Indonesia akhirnya mempunyai Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang baru pada akhir tahun 2022.
KUHP baru tersebut menggantikan kitab lama yang dulu adalah hasil penerjemahan Wetboek van Strafrecht for Nederlandsch-Indie buatan kolonial Belanda.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej mengklaim, KUHP baru tersebut sejatinya mempunyai lima misi yakni modernisasi, demokratisasi, dekolonisasi, sinkronisasi, dan konsolidasi.
Dengan demikian, Hiariej menegaskan, KUHP baru tidak ditujukan untuk menghukum pelaku kejahatan sebagai sarana balas dendam atau keadilan retributif.
“Tidak benar apabila dikatakan KUHP akan membungkam demokrasi, akan membatasi kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berkritik,” tegas Hiariej.
Namun, banyak pihak berkata lain. KUHP baru tersebut justru sejak awal tidak berhasil mengemban kelima misi tersebut.
Yang tersisa hanyalah aspek konsolidasi hukum-hukum kolonial Belanda yang justru berpotensi membungkam kebebasan berpendapat maupun pers.
Sudah banyak jurnalis, dari Aceh hingga Papua, yang tercatat dikriminalisasi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik alias UU ITE.
Begitu pula aktivis, banyak dijerat memakai 'pasal-pasal karet' UU ITE, yang ironinya terjadi saat mereka memprotes pembentukan Rancangan KUHP dua tahun silam.
Protes dari kalangan jurnalis sudah diwakili oleh Dewan Pers yang berusaha melobi agar pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP bisa direformulasi.
Awalnya, usulan reformulasi sejumlah pasal bermasalah itu disambut baik oleh wakil rakyat terhormat di Senayan.
Tapi ternyata, ketika para legislator menggelar sidang paripurna pengesahan RKUHP, Desember tahun lalu, tak satu pun usulan reformulasi dari Dewan Pers itu termaktub di dalamnya.
Kini, setelah KUHP masuk lembaran negara, para ahli hukum dan HAM menilai produk hukum itu justru mengonsolidasi pasal-pasal karet yang dulu tersebar di banyak undang-undang.
Alhasil, proyek dekolonisasi yang diharapkan menjadi roh KUHP sejak awal justru sudah dikebiri.
Selebihnya, jurnalis maupun aktivis yang peduli terhadap kebebasan berekspresi sebagai penyangga utama demokrasi di Indonesia waswas, KUHP tersebut bakal memicu musim semi pemberedelan.
Suara.com bersama Jaring.id yang didukung Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara membuat peliputan kolaborasi yang menyoroti sejumlah persoalan dalam KUHP baru tersebut.
Pemerintah perlu segera menindak tegas pelaku perdagangan ilegal hiu dan memperkuat regulasi serta pengawasan di lapangan.
Skandal itu terkuak menjadi ramai di media sosial (medsos), pasalnya agenda picik itu menjadi bentuk pembungkaman keluarga korban.
Dari kasus Wensen School, perlahan terkuak fenomena gunung es bagaimana kualitas tempat penitipan anak belum menjadi perhatian dari pemerintah secara umum.
Berbagai skandal pimpinan KPK yang terjadi dalam kurun waktu empat tahun belakangan turut membuat kepercayaan masyarakat kepada lembaga tersebut turun.