Suara.com - Bak burung di sangkar emas, begitulah petitih yang bisa mengiaskan hidup para ’perempuan simpanan’ para pejabat maupun pengusaha. Meski bergelimang harta dan dimanja, mereka adalah korban, karena separuh kemanusiaannya dicabut sang tuan.
ORANG-ORANG biasa memanggilku Sherli. Aku adalah wanita simpanan politikus yang cukup punya nama mentereng di kotaku.
Semua kisahku bermula pada bulan Februari 2017, ketika menghadiri acara pesta ulang tahun seorang teman.
Dalam pesta itu, aku berkenalan dengan seorang lelaki separuh baya. Aku memanggilnya om, karena begitulah teman-temanku memanggilnya.
Om itu berprofesi sebagai anggota DPRD, wakil rakyat yang terhormat. Pesta digelar di sebuah resto kawasan Sumarecon Serpong, Tangerang Selatan, Banten, dengan konsep tempat terbuka. Acara berlangsung meriah dengan menghadirkan musik seorang disjoki.
Dia ternyata jatuh hati kepadaku, meski kala itu usiaku baru 19 tahun. Selanjutnya, aku dan dia jadi sering bertemu, berkencan di kafe dan restoran.
Si om sangat royal. Apa pun yang kuminta selalu dipenuhi. Sebulan, aku diberi uang saku Rp 16 juta. Ketika aku meminta mobil untuk keperluan sehari-hari, om memberikanku Honda Jazz.
Dia juga membelikanku 2 unit apartemen di kawasan Sumarecon Serpong, tapi hanya satu yang kutempati. Satu apartemen lainnya kusewakan, sehingga aku memunyai pemasukan sampingan.
Singkat cerita, aku akhirnya menjadi wanita simpanan seorang anggota dewan. Tapi aku memberontak dan kini terlepas darinya.
***
Malam sudah larut ketika perempuan muda berkaos oblong dan bercelana jin belel keluar dari sebuah klub malam di Kota Tangerang Selatan, Banten, tempatnya bekerja, Kamis (25/7/2019).
Perempuan berambut panjang itu asyik bercanda bersama seorang temannya, yang juga wanita.
Malam tak berpengaruh bagi mereka, setelah zat-zat kimia bercampur aduk dalam tubuh dan mampu membunuh kantuk.
Sherli, begitulah perempuan itu ingin disapa, adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Dua kakaknya sudah berkeluarga dan memunyai kehidupan sendiri.
Sejak kedua kakaknya berpisah rumah, ia menjadi tulang punggung mencari nafkah bagi ibu dan adik bungsunya yang masih duduk di bangku SMA. Sebab, ibunya hanya mengurus rumah tangga dan telah lama becerai dari bapak.
Sang Ibu tahu, putrinya itu menjadi ‘simpanan’ pejabat. Bahkan, anggota dewan itu kerap memberikan uang kepada Ibunya untuk biaya kebutuhan rumah tangga.
Bergelimang harta dan selalu terpenuhi apa yang diminta, ternyata tidak membuat Sherli berbahagia. Dia tidak dibolehkan bekerja. Kalau keluar dari apartemen, harus seizin anggota dewan tersebut.
Sementara pacarnya itu hanya membolehkan Sherli keluar apartemen untuk berbelanja ke mal dan perawatan kecantikan di salon.
“Meski selalu mendapatkan apa yang ku minta, aku merasa terkekang dan tertekan. Kalau keluar dari apartemen harus lapor, mau ke mana, dengan siapa, begitu. Aku tidak nyaman dengan hidup seperti itu,” ujar Sherli kepada Suara.com.
Sherli menuturkan, pejabat yang menyimpannya itu memiliki 3 orang anak dan telah bermenantu. Istrinya sudah tua dan sakit-sakitan, sering dirawat di rumah sakit.
Sang pejabat memunyai panggilan khusus untuk Sherli, yakni ‘Mamah’. Sebaliknya, dia diharuskan memanggil lelaki itu dengan sebutan ‘Papah’.
Hidup menjadi wanita simpanan atau selingkuhan itu ia jalani lebih dari dua tahun, sebelum beberapa waktu ke belakang ini hubungan mereka terputus.
“Istri om itu sebenarnya sudah tahu, karena dia sempat mengunggah fotoku di media sosial.”
Ketika masih menjadi wanita simpanan, ia rutin dikunjungi sang pejabat tiga kali dalam sepekan di apartemen.
Namun, yang bersangkutan jarang melakukan hubungan badan lantaran bermasalah secara seksualitas. Sang pejabat juga tak pernah bermalam di apartemen Sherli.
“Dia datang ke apartemen selalu mendadak. Dalam seminggu, dia jarang meminta berhubungan badan, belakangan dia cerita ada masalah seksual,” kata Sherli.
Sewaktu menjadi wanita simpanan, Sherli mengakui secara jasmaniah dirinya terurus. “Badan aku tak kurus, segar, makannya juga teratur. Aku juga olah raga, fitnes, semua dibiayai papah.”
Tapi, Sherli tak tahan dengan hidup yang selalu diatur dan dikekang. Ia lantas mencari pelarian di luar, dengan teman-temannya.
Diam-diam, ia sering pergi ke mal atau klub malam bersama teman-teman. Dengan begitu, Sherli tetap bisa berkenalan dan bersosialisasi bersama anak-anak muda seusianya, bahkan berpacaran dengan lelaki yang lebih muda darinya.
Dalam sebulan, Sherli mendapat jatah uang Rp 16 juta yang diberikan per pekan dengan besaran Rp 4 juta.
Karena pola hidupnya berubah dengan kerap berkumpul bersama teman atau pacar rahasia, uang itu tak lagi mencukupi.
Uangnya habis untuk nongkrong dan dipinjam pacar rahasia. Alhasil, dia kerap meminta uang tambahan. Tapi belakangan, tindakannya itu diketahui sang pejabat.
Pejabat itu murka dan akhirnya menarik semua fasilitas yang ia berikan kepada Sherli. Niat si pejabat yang hendak menjadikan Sherli sebagai istri siri juga diurungkan.
“Gara-gara aku gila brondong, masih gila main sama cowok-cowok di bawah umur. Ya aku demen saja lihat cowok muda. Tapi ya itu, duit aku habis cuma buat cowok, buat hura-hura. Akhirnya Ketahuan si papah dan semua yang dikasih ditarik,” kata dia.
Sherli mengaku, salah satu pacarnya adalah disjoki yang baru berusia 18 tahun. Tak jarang, mobil pemberian pejabat itu dipakai oleh sang pacar.
“Anggota dewan itu pernah mendatangi aku saat nongkrong di klub malam dengan teman-teman. Aku dipermalukan di depan teman-teman, dia minta mobil Honda Jazz dan surat-surat apartemen dikembalikan,” ucapnya.
Sejak kejadian itu, sang pejabat memblokir nomor telepon Sherli. Baginya, peristiwa itu justru menjadi titik balik kehidupannya.
Sherli sudah lama merasa tidak nyaman dengan kehidupan sebagai wanita simpanan. Sebelum jadi wanita simpanan, ia perempuan bebas dan terbiasa dengan kehidupan dunia malam. Ia pernah bekerja di tempat karaoke untuk menemani pengunjung.
“Bagaimana gak bete, biasanya dugem ini malah diam di kamar, gak boleh keluar sama sekali. Keluar selangkah mau kemana pun harus bilang sama dia. Ponselku disadap, aku ngomong sama siapa saja ketahuan. Di situ aku risih, terkekang, seenak-enaknya dia mengatur-atur.”
Sejak peristiwa itu juga Sherli memunyai pelajaran berharga. Teman-temannya yang tahu Sherli tak lagi menjadi wanita simpanan dan tak lagi memunyai uang, perlahan mulai menjauh.
Baru sebulan belakangan ini Sherli memutuskan untuk kembali bekerja di klub malam menjadi pendamping karaoke.
Dia sempat bekerja siang hari menjadi pelayan di sebuah kedai kopi, tapi cuma bertahan sebulan dan akhirnya berhenti.
“Aku tak biasa bangun pagi, padahal kerja di kedai kopi itu masuknya pagi. Aku tak kuat.”
Selain bekerja di tempat karaoke, Sherli menuturkan memunyai sumber penghasilan lain, yakni memiliki rumah indekos.
Rumah indekos itu dibelinya dari hasil mengumpulkan uang pemberian sang pejabat saat masih menjadi wanita simpanan. Dari Rp 4 juta yang diberikan si pejabat setiap pekan, sebagian diberikan kepada ibunya.
Sebagian lagi ditabung Sherli, karena buat makan dan lain-lain dikasih terpisah oleh sang pejabat. Dari tabungannya itulah ia bisa membeli indekos beberapa pintu seharga Rp 200 juta.
“Aku juga pernah dikasih emas oleh om, kukasih ibu buat disimpan.”
Sejak SMA Ada di Dunia Malam
Sherli menceritakan, kedua orangtuanya bercerai saat ia masih duduk di bangku SD. Sejak saat itu, kehidupannya dan kakak-kakaknya jadi berantakan.
Dia terpaksa putus sekolah saat duduk di bangku kalas 2 SMK di bilangan Tangerang. Ia berhenti sekolah lantaran berkelahi dengan kakak kelasnya yang kerap merisak.
Setelah bercerai dari bapaknya, sang ibu sempat menikah lagi tapi kandas. Baru sebulan ini ibu kembali menikah untuk kali ketiga.
Ayah kandung Sherli memunyai toko. Tapi kini, toko itu ditutup karena sang ayah jatuh sakit.
Kekinian, ayah kandung Sherli tinggal bersama kakak sulungnya. Sedangkan kakaknya yang nomor dua, seorang perempuan dan sudah berkeluarga.
Sherli mengenal dunia malam melalui kakak perempuannya itu. Dulu, saat masih sekolah SMA, kakaknya itu sempat hamil di luar nikah. Sang kakak juga bekerja di tempat hiburan malam dan pernah tertangkap kasus narkoba.
“Dulu kakak aku yang nomor dua, kalau keluar malam, selalu mengajakku. Nah, aku dititipkan di rumah temannya, sedangkan dia pergi kerja ke klub. Lama kelamaan ketahuan abangku dan dia marah-marah,” kata dia.
Berawal dari bolos sekolah, ia diajak temannya untuk nongkrong dan diajak mengonsumsi narkoba berupa sabu.
Agar bisa mendapat uang untuk membeli sabu, Sherli diajak temannya bekerja di tempat hiburan malam sebagai pemandu lagu karaoke. Dari situ, Sherli memperoleh duit dan tip dari pengunjung.
“Dulu waktu sekolah, kalau mau kerja jadi pemandu karaoke, dari rumah, izinnya ke orang tua menginap di rumah teman mengerjakan tugas. Tapi dulu aku kerjanya tidak setiap hari, paling dalam seminggu sekali atau dua kali,” terangnya.
Ayah kandungnya baru-baru ini saja mengetahui Sherli bekerja di tempat karaoke. Setiap pekan, sang bapak menelepon dan berpesan agar Sherli bisa menjaga diri dan tidak lupa beribadah.
“Papaku selalu berpesan, nak jaga diri baik-baik, jangan berzina dan jangan lupa salat. Makanya aku sebagai pendamping karaoke, hanya mau menemami tamu bernyanyi. Aku bukan cewek bokingan.”
Kini, Sherli memiliki pacar yang sangat ia cintai. Ia punya impian suatu saat akan berhenti bekerja dari tempat hiburan malam dan menata hidup baru. Dia berniat menikah dengan sang pacar beberapa tahun mendatang.
“Roda kehidupan kan berputar, tak selamanya juga aku bakal kayak begini. Impianku sekarang cuma membahagiakan orangtua. Mau membuktikan ke papa, kalau aku juga bisa mandiri dan bisa lebih baik lagi.”
Sherli, pada penghujung kisahnya mengingat masa ketika ia dulu diantarkan ayah pada hari pertama masuk SMP.
“Waktu itu papa bilang pengin aku jadi sarjana. Kini, aku bukan mengecewakannya, malah mengecewakan banget,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
***
Hampir serupa dengan Sherli, seorang gadis 17 tahun menjadi simpanan pengusaha. Gadis yang ingin dipanggil Tasya ini sebelumnya bekerja wanita penghibur, persisnya sebagai penari bugil klub malam kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Tasya terlahir dari keluarga miskin di kawasan Bogor, Jawa Barat. Bapaknya seorang petani dan Ibunya mengurus rumah tangga.
Dia anak keempat dari tujuh bersaudara. Kakak-kakaknya sudah berkeluarga dan hidup masing-masing.
Kini ia mengambil alih peran menjadi tulang punggung keluarga untuk membantu orang tua dan biaya sekolah adik-adiknya.
Setelah menjadi wanita simpanan, ia mendapatkan fasilitas tempat tinggal di apartemen dan mobil. Ia mendapat transferan belanja dari pengusaha itu Rp 15 juta sampai Rp 20 juta per bulan.
Sebagai gantinya, Tasya tidak bisa bebas layaknya perempuan lain. Namun, demi membantu orangtua dan membiayai adik-adiknya, keadaan itu ia terima dan jalani.
“Saya jadi simpanan sudah setahun labih, waktu itu saya masih berumur 16 tahun,” ujar dia.
Tasya mengaku, kini ia telah bisa membangunkan rumah yang lebih layak dan bagus untuk orangtuanya di Bogor.
“Sebelumnya, rumah orangtuaku terbuat dari kayu dan sempit. Alhamdulillah, saya habis bangun rumah untuk orangtua di kampung,” kata Tasya.
"Kalau misalkan ada dana lebih atau emang duitnya nggak kepakai, ya gua mengalokasikan untuk investasi," ujar Sonia.
Dosen Unhas diskors 2 semester usai lecehkan mahasiswi bimbingan skripsi. Korban trauma, Satgas PPKS dinilai tak berpihak, bukti CCTV ungkap kebenaran.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti berencana dalam beberapa kesempatan menyampaikan rencana penggantian kurikulum Merdeka.
Bahkan sebagian dari kalangan ibu rumah tangga mengalihkan belanja kebutuhan pokok mereka, dari yang biasa beli ayam potong kini diganti beli tahu atau tempe.
Tragedi itu tak hanya merenggut nyawa Raden. Sebanyak 13 warga lainnya menjadi korban, beberapa menderita luka berat hingga harus dirawat intensif di rumah sakit.
Orang yang kecanduan judi online seperti halnya orang dengan kecanduan narkotika.
Kericuhan yang telah terjadi bukan sekadar permasalahan hukum an sich maupun problem sosial-kemasyarakatan belaka, tapi dampak buruk dari penetapan PIK 2 sebagai PSN.