak luar namanya Persada atau Persatuan Warga Sapta Darma, yang akan turun ke lokasi," kata warga Sapta Darma.
"Sekarang sudah terurai masalahnya, sudah berdiri dengan baik, dan aman. Biasanya seperti itu hanya ada di awal dan biasanya juga pasti ada pihak lain yang membuat isu yang tidak benar. Sehingga di situ muncul isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, munculah tadi pengerusakan dan sebagainya," lanjutnya.
Komunitas Sapta Darma berharap, dengan adanya media sosial akan banyak edukasi sehingga intoleransi bisa dieliminasi.
Sapta Darma Sudah Diakui
Pemerintah sudah memberikan kesempatan kepada semua warga kerohanian Sapta Darma dan kepada kepercayaan-kepercayaan lain penghayat, untuk merubah KTP tidak menyebut agama tetapi di situ agama ditulis kepercayaan. 'Kepercayaan= Kepercayaan'.
Pemerintah sudah memberikan ruang untuk merubah KTP seperti itu. Kalau dulu 'Agama= - ', lalu 'Agama= Kepercayaan'.
Pemerintah sudah memberikan informasi ke daerah-daerah. Sehingga pelayanan perubahan agama berubah menjadi kepercayaan, lancar, tidak ada masalah. Jadi tidak ada permasalahan di situ. Kalau masalah KTP, identitas.
Bahkan Pak Gatot itu, jadi Pegawai Negeri, disumpahnya pakai kepercayaan. Menikah dengan kepercayaan sekarang sudah lancar dan sudah bisa.
Belajar di sekolah yang anaknya orang kepercayaan dan harus belajar agama, kepercayaan tadi juga belajar kepercayaan. Itu sudah difasilitasi.
Artikel ini merupakan hasil liputan Muhammad Ilham Baktora, Dita Alvinasari
"Kalau misalkan ada dana lebih atau emang duitnya nggak kepakai, ya gua mengalokasikan untuk investasi," ujar Sonia.
Dosen Unhas diskors 2 semester usai lecehkan mahasiswi bimbingan skripsi. Korban trauma, Satgas PPKS dinilai tak berpihak, bukti CCTV ungkap kebenaran.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti berencana dalam beberapa kesempatan menyampaikan rencana penggantian kurikulum Merdeka.
Bahkan sebagian dari kalangan ibu rumah tangga mengalihkan belanja kebutuhan pokok mereka, dari yang biasa beli ayam potong kini diganti beli tahu atau tempe.
Tragedi itu tak hanya merenggut nyawa Raden. Sebanyak 13 warga lainnya menjadi korban, beberapa menderita luka berat hingga harus dirawat intensif di rumah sakit.
Orang yang kecanduan judi online seperti halnya orang dengan kecanduan narkotika.
Kericuhan yang telah terjadi bukan sekadar permasalahan hukum an sich maupun problem sosial-kemasyarakatan belaka, tapi dampak buruk dari penetapan PIK 2 sebagai PSN.