Menantu Hingga Anak Jokowi di Pusaran Dugaan Gratifikasi: Masihkah KPK Punya Taji?

Menantu Hingga Anak Jokowi di Pusaran Dugaan Gratifikasi: Masihkah KPK Punya Taji?


Suara.com -  "KPK  memastikan akan memanggil anak dan menantu JokowiKaesang Pangarep dan Bobby Nasution untuk menjalani klarifikasi atas dugaan gratifikasi. Namun proses itu diharapkan bukan hanya gimmick belaka demi meredam amarah publik. 

Pada prosesnya nanti, KPK harus mengusut pihak yang memberikan dan memastikan maksud pemberian dugaan gratifikasi itu. Akankah KPK kembali menunjukkan tajinya dalam pemberantasan Korupsi

*****

Upaya mengusut dugaan gratifikasi yang melibatkan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, mulai menemui titik terang. Ketua KPK, Nawawi Pomolango, pada Rabu (11/9), memastikan lembaganya akan memanggil Kaesang untuk klarifikasi.

Selain Kaesang, Bobby Nasution, menantu Jokowi, juga akan dipanggil terkait foto dirinya menggunakan jet pribadi yang beredar di media sosial. Walikota Medan itu sudah dilaporkan ke KPK atas dugaan gratifikasi.

Beredar foto diduga Wali Kota Medan Bobby Nasution (kiri) dan istrinya, Kahiyang Ayu menggunakan jet pribadi. (ist/tangkap layar)
Beredar foto diduga Wali Kota Medan Bobby Nasution (kiri) dan istrinya, Kahiyang Ayu menggunakan jet pribadi. (ist/tangkap layar)

Sebelumnya, sempat terjadi perbedaan pandangan di antara pimpinan KPK. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, pada Jumat (30/8), menegaskan pentingnya KPK proaktif menindaklanjuti dugaan tersebut dan meminta Direktorat Gratifikasi untuk melakukan penelusuran.

Namun, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, pada Kamis (5/9), menyatakan bahwa Kaesang tidak wajib melaporkan penggunaan jet pribadi karena bukan penyelenggara negara. Pernyataan ini dibantah oleh Nawawi, yang memastikan Kaesang dan Bobby akan menjalani klarifikasi, meskipun jadwalnya belum ditentukan.

Jangan Cuma Gimik Belaka

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya, berharap pernyataan Nawawi soal pemanggilan Kaesang dan Bobby bukan sekadar gimik untuk meredam kemarahan publik. Ia menegaskan, bukti dalam laporan masyarakat yang diserahkan ke KPK harus dijadikan petunjuk dalam proses klarifikasi.

"Kemudian diverifikasi kebenarannya," kata Diky kepada Suara.com, Kamis (12/9/2024).

Dicky menegaskan, KPK harus menyelidiki sumber dana sewa pesawat yang digunakan anak dan menantu Jokowi. Khusus untuk Bobby, yang merupakan penyelenggara negara, KPK harus memastikan apakah penggunaan pesawat itu terkait dengan jabatannya.

Sementara untuk Kaesang, harus dipertanyakan pesawat yang digunakan bersama istrinya, Erina Gudono ke Amerika, termasuk fasilitas yang diberikan karena statusnya sebagai anak presiden atau adik dari Gibran Rakabuming Raka, sebagai wakil presiden terpilih dan mantan walikota Solo.

"Nah itulah yang kemudian harus didalami, ditelusuri oleh KPK," ujar Diky.

Ilustrasi KPK - Daftar Kasus Hakim MA Tersangka KPK (KPK)
Ilustrasi KPK - Daftar Kasus Hakim MA Tersangka KPK (KPK)

Berdasarkan penelusuran Suara.com, jet yang digunakan Kaesang diduga difasilitasi oleh Gang Ye, taipan Singapura yang merupakan bos e-commerce Shopee dan petinggi perusahaan game Garena Online. 

Shopee diketahui pernah bekerja sama dengan Pemkot Solo saat Gibran menjabat walikota. Hal ini tercantum dalam laporan MAKI ke KPK, yang menyertakan dokumen MoU antara Pemkot Solo dan Shopee, ditandatangani Gibran. MoU ini terkait pendirian kantor e-commerce di atas lahan milik Pemkot Solo.

Menanggapi argumen bahwa Kaesang bukan penyelenggara negara, Diky mengingatkan KPK untuk belajar dari kasus Choel Mallarangeng, adik mantan Menpora Andi Mallarangeng. 

Choel terjerat kasus korupsi Hambalang karena memanfaatkan jabatan kakaknya untuk membantu PT GDM mendapatkan proyek. Choel menerima USD 550 ribu dan Rp 2 miliar, dan divonis 3,5 tahun penjara pada 2017.

Diky menilai, KPK memperluas makna Pasal 12B Ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001, yang menyatakan gratifikasi kepada penyelenggara negara dianggap suap jika berhubungan dengan jabatannya dan bertentangan dengan tugasnya.

"Artinya ini kan menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia itu memungkinkan untuk kemudian penerapan Pasal 12B UU Tipikor  diperluas tidak hanya kepada penyelenggara negara, namun juga keluarganya atau kerabat dekatnya," jelasnya.

Kaesang sendiri belum mengeluarkan pernyataan apapun soal dugaan gratifikasi yang menyeret namanya. Namun, klarifikasi malah datang Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi. 

Dalam pernyataan pada Selasa (10/9), Budi Arie menyebut Kaesang meminjam pesawat tersebut dari temannya. Budi Arie juga mengatakan, istri Kaesang, Erina tidak dapat menggunakan pesawat komersil karena usia kehamilannya yang sudah memasuki delapan bulan.

Tidak Tebang Pilih

Kaesang Pangarep dan Erina Gudono turun dari jet pribadi (Tangkapan layar X)
Kaesang Pangarep dan Erina Gudono turun dari jet pribadi (Tangkapan layar X)

Sementara kepada Bobby, Diky berharap KPK tidak tebang pilih, mengingat status Walikota Medan itu merupakan suami dari Kahiyang Ayu, putri Presiden Jokowi. Jika memang ditemukan unsur pidana, KPK harus menindaklanjutinya.

Diky lantas mengingatkan kasus-kasus korupsi yang pernah diungkap KPK berdasarkan foto gaya hidup mewah yang viral di media sosial. Salah satunya,  mantan pejabat pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun yang divonis penjara 14 tahun dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang.

Korupsi Rafael terungkap dari kasus penganiayaan yang dilakukan putranya, Mario Dandy Satriyo. Dari kasus itu masyarakat di media sosial, menguliti gaya kehidupan mewah Mario Dandy. Hingga akhirnya KPK turun tangan melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Kemudian  kasus mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar, Andhi Pramono yang divonis 10 tahun penjara dalam kasus gratifikasi Rp 56 miliar. Terungkapnya perkara korupsi Andhi juga berawal dari foto-foto anak dan istrinya yang menampilkan kehidupan mewah memakai barang-barang berharga fantastis.

Atas hal itulah ICW  mendesak Bobby bukan hanya memberikan klarifikasi kepada media dan masyarakat di Kota Medan, melainkan kepada aparat penegak hukum, yakni KPK.

"Untuk menjelaskan sebetulnya, apakah pemberian fasilitas berupa pesawat jet itu tidak berkaitan dengan jabatan dia," ujar Diky.

Dalam pernyataan pada Senin (9/9), sebelum KPK memastikan dirinya akan dipanggil untuk klarifikasi, Bobby bertanya balik soal pesawat jet yang dikaitkan dengannya.

"Saya sudah pastikan kemarin, saya sudah sampaikan itu, yang punya pesawatnya siapa, emang ada pengusaha Medan? Kalau memang dikaitkan dengan jabatan saya sebagai Wali Kota Medan," ujarnya.

Seharusnya Sudah Penyelidikan

Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Fakultas Hukum Universitas Trisakti,  Yenti Ganarsih menyayangkan langkah KPK yang baru memulai  proses klarifikasi kepada Kaesang dan Bobby. Menurutnya proses hukum kepada, Bobby dan khususnya Kaesang sudah seharusnya masuk  penyelidikan di KPK.

Upaya penyelidikan itu disebutnya bentuk keprofesionalan KPK sebagai aparat penegak hukum yang bersinggungan dengan rasa keadilan di masyarakat. 

Penyelidikan  katanya, dapat dilakukan KPK dengan mengusut pihak yang memberikan fasilitas kepada Kaesang, dan mempertanyakan tujuan dari pemberian itu.

"Jadi, kalau penegak hukum itu instingnya, nalurinya, ini memberikan, ini siapa (yang memberikan)? Didalami, kan harusnya seperti itu.  Didalami (pada proses )penyelidikan,  itu namanya investigation.  Jadi jangan terbawa dengan  permasalahan politik," kata Yenti kepada Suara.com, Kamis (12/9/2024).

Yenti menjelaskan bahwa menurut KUHP, penyelidikan dapat dilakukan berdasarkan laporan, pengaduan, tertangkap tangan, atau jika aparat hukum mengetahui sendiri dugaan tindak pidana. Ramainya pembicaraan soal Kaesang di media sosial dan pemberitaan sudah cukup menjadi pintu masuk bagi KPK untuk memulai penyelidikan.

Meski KPK masuk dalam rumpun eksekutif setelah revisi UU KPK 2019, bukan berarti lembaga ini harus tunduk pada pemerintah yang berkuasa. KPK tetap harus independen dalam menjalankan tugasnya karena operasionalnya dibiayai dari pajak masyarakat.

Pernyataan ini juga mengkritik perbedaan pendapat di antara pimpinan KPK, terutama saat Nurul Ghufron menyatakan Kaesang tidak wajib mengklarifikasi dugaan gratifikasi karena bukan penyelenggara negara.

"Kalau hanya sekedar mengatakan,  bukan penyelenggara negara, menurut saya kan terlalu lugu, sementara rakyatnya sudah sangat cerdas," kata Yenti mengkritik.

Ia melanjutkan menilai fasilitas pesawat yang diberikan tak bisa dilepaskan dari status Kaesang sebagai putra presiden dan adik mantan walikota Solo yang kini wakil presiden terpilih.

Menurutnya, dalam kasus gratifikasi, pemberi sering mencari celah dengan memberikan fasilitas kepada orang terdekat, bukan langsung kepada penyelenggara negara.

Untuk Bobby, yang jelas seorang penyelenggara negara, perlu mengklarifikasi secara detail apakah penggunaan jet pribadi tersebut merupakan gratifikasi atau tidak.

Namun, Yenti mempertanyakan pemanggilan Bobby. Karena klarifikasi terkait dugaan gratifikasi biasanya dilakukan dalam 30 hari setelah laporan diterima, ia menduga pemanggilan Bobby sudah masuk tahap penyelidikan. 

Dinasti Politik Menyuburkan Korupsi

Dinasti Politik Jokowi. (Suara.com/Ema Rohimah)
Dinasti Politik Jokowi. (Suara.com/Ema Rohimah)

Kepala Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha, menilai keputusan Presiden Joko Widodo membiarkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai calon Wakil Presiden, serta orang-orang terdekatnya menduduki jabatan publik, sangat rentan memperkuat praktik dinasti politik.

Temuan Themis Indonesia Law Firm menunjukkan lebih dari 200 daerah dalam Pilkada 2024 memiliki calon kepala daerah yang terafiliasi dengan politik dinasti.

Egi menyebut ini sebagai bukti bahwa praktik politik dinasti kini dilakukan terang-terangan dan dianggap normal, padahal selain merusak sistem demokrasi, hal ini juga meningkatkan risiko korupsi.

Peneliti Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia, Wawan Kurniawan, dalam tulisannya di The Conversation, yang berjudul 'Dinasti politik marak di negara demokrasi: apa dampaknya dan bagaimana menghindarinya?', menegaskan bahwa dinasti politik sangat rentan terhadap korupsi. Konsekuensi utama dari dinasti politik adalah konsentrasi kekuasaan yang mengurangi akuntabilitas dan memfasilitasi nepotisme serta patronase.

Wawan menjelaskan, saat kekuasaan terpusat dalam satu keluarga atau kelompok dalam waktu lama, potensi penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi meningkat. Menurutnya, struktur dinasti cenderung melindungi anggota keluarga dari pengawasan eksternal, memperburuk akuntabilitas, dan memperbesar praktik korupsi.

Dalam praktiknya, pemimpin politik sering menempatkan keluarga mereka dalam posisi penting tanpa mempertimbangkan kualifikasi. Hal ini memperbesar kemungkinan mereka untuk memanfaatkan akses khusus dalam pendanaan dan mempermudah langkah mereka dalam pemerintahan.

Menurut jurnal “The Irony of Indonesia’s Democracy: The Rise of Dynastic Politics in the Post-Suharto Era,” jumlah dinasti politik di Indonesia meningkat lebih dari tiga kali lipat antara 2010 dan 2018. Fenomena ini menciptakan “institutional drift,” yang artinya aturan dan regulasi diubah untuk mendukung keberlangsungan dinasti politik.

Contoh nyata adalah pengaruh dinasti politik dalam memanipulasi institusi seperti Mahkamah Konstitusi untuk kepentingan pemilihan umum, yang sering kali merugikan demokrasi.

Di masa pemerintahan Suharto, politik dinasti ditandai oleh korupsi dan nepotisme yang meluas, membatasi kebebasan pers, dan manipulasi pemilihan. 

"Pada akhirnya, dinasti politik lebih fokus pada pemeliharaan kekuasaan daripada pelayanan publik, kualitas pelayanan seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur kemungkinan besar akan menurun," demikian tulis Wawan.