Suara.com - Dua hari menjelang waktu pencoblosan Pilkada Serentak sejumlah cerita sumbang masih mewarnai. Salah satunya soal cerita dugaan jual beli KTP.
DUGAAN itu sempat menggoyang gelaran Pilkada Solo yang diikuti dua pasangan calon yaitu Gibran Rakabuming Raka - Teguh Prakosa dan pasangan Bagyo Wahyono - FX Supardjo.
Ya, disamping Gibran sang putra Presiden, sosok yang juga mencuri perhatian di Pilkada Solo kali ini yakni munculnya pasangan Bagyo - Supardjo atau yang akrab disebut Bajo.
Bagaimana tidak, sosok yang nyaris datang dari "antah berantah" itu tetiba muncul sebagai sang penantang putra orang nomor satu di Indonesia.
Yang makin bikin penasaran, keduanya mencalonkan diri sebagai paslon independen menantang koalisi gajah, Gibran -Teguh.
Tak ayal kehadiran Bajo memunculkan spekulasi. Tak sedikit yang menyebut ia sebagai "boneka" mendampingi Gibran - Teguh agar tak menghadapi kotak kosong.
Hal itu setidaknya seperti yang diungkapkan tokoh reformasi 1998 asal Solo, Mudrick Sangidu yang menyebut jika hadirnya Bajo dalam perebutan kursi kekuasaan di Solo hanyalah sparring partner.
"Ngapain susah-susah Pilkada? Siapa itu Bajo, tidak ada yang tahu. Ujug-ujug jadi Paslon independen, langsung selesai. Kan lucu itu, menurut saya daripada keluar banyak uang mbok ya sudah kasih saja SK 2 kali periode (ke Gibran-Teguh), selesai," kata Mudrick ditemui tim lipsus November 2020 lalu.
Tak hanya kehadirannya yang mengejutkan, proses yang dilakoni paslon Bajo hingga akhirnya mampu melenggang jadi penantang Gibran pun juga tak ketinggalan disorot.
Sebab, sebagai sosok yang dianggap tak populer, Bajo nyatanya mampu mengumpulkan hingga 45 ribu KTP dukungan dalam tempo singkat.
Salah seorang pengacara kondang asal Kota Bengawan, Muhammad Taufiq belakangan mendapati aduan dari masyarakat terhadap nama-nama mereka yang dicatut dan terverifikasi sebagai pendukung Bajo.
Padahal mereka sama sekali tak pernah mendukung Bajo dan tak pernah sekalipun mengumpulkan identitas.
Dalam proses verifikasi faktual yang dilakukan KPU Surakarta pada Juli 2020, pasangan Bajo baru mengumpulkan sekitar 28.600 data dukungan yang memenuhi syarat dan terverifikasi faktual tahap pertama.
Selanjutnya, pada verifikasi faktual tahap kedua, paslon Bajo mampu mendapatkan tambahan dukungan sebanyak 16.700 berkas KTP yang diverifikasi dari 9-15 Agustus 2020.
Berawal dari kejanggalan-kejanggalan yang mewarnai gelaran Pilkada Solo itu, tim dari Suara.com berkolaborasi dengan Tirto.id mencoba menganalisis dan mengonfirmasi terhadap sumber-sumber terkait di lapangan.
Dari hasil penelusuran tim kolaborasi menemukan fakta jika tidak semua berkas dan KTP dukungan milik Bajo adalah warga yang benar-benar mendukung Paslon perseorangan itu.
Bahkan beberapa warga merasa dirugikan lantaran namanya dicatut dan terkonfirmasi mendukung Bajo.
Hal itu dibenarkan oleh Pengacara, M Taufiq. Sejak terverifikasinya nama paslon nomor urut 2 dalam pilkada solo, terdapat sedikitnya dua orang yang merasa dirugikan lantaran identitas mereka yang dimanfaatkan untuk mendukung Bajo.
"Ketahuannya setelah verifikasi yang dilakukan KPU kepada orang yang bersangkutan. Ini bukti real, ada dua orang yang merasa tidak mendukung Bajo tetapi dia dinyatakan sudah menandatangani kesepakatan dukungan ke Bajo," kata Taufiq.
Tresno Subagyo, warga yang tercatut namanya mengaku tak mengenal siapa Bagyo Wahyono-FX Supardjo sebelumnya. Jarang sekali warga Solo yang mengetahui latar belakang penjahit di Kota Bengawan ini.
Tresno memang didatangi oleh petugas KPU yang akan melakukan verifikasi faktual. Ia sempat bingung mengapa namanya ada dalam daftar dukungan ke Bajo.
"Hanya nama saya yang dicatut. Anak dan istri tidak. Jadi petugas ini datang dan mengenalkan diri untuk melakukan verifikasi data. Karena saya tidak merasa memberi dukungan, akhirnya saya diarahkan untuk membuat surat pernyataan tidak mendukung," terangnya.
Hal itu juga terjadi oleh dua orang warga Solo yang tercatut namanya, mereka antara lain Nicolous Irawan dan Muhammad Halim.
Halim sendiri yang tak pernah merasa memberikan dukungan ke pasangan Bajo membuat surat penolakan dukungan. Dengan begitu, namanya masuk dalam daftar Tak Memenuhi Syarat (TMS).
Tak hanya tiga orang ini yang merasa identitas atau KTP mereka disalahgunakan. Banyak orang yang merasa namanya masuk dalam daftar dukungan Bajo, hanya saja mereka enggan membuat surat penolakan.
Melanjutkan dari perbincangan kami dengan pengacara asal Solo, M Taufiq, dirinya tak menampik jika memang ada seorang broker suara.
Mereka bekerja terstruktur untuk menyediakan KTP ataupun identitas guna memudahkan melengkapi syarat dukungan oleh salah satu pasangan calon.
Sosok broker itu pun menjurus ke seseorang bernama Sapardi. Pria yang diketahui menjabat sebagai sekretaris Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya (PPIR) Surakarta dan sempat membuat geger kantor Gerindra di Solo ini konon merupakan penyedia suara dukungan Paslon Bajo hingga puluhan ribu KTP.
Mengatasnamakan sebagai paguyuban Bina Warga Sejahtera (BWS), Sapardi menggerakkan anggotanya mengumpulkan KTP yang nantinya diserahkan kepada tim Bajo untuk diverifikasi ke KPU.
Sapardi bergerak layaknya koordinator. Bisa dibilang, dialah yang menjadi ketua dalam pengumpulan identitas itu.
Anggota di bawahnya bergerak mencari KTP bahkan ada yang telah menyiapkan sejumlah KTP berupa fotokopinya. Hal itu telah dia siapkan sejak November 2019 hingga masa pendaftaran paslon ke KPU.
"Kami ada perintah, dimintai bantuan supaya meloloskan Bajo untuk memberi keamanan dan agar Kota Solo terjaga. Gibran-Teguh harus ada lawan," ungkap Sapardi ditemui di posko pemenangan Bajo.
Tentu saja, ribuan KTP yang dapat disediakan oleh Sapardi butuh penyokong untuk bergerak. Sapardi mendapat dana dari kelompok Tikus Pithi Hanata Baris, atau lebih dikenal dengan Tikus Pithi.
Massa ini yang juga getol mengusung Bagyo-FX Supardjo bertarung di kontestasi Pilkada Walikota-Wakil Walikota Solo 2020. Tuntas Subagyo, adalah orang di balik pendiri kelompok Tikus Pithi itu.
Paguyuban BWS milik Sapardi tak butuh waktu lama untuk mendapatkan puluhan ribu KTP. Mengingat kegiatan gerilyanya yang terstruktur, dalam sebulan Bajo bisa mendapatkan lebih dari 60 ribu KTP.
Namun karena banyak yang merupakan KTP ganda, jumlah yang berhasil dikumpulkan sekitar 28 ribu KTP.
Tentu saja beberapa nama yang terdaftar dalam dukungan Bajo ada yang setuju dan tidak. Selain itu ada warga yang tak setuju tetapi untuk tetap memberi dukungan kepada Bajo, anggota Sapardi yang disebut koordinator lapangan (korlap) memberikan sembako.
Karenanya, bisa dibilang ada "pelicin" agar warga memberikan hak suaranya ke Paslon independen saat hari pencoblosan.
Sapardi membeberkan ada 15 ribu paket sembako yang dibagikan ke warga. Sembako dibagikan korlap ke warga dan disimpan di lokasi korlap bertugas.
Korlap pun mendapat bagian sendiri. Sapardi menyebut, seorang korlap yang bisa mendapatkan fotokopi KTP mendapat bayaran sekitar Rp50-100 ribu. Anggota Sapardi berjumlah 3.500 orang.
Sedikitnya ada Rp 350 juta uang untuk membayar korlap, hingga kini sudah terpakai Rp 50 juta pengakuan dari Sapardi.
Ratusan uang tersebut turun dari Tuntas Subagyo, penggagas Tikus Pithi. Pasangan Bajo hampir tak pernah mengeluarkan biaya sepeserpun.
Tak hanya dari Tikus Pithi saja yang menyokong dana. Sapardi menyebutkan bahwa untuk menjaga keamanan dan kondusivitas serta keamanan Pilkada Solo ada pihak sponsor yang berusaha agar pilkada tetap berjalan aman.
"Jadi untuk menjaga kondusivitas itu dari keamanan. Kan sudah tahu sendiri, artinya yang menjadi stabilitas keamanan itu kan aparat. Tugas saya sampai batas untuk meloloskan (Bajo saat verifikasi faktual)," ujar dia sambil tertawa kecil.
Jadi jika ada anggapan bahwa Bajo adalah Paslon boneka, kata Sapardi tidak salah. Tanpa ada dukungan dan peran seperti ini, rival Gibran-Teguh, tak akan lolos hingga saat ini.
Tim pun memastikan lagi bahwa bisa jadi Sapardi hanya dimintai orang yang mengaku aparat untuk meloloskan Paslon nomor urut 2 ini. Namun begitu dirinya secara tegas jika ia sudah mengetahui rekam jejak dari sponsor yang dimaksud.
"Kami tahu track record-nya kok, iya yang ngasih perintah sana dan yang ngasih uang ya sana. Jika mengumpulkan KTP kan tidak cuma-cuma, sudah di plot dari sana," jelas dia.
Sapardi merinci anggaran dana yang dimaksud. Satu KTP dihargai sebesar Rp25 ribu sampai lolos verifikasi.
Sebanyak Rp10 ribu akan dikembalikan kepada pemilih saat verifikasi faktual, dikembalikan dalam bentuk sembako.
Lalu Rp1.000 untuk operasional, Rp10 ribu untuk yang memiliki KTP lalu sisanya, Rp4 ribu untuk korlap.
"Itu kan dari aparat, itu dari unsur intel. Jadi bersinergi. Dari pusat sampai ke kota, yang memberikan dari intel polres," ungkapnya.
Sapardi melanjutkan bahwa total anggaran yang dia terima Rp1,5 M. Jumlah tersebut untuk 60 ribu KTP yang berhasil dikumpulkan BWS. Pengiriman uang dilakukan secara cash dan dilakukan per termin.
"Ada Rp1,5 M, pembayarannya bertahap yang sudah masuk dan terverifikasi. Jadi uang yang saya terima itu serinya urut, uang baru dicetak dan baru dipotong-potong," ujar Sapardi.
Sapardi menambahkan lagi, keterlibatan sponsor yang mengarah ke aparat menyeret pangkat bintang dua di Jawa Tengah, termasuk pangkat AKP di level Polres.
Bahkan Sapardi menyebut bahwa sponsor dirinya sudah enam kali ke Solo untuk bertemu langsung dengan dia.
"Antara Agustus (2019) sampai Februari (2020) ketemu. Kan sering ke solo. Biasa bertemu di rumah makan adem ayem. Saya dipanggil gitu. Saya juga diberi uang Rp4 juta untuk membuat spanduk kecil-kecil (Bajo)," terang dia.
Pemberian dana juga dilakukan di lokasi-lokasi yang berbeda. Terkadang di wilayah Gonilan, dekat pondok assalam.
Sebanyak Rp30 juta diberikan cash langsung oleh Intel Polres yang dimaksud. Sapardi mengaku menerima langsung dari anak buah dari sponsor tersebut. Ia cukup dekat dan kerap berkomunikasi dengan sponsor yang berada di level Polresta Solo itu.
Kami pun meminta nomor pria bersangkutan untuk mengkonfirmasi, apakah ada aliran dana yang dibeberkan Sapardi.
Melalui sambungan telepon, pihaknya membantah bahwa mengenal ataupun pernah bertemu dengan orang yang bernama Sapardi.
Meski tak mengetahui soal adanya dugaan aliran dana untuk memberikan keamanan dalam pilkada solo itu, orang yang bersangkutan dengan nada mengancam meminta tak perlu memberitakan apa pun.
Di akhir telepon untuk memastikan soal dugaan aliran dana, yang bersangkutan tak membalas dan tak merespon kembali pertanyaan kami.
Lebih jauh Sapardi mengungkap bahwa KPU Solo mempunyai andil untuk turut mempermudah verifikasi.
"Verifikasi juga dipermudah, misal dalam satu TPS itu ada 100 orang. Jika yang datang 30 orang, hal itu dianggap semua sudah mendukung. Jadi ada petugas sendiri dari KPPS," ujar Sapardi.
Lebih lanjut, tim kemudian mencoba mengonfirmasi soal dugaan keterlibatan KPU Solo dalam verifikasi data agar Bajo lolos sebagai paslon.
Berangkat dari informasi yang ditemui di lapangan, arti "mudah" yang disebutkan Sapardi berkaitan dengan anggaran lain.
Salah satu komisioner di KPU, ditengarai memberikan uang agar mempermudah Bajo lolos verifikasi. Sehingga putra penguasa terlihat lebih berkelas tanpa melawan kotak kosong.
Berawal dari seorang Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang ada di Pasar Kliwon. Pria yang meminta identitasnya disamarkan ini tak menampik bahwa salah seorang komisioner KPU memanggilnya sebelum ada verifikasi data dukungan.
Pria berinisial S ini sudah mewanti-wanti agar anggota lain termasuk PPS tak menerima apapun dalam kontestasi Pilkada Solo. Namun dari lima PPK termasuk S, hanya seorang yang menerima dana dari salah seorang komisioner.
"Satu yang menerima. Sisanya tak menerima apa pun. Saya tidak ditawari langsung oleh yang bersangkutan," ungkap S saat ditemui di sebuah kedai kopi di Solo beberapa waktu lalu.
S mengetahui hal tersebut saat dirinya melakukan rapat terbatas bersama PPK. Satu PPK yang menerima diminta untuk segera mengembalikan ke pihak pemberi.
Tak hanya PPK yang disasar, komisioner yang mendampingi Kecamatan Pasar Kliwon itu juga memberikan kepada PPS.
Ketika itu terdapat pertemuan antar PPS, komisioner KPU dan juga PPK di sebuah rumah di wilayah Baluwarti.
S menceritakan, aliran dana itu terlihat dari 6 amplop yang diletakkan di meja ketika rapat usai. Dari situ dirinya meminta agar amplop tersebut dikumpulkan agar tak menjadi masalah ke depan.
Dari PPK dan PPS ini, lanjut S hanya satu orang yang menerima amplop tersebut. S tak ingin memberitahukan identitasnya, namun dirinya mengaku uang tersebut sudah diterima, apakah sudah digunakan atau belum dirinya tak mengetahui secara pasti.
Tim pun meminta konfirmasi kepada komisioner yang disebutkan S. Komisioner pria berinisial B saat ditemui tim di kantor KPU setempat tak tahu menahu soal dugaan pemberian dana kepada PPK dan PPS untuk memudahkan verifikasi data dukungan Bajo.
Ia membantah nama dirinya disebutkan oleh PPK dan PPS yang sudah memberikan dana saat pertemuan di rumah wilayah Baluwarti.
Kendati demikian komisioner ini tak menampik bahwa pernah bertemu dengan PPK dan PPS. Namun hal itu dilakukan untuk koordinasi dan pendampingan.
Tak hanya berhenti di komisioner KPU, tim memastikan lagi ke Ketua KPU Solo, Nurul Sutarti soal dugaan nama salah seorang komisionernya terseret dalam verifikasi dukungan dengan aliran dana itu.
Nurul pun membantah. Kendati demikian rumor itu juga ia dengar dan mengklaim telah melakukan investigasi internal. Menyasar ke PPK dan PPS yang dimaksud, Nurul menerangkan PPK dan PPS tak pernah sekalipun menerima atau diberikan uang oleh B.
Tim pun kembali memastikan soal dugaan adanya sembako yang diterima warga bagi pendukung Bajo. Warga bernama Saiful mengaku mendengar adanya sembako itu tetapi dirinya tak menerima apapun.
Dirinya hanya memberi dukungan tersebut. Kendati demikian Saiful tak mengetahui pasti KTP-nya masuk dalam daftar dukungan Bajo. Saiful menjelaskan waktu itu terjadi pada Juli 2020.
Hal serupa juga dialami Toni. Dirinya baru ingat jika pernah diverifikasi soal dukungan ke Paslon nomor 2 itu, jawabannya saat itu mendukung.
Namun pemberian sembako yang sebelumya diungkapkan broker suara Sapardi, Toni mengaku tak pernah mendapatkan. Hanya saja kabar pembagian sembako di wilayah tempat tinggalnya memang ada.
"Kalau misalkan ada dana lebih atau emang duitnya nggak kepakai, ya gua mengalokasikan untuk investasi," ujar Sonia.
Dosen Unhas diskors 2 semester usai lecehkan mahasiswi bimbingan skripsi. Korban trauma, Satgas PPKS dinilai tak berpihak, bukti CCTV ungkap kebenaran.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti berencana dalam beberapa kesempatan menyampaikan rencana penggantian kurikulum Merdeka.
Bahkan sebagian dari kalangan ibu rumah tangga mengalihkan belanja kebutuhan pokok mereka, dari yang biasa beli ayam potong kini diganti beli tahu atau tempe.
Tragedi itu tak hanya merenggut nyawa Raden. Sebanyak 13 warga lainnya menjadi korban, beberapa menderita luka berat hingga harus dirawat intensif di rumah sakit.
Orang yang kecanduan judi online seperti halnya orang dengan kecanduan narkotika.
Kericuhan yang telah terjadi bukan sekadar permasalahan hukum an sich maupun problem sosial-kemasyarakatan belaka, tapi dampak buruk dari penetapan PIK 2 sebagai PSN.